Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

22 November 2010

Berkomitmen untuk Makan Makanan Halal

-->
Berkomitmen untuk hanya mengkonsumsi makanan halal, adalah suatu bentuk kesadaran diri yang lahir dari pengetahuan dan pemahaman terhadap halal dan haram serta implikasinya, dan aplikasi dari keduanya. Dan dalam kehidupan, kadang kita masih menemui beberapa kesulitan dan tantangan yang tidak mudah serta ringan. Kesulitan dan rintangan tersebut bukan karena bahwa suitnya menemukan makanan haal yang akan kita konsumsi, tetapi justru kadang datang dari kekurang hati-hatian yang berasal dari dalam diri kita sendiri.


Karena untuk melaksanakan komitmen tersebut tidak cukup hanya pengetahuan kita tentang makanan halal semata tetapi juga tentang cara berpikir dan budaya hati-hati. Tiga hal itulah yang saya dapatkan saat saya berkesempatan pergi ke Melbourne Pada Oktober 2007 yang lalu.


Pesta Taman di Geelong

Kisahnya berawal ketika rombongan berwisata ke pantai di Geelong, Victoria. Disebuah taman yang ada persis di atas tebing di penggiran pantai, rombongan menyiapkan segala hal untuk makan siang. Menyiapkan yang saya maksud adalah memanggang daging ayam dan domba yang kami bawa dari sebuah tempat dipinggiran kota Melbourne.


Setelah mamasukkan koin secukupnya, terus terang ini adalah pengalaman pertama saya ada panggangan yang ditempatkan di taman umum, yang difungsikan dengan memasukkan uang koin melalui lubang yang tersedia ke dalam tungku, atas petunjuk tuan rumah, bersiaplah saya membersihkan permukaan tungku dengan cara menggosok-gosok panggangan tungku tersebut dengan timun yang telah kita belah. Usaha membersihkan itu berhenti ketika kita anggap tungku telah mulai bersih darĂ­ bercak kotoran dan telah cukup panas. Selanjutnya, potongan daging domba dan ayam yang telah berlumur bumbu itu kita panggang diatas tungku. Asap membumbung, dan kita membolak balikkan potongan daging agar nantinya masak secara merata.

Saat selesai menyantap hidangan siang yang lezat di tingkah suara ombak pantai yang tidak segarang ombak pantai Congot yang ada di Pantai Selatan pulau Jawa dengan suhu udara sejuk 20 derajat, saya menghabiskan empat potong daging domba panggang yang gurih nan empuk. Terasa di lidah bumbu yang meresap hingga ke dalam serat dagingnya.
Hati-Hati sebelum Mengkonsumsi
Habis berapa potong Pak Agus dagingnya? Tanya Pak Surani, orang yang selalu menemani perjalan kami, yang adalah warga Singapura dan telah memiliki PR Australia tapi keturunan Semarang, Jawa Tengah. Sangat mungkin Pak Surani memperhatikan saya makan sejak tadi sehingga melontarkan pertanyaan seperti itu. Harus dipahami kalau saya memang benar-benar menikmati makan daging bakar yang empuk. Sulit saya dapat menemukan daging domba yang kualitasnya sama seperti itu di Jakarta. Itu mungkin motivasi makan saya saat itu.

Empat potong Pak. Jawab saya. Bapak sendiri mengapa makan buah? Bapak tidak makan daging? Lanjut saya menyelidik.


Saya tidak makan daging Pak. Namun bukan saya tidak mau daging. Saya hanya mencoba hati-hati Pak Agus. Saya khawatir tungku yang kita pakai untuk memasak tadi tidak cukup bersih. Dan kita juga tidak tahu untuk masak apa tungku itu sebelum kita pakai. Jadi hati-hati saja Pak.


Tanpa penjelasan lebih lanjut lagi, saya segera menangkap apa yang dimaksud bersikap hati-hati oleh Pak Surani tersebut. Saya terdiam. Kala itu, saya benar-benar mendapatkan pelajaran 12 SKS sekaligus tentang hati-hati ketika menyantap makanan. Saya malu. Tetapi saya bersyukur bisa dapat pelajaran seperti itu di negeri orang. Saya berharap dikemudian hari sikap cek dan cek kembali, menjadi budaya saya dalam memegang teguh komitmen untuk hanya mengkonsumsi makanan yang halal saja.


Jadi selain jenis makanan yang halal, prosesnya juga memiliki kontribusi besar dalam menjaga bahwa makanan tersebut tetap menjadi halal. Bagaimana dengan apa yang ada di lingkungan kita dewasa ini? Di pasar-pasar kita, masih belum bebas daging gelonggong, daging halal yang di oplos dengan yang tidak halal, ayam tiren yang matinya tidak melalui proses penyembelihan, dll.


Namun itu semua kembali kepada kita pribadi untuk selalu teguh dan berhati-hati dalam memegang komitmen untuk hanya mengkonsumsi makanan halal. Agar keberkahan selalu Allah berikan dan limpahkan untuk kita. Amin.

Jakarta, 18-22 Nopember 2010

1 comment:

latifa hanoum syarief said...

Assalamu'alaikum pa agus, smg ALLAH selalu mlmphkn rahmat - NYA yg tak pernah berkesudah . Membaca artikel bapa tentang memakan makanan halal, mengingatkan hanoum akan sebuah hadist yg pernah hanoum baca tapi hanoum lupa scra jelas redaksinya , inti dari hadist itu mengatakan bahwa salah satu syarat terkabulnya do'a adalah di dalamnya mengalir darah yang halal, jadi sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita tidak memandang enteng sebuah persoalan besar, dikisahkan pada suatu hari seorang teman mengajak saya makan di sebuah tempat makan di bilangan barat jakarta, saat itu saya langsung mengiyakan, tetapi kemudian sesampainya di sana saya tidak menemukan label halal di tempat tersebut (Alhamdulillah saya termasuk orang yang concern tentang halal dan batas kadaluarsa sebuah makanan )saya lalu memberi tahu pada teman saya tentang hal itu, tetapi dengan entengnya teman saya menjawab kalau di situ banyak orang2 berjilbab yang sedang makan,awalnya saya tidak paham dengan yang dikatakan teman saya, tetapi akhirnya saya paham, di mata teman saya ( semoga saya salah )sebuah produk dapat dikatakan halal jika banyak kaum muslim yang mengkonsumsinya , Astaghfirullah............. saya lalu memutuskan untuk mencari tempat makan yang lain. Semoga kita semua termasuk orang2 yang dapat selalu beristiqomah ......... =)