Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

18 November 2010

Besar Pasak dari pada Tiang


Peribahasa ini menggambarkan perilaku boros seseorang. Dimana pengeluaran, yang digambarkan sebagai pasak atau paku, jauh tidak seimbang dari pada pendapatan, yang digambarkan dengan tiang. Dan menurut saya, salah satu pemicunya adalah gaya hidup. Semua harus menjadi serba cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. Tentunya akan semakin menderita seseorang tersebut manakala pasak besarnya jauh tidak seimbang dari pada tiangnya. Tapi karena martabat hidupnya harus ditopang, maka dengan ikhtiar apapun wajib terlaksana. Meski, seandanya, pendapatan yang dimilikinya masih belum mampu menopang gaya hidupnya yang wah.
Semua itu karena ada selisih antararena ada selisih antaráapun wajib terlaksana. Meski nakala pasak besarnya jauh tidak seimbang dari pada tiangnya. Tapi karena h yang diperolehnya setiap bulan kurang bisa memenuhi apa yang dibelanjakannya, maka jurus paling sering dan dianggap jitu adalah membuat aplikasi KTA alias kartu hutang bebas jaminan.

Maka pada saat kartu itu mulai aktif melaksanakan peranannya sebagai penopang kebutuhannya, saat itu pula sesungguhnya pengeluaran kita bukan semakin menjadi ringan tetapi justru kebalikannya, semakin terjerat dalam sistem yang telah secara sadar didesainnya sendiri. Memerosokkan diri di dalam lubang yang digalinya sendiri. Pada siklus berikutnya adalah hanya akan berputar pada sekitar mengembalikan uang yang terlebih dulu sudah dinikmatinya. Dan sistem ini akan membuatnya semakin bertambah besar beban hutang dari yang telah dinikmatinya.

Tebar Discount dan Kemudahan 

Keterperosokan sebagian kita oleh kartu hutang bebas jaminan sebagaimana yang saya kemukakan di atas bukan saja dikarenakan oleh kebutuhan dan gaya hidup kita semata, tetapi kadang dan sering juga oleh pertimbangan potongan harga yang ditawarkan dan juga oleh kemudahannya.

Orang akan menjadi semakin tidak berdaya untuk bangun mana kala income begitu pas pasan untuk memiliki satu atau bahkan lebih kartu hutang bebas jaminan dan sekawannya. Dan dengan dalih serta logika 'kebutujan yang mendesak', kemenangan sistem jerat hutang dimulai.

Berbeda karena keterdesakan, jurus sakti dan konyol lainnya adalah discount dan kemudahan. Padahal intinya tetap sama, yaitu hutang. Bagaimana tidak konyol, jika anda membeli suatu barang di sebuah toko, anda akan memperoleh discount atau potongan harga saat membayarnya dengan kartu hutang bebas jaminan tersebut. Namun akan membayar dengan harga tanpa potongan sedikitpun saat membayarnya dengan kartu debet yang anda miliki atau bahkan uang tunai dari dompet anda sendiri.

Demikian pula dengan jerat kemudahan. Sampai-sampai ada lembaga donasi yang hanya menerima donasi malui kartu hutang bebas jaminan dari para donaturnya. Ketika kita mencoba mendonasikan melalui kartu debet justru ditolaknya. 

Dengan menilik itu semua maka saya menjadi yakin bahwa soko guru dari ekonomi kita adalah jerat bunga hutang. Dan bagi yang terlanjur bergaya hidup 'mampu' namun belum ditopang oleh THP yang masih sedikit diatas UMR, bersiaplah untuk menjadi contoh nyata dari peribahasa 'besar pasak dari pada tiang'. Sebagai modelnya baik suka dan paling banyaknya ada pada sisi duka nestapanya.

Untuk itulah, saya mengajak pada diri saya sendiri dan Anda untuk menolak gaya hidup besar pasak dari pada tiang. Semoga Allah berikan kekuatan-Nya. Amin. 

Jakarta, 18 Nopember 2010.

No comments: