Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

01 February 2010

Saya Sadar, Kalau Sudah di Zona Mapan

Benar, saya sedang belajar untuk menangkap sinyal dari alam semesta yang bijaksana, apakah saya sedang pada posisi mapan? Atau orang sering mengatakannya sebagai zona aman. Tentu saja kemapanan yang berkait dengan posisi saya sebagai pekerja di sebuah lembaga milik orang. Dan dalam proses pembelajaran itu, saya mencobanya untuk merenung dan merefleksikan di depan cermin perubahan, dan merabanya untuk menemukan indikator kemapanan itu.

Pernah saya deklarasikan pada diri sendiri untuk selalu merubah posisi atau tepatnya untuk me-mutasikan diri sendiri setiap 3 sampai dengan 5 tahun ketika sedang berada dalam satu posisi yang sama. Itu adalah waktu yang paling ideal, menurut saya, untuk menjaga stamina kecemerlangan dalam berpikir sehat yang saya miliki, untuk tetap terus bersinar. 

Karena mengaca pada teman-teman yang mayoritas menandatangani kontrak kerja hanya satu kali putaran, dan itu 3 tahun durasinya, saya melihat mereka tidak pernah lelah merajut mimpi masa depan yang akan penuh warna. Karena setelah kontrak itu selesai, mereka akan mencari tantangan baru di tempat lain, bahkan di Benua yang berbeda. 

Tapi hampir selalu durasi 3 hingga 5 tahun itu, yang menjadi pegangan saya, selalu saya ingkari sendiri. Ada yang hingga 11 tahun, 8 tahun, dan sekarang nyaris 7 tahun. Ketika saya menilik ke dalam diri sendiri, petualangan saya itu terhenti karena faktor internal dan eksternal.

Sekali lagi, bahwa tekad untuk memutaikan diri tersebut bukan karena saya menjadi pekerja yang mumpuni bahkan hingga mendekati perasaan angkuh untuk itu? Sama sekali tidak. Itu semua karena saya sendiri merasakan enaknya hidup dalam situasi yang tertantang. Dalam situasi yang baru, hampir selalu menyajikan tantangan-tantangan yang penuh gairah untuk diarungi. Dan pada saat tantangan demi tantangan dapat kita taklukkan sebagai peluang dan keberhasilan, maka ia akan melahirkan semangat dan energi dahsyat untuk terus menggali pengetahuan dan strategi dalam mencapai tujuan. 

Eksternal dan Internal


Untuk kultur eksternalnya, saya harus mengakui kultur kerja yang ada di masyarakat teman-teman dari luar itu lebih kondusif. Saya melihat bahwa mereka hanya mengenal bekerja atau menganggur. Sedang kita selalu berpikir bekerja di tempat yang senyaman dan semapan mungkin. Faktor eksternal ini juga dibarengi dengan kualitas mereka sendiri sebagai pekerja.
Sedang faktor internal yag ada dari dalam diri saya sendiri adalah keharusan untuk adanya sesuatu keterjaminan pemasukan bagi keluarga. Untuk itulah, perlu atau butuh waktu bagi saya mengeksplorasi lahan 'persawahan' yang cocok dalam semua sisinya. 

Dalam kondisi seperti ini, bagaimana keberadaan zona mapan itu bisa kita tepis sehingga energi pembaharuan tetap terus mengalir deras? Hal yang saya lakukan adalah sebagai berikut: Asah gergaji. Ini adalah stetmen dari Stephen R Covey dalam bukunya yang terkenal itu, 7 Kebiasaan Orang Sukses. 

Dengan cara apa saya mengasah gergaji? Dengan bertemu teman seperjuangan. Siapapun mereka. Komunikasi dengan mereka akan memacu degup jantung kreatifitas untuk selalu berlari kencang. Cerita teman selalu menjadi lahan baru bagi pengembaraan pembaruan. Tentu saja teman-teman yang tulus membagi dan sekaligus jujur pada bayangan dirinya ketika menyampaikan testimoninya. Selain bertemu teman, saya juga akan sekaligus mengunjungi dimana dan apa yang mereka lakukan selama ini. Ini adalah pelesiran rohani kreatifitas. Dan juga menyantap bagaimana yang orang lain paparkan melalui lontaran ide di ruang seminar atau pelatihan atau uraian narasi dalam bentuk buku.

Itulah cara saya menjaga diri dari wilayah gelap yang bernama kemapanan. Mungkin berbeda dengan Anda?

Tulisan selesai di Jakarta, 12 Februari 2010.

No comments: