Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

24 October 2010

Dua Penyakit Belum


Ini catatan saya yang lain tentang berkendara. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu saya sudah meninggalkan rumah untuk menuju ke kantor tepat pukul 06.10. Penumpang pertama yang harus saya antar adalah anak bontot di Lapangan Tembak, Gelora. Perjalanan lanjut ke Blok M, dimana istri saya melanjutkan perjalanannya dengan Metro Mini 610 menuju Cipete. Untuk kemudian saya sendirian meneruskan rute Tendean-Tol Dalam Kota-Cempaka Putih -Pulomas. Biasanya saya telah sampai di halaman sekolah untuk menyambut siswa yang datang pada pukul 07. 10.

Dalam tulisan ini bukan rute perjalanan itu yang ingin saya sampaikan. Tetapi sebuah peristiwa tidak penting yang nantinya, semoga, kita dapat mengambil pelajaran darinya. Pelajaran untuk menjadi pribadi yang selalu mengedepankan baik sangka atau positive thinking, yang dalam tulisan ini saya sebut sebagai penyakit belum berpikir positif.

Dan pribadi yang berpikir panjang atau minimal berpikiran satu langkah ke depan, one step a head, dan bukan orang yang berpikir pendek. Yaitu berpikir hanya hingga apa yang ada di depan kita. Dalam istilah saya adalah penyakit belum berpikir panjang.

Dua pelajaran itulah yang mudah-mudahan dapat kita tarik hikmah dari cerita saya ini.

Dua Penyakit Belum

Cerita berawal saat perjalanan saya sampai putaran Semanggi di Jalan Sudirman. Seorang Ibu mengendarai mobil sedan yang berada di belakang saya persis. Mungkin karena buru-buru dan bermaksud mendahuli tetapi karena situasi jalan yang tidak memungkinkan, selalu membunyikan klaksonnya. Isyarat agar saya melaju lebih cepat. Sesuatu yang tidak mungkin saya lakukan mengingat ada kendaraan di depan saya. Dugaan saya bahwa pengendara sedan di belakang saya ini tidak melihat apa yang saya lihat.

Perjalanan sampai di perempatan Jalan Sisingamangaraja, persisnya di pojok Universitas Al Azhar. ke arah Blok M, rupanya pengendara sendan tersebut masih berada di belakang saya. Dan membunyikan klasosnya begitu lampu lalu lintas menyala hijau. Semenara laju kendaraan saya dan juga bus transjakarta masih terhambat oleh deretan kendaraan dari arah Jalan Hangtuah. Klakson itu baru berhenti setelah kendaraan saya dapat melaju.

Namun rupanya, pengendara senadan yang saya taksir minimal lulusan SMA itu membunyikan kembali klaksonnya ketika laju kendaraan saya terhambat kembali saat berada di jalur kiri di perempatan Sisingamangaraja-Panglima Polim menuju jalan Melawai Blok M.

Dengan peristiwa itulah saya berasumsi bahwa pengendara sedan dibelakang saya ini setidaknya mengidap dua (2) jenis penyakit perilaku belum. Yaitu penyakit belum berpikir positif dam belum berpikir panjang.

1. Belum Berpikir Positif

Karena pengendara itu selalu dihantui pikiran dan prasangka buruk. Dia menyangka bahwa kalau laju kendaraan saya pelan atau tidak jalan padahal lampu lalu lintas telah menyala hijau, karena saya adalah tipe pengendara lelet dan lemot. Sehingga dengan sengaja bermaksud menghambat pengendara sedan tersebut.

Dalam tiga rentetan klakson yang dibunyikan pada ruas jalan yang tidak terlalu panjang itu, dugaan saya sangat kuat bahwa, pengendara itu terjangkit penyakit perilaku belum memiliki atau mungkin belum belajar menjadi manusia yang berpikir positif. Misalnya; kok kendaraan di depan lajunya pelan, tapi saya tidak bisa melihat mengapa? Oh mungkin ada gerobak yang menghalanginya atau oh mungkin ada pesepeda. Atau pemikiran positif lain yang bukan curiga (?).

2. Belum Berpikir Panjang

Karena yang tampak hanya kendaraan yang persis di depannya, yang kebetulan kendaraannya lebih tinggi sedang kendaraan yang dikendarainya pendek dan tidak memungkinkan bagi dirinya untuk dapat melihat kendaraan yang ada di depannya lagi, maka sampai disitulah otaknya sampai pada sebuah kesimpulan. Berpikir hingga apa yang ada di depannya. Lebih dari itu ia tidak atau mungkin belum sanggup. Ia terjangkiti penyakit kedua, yaitu belum berpikir panjang.

Dalam beberapa kasus, model berpikir ini akan menjadi bumerang bagi pengendara itu untuk keselamatan dalam berkendara. Saya menduga terjadinya kecelakaan beruntun antara lain karena pengendara hanya konsentrasi kepada kendaraan yang ada persis di depannya. Hanya sebatas itu.

Itulah cerita saya dalam tulisan ini. Semoga saya dan Anda terhindar dari dua jenis penyakit perilaku buruk tersebut. Tidak hanya ketika kita berada di jalan raya saja. Mudah-mudahan juga saat kita berada dimana saja dan kapan saja. InsyaAllah. Amin.

Jakarta, Slipi, 24 Oktober 2010.

No comments: