Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

23 October 2010

Memiliki Sekolah Sendiri?

Di sela-sela interview untuk posisi direktur di sebuah sekolah di belahan Indonesia Timur, sahabat saya datang menemui saya. Ia memanfaatkan waktu yang tersisa lebih kurang empat jam dari saat bertemu dengan saya hingga keberangkatannya kembali ke rumahnya. Saya tentu gembira dan bahagia berjumpa dengan sahabat yang lebih kurang dua tahun tidak berjumpa. Dan meski bertemu untuk beberapa jam, kami sepertinya telah berbincang hampir seluruh masalah hidup. Terutama masalah hidup yang kami geluti bersama, sekolah.

Banyak hal tentang sekolah yang kami bincang dan diskusikan. Tentang siswa, orangtua, guru dan staf pendidikan, pasukan keamanan sekolah, hingga pramubakti. Bahkan juga tentang cita-cita saya untuk memiliki lembaga pendidikan sendiri entah dimana.
  • "Masih bersemangat untuk mewujudkan mimpi tentang lembaga pendidikan sendiri?" Katanya.
  • "Alhamdulillah masih"
  • "Bagaimana jalan menuju kesana?" desaknya.
  • "Itu masalah terbesar saya. Namun setidakmnya saya telah berkali-kali membuat konsep sekolah itu. Dan anehnya, beberapa konsep yang saya buat telah direalisasikan teman lain dalam bentuk lembaga pendidikan." Jelas saya.
  • "Tapi bukan milik kamu?"
  • "Memang bukan. Tapi setidaknya telah membantu orang untuk mereka yang bingung merumuskan bentuk sekolah." Kata saya.
Perlu saya jelaskan kepada Anda bahwa, teman saya ini meski sekarang telah memimpin sebuah sekolah, tetapi tidak pernah mau untuk bercita-cita membuat sekolah sendiri. Menurutnya, dengan pengalamannya selama ini mengurusi sekolah orang, ia justru merasa tidak cukup memiliki minat membuat sekolah sendiri. Ketika saya desak dengan statmen; lebih baik kecil tapi milik sendiri daripada besar tapi milik orang lain. Dia malah tersenyum saja. Menurutnya, saya akan berhenti mengurusi sekolah orang kapan saja saya sudah merasa tidak mau mengurusi.

Dan dari pernyataannya itu, saya percaya bahwa apa yang dilakukannya hingga sekarang ini adalah bentuk profesionalismenya. Dan bukan sekedar untuk mencari nafkah? Saya pun tidak pantas meragukan kapasitasnya untuk mendapatkan sumber nafkah baru jika hal itu dilakukannya. Saya iri akan apa yang menjadi kepintarannya. Dan pada sisi itulah salah satunya yang membuat saya menjadi begitu bersemangatnya untuk bersahabat erat dengannya. Namun apa yang membuatnya tetap berkomitmen dalam bersahabat dengan saya, saya belum pernah bertanya kepadanya.

  • "Bagaimana interview tadi? Apakah ada kabar baik?" tanya saya kepadanya.
  • "Tampaknya begitu. Kabarnya baik sekali. Tapi justru disitulah saya datang kemari."
  • "Apa yang dapat saya bantu dengan kedatanganmu kemari?"
  • "Maksudku" lanjutnya.
  • "Bagaimana menurutmu lembaga yang ditawarkan untuk aku tangani itu."
  • "Setidaknya menurutmu." katanya tiada jeda.
  • "Lembaga yang bagus. Tapi tetap saja kamu harus bisa membawa diri. Bukan kapasitasmu yang aku khawatirkan. Tetapi strategimu." nasehat saya kepadanya.
Karena jam keberangkatan, kamipun harus mengakiri diskusi kami hari itu. Dalam perjalanan pulang, saya termngiang pada apa yang telah kami bincangkan. Seperti pentingnya strategi penerapan konsep selain kompetensi dan lain sebagainya. Juga tentang pertanyaanku sendiri. Memiliki sekolah sendiri?

Slipi-Depok-Slipi, 23 Oktober 2010

No comments: