Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

25 February 2010

Rasa Khawatirannya Telah Sirna

Begitulah bunyi SMS teman saya saat mengomentari pesan saya agar kita, guru dan manajemen di sekolah lebih meningkatkan pengawasan kepada siswa di sekolah. Tidak saja saat siswa berada di dalam kelas ketika belajar bersama guru, tetapi juga saat istirahat dan setelah jam pulang sekolah dan sembari menunggu jemputan.

SMS ini bermula saat saya me-reply berita dari teman berkenaan dengan musibah yang menimpa siswa di sebuah sekolah setelah jam sekolah usai (http://www.detik.com/.24Februari2010). Diberitakan bahwa siswa bermain bola saat menunggu dijemput. Sangat dimungkinkan bahwa ketika siswa bermain tanpa pengawasan guru. Meski itu memang telah usai jam sekolah.

Dalam konteks yang berbeda, teman saya yang mengirim SMS tersebut juga pernah melihat siswa yang ada di sekolahnya bermain sepak bola pada tempat yang tidak semestinya. Dan karena dia pikir hal itu dapat mengundang bahaya kepada si siswa, maka ia menghentikan permainan tersebut. Anehnya, di lokasi yang sama ia menemukan temannya yang juga guru hanya terdiam ketika melihat para siswanya bermain bola. Maka ungkapan bahwa guru tersebut telah sirna rasa kekhawatirannya, adalah ungkapan kata yang pas menurut saya.

SMS teman dengan kalimat yang saya buat judul pada artikel ini adalah sebuah sindiran yang satiris. Mengejek. Menghina. Karena kita yang dalam posisi seperti itu tidak memiliki prediksi akan adanya potensi bahaya yang sangat mungkin timbul terhadap apa yang siswa lakukan. Dan ejekan serta hinaan ini dalam perspektif saya, tidak lain adalah untuk mengingatkan akal kita agar supaya ia (baca: akal) ikut terlibat untuk lahirnya sebuah rasa kasih sayang dan rasa khawatir.

Atas kejadian tersebut, saya juga akan mengaitkan dengan pengalaman yang lain lagi. Yaitu yang berkenaan dengan komplain dari anggota komunitas sekolah terhadap unsur lain yang ada dalam komunitas yang sama. Kejadian seperti ini hampir pasti ada di setiap lembaga.

Yaitu guru komplain terhadap anggota Satpam yang kurang betul saat melaksanakan suatu tugas. Sayangnya, temuan ketidakbenaran tersebut tidak disampaikan dalam kerangka problem solving. Tetapi lebih kepada ejekan. Karena Satpam di lembaganya adalah Satpam dari lembaga lain yang kebetulan bekerjasama dengan sekolahnya.

Maka saya berkomentar melalui e-mail seperti ini: Saya juga ingin sekali menggugah ingatan kita semua, berkenaan dengan per-Satpam-an, bahwa peran user (baca: komunitas sekolah) sangat penting sekali dalam memberikan masukan untuk perbaikan terhadap Satpam. Tetapi harap juga dilihat bahwa masukan tersebut harus dalam dalam bentuk atau kerangka problem solving, dimana ketika ada sekecil apapun masukan, tolong disampaikan kepada yang berkompeten, berarti penanggungjawab Satpam, dan sebisa mungkin saat itu juga. Jangan ditunda dan akan menumpuk. Demikian tulis saya dalam e-mail untuk seorang teman yang sedang dirundung malasah per-Satpam-an.

Dan saya melanjutkan tulisan saya tersebut:
Saya mengibaratkan hal tersebut dalam kerangka interaksi antara guru dan siswanya di kelas. Ketika sesuatu yg tidak diinginkan terjadi, tetapi kebetulan itu adalah siswa dari unit lain, misalnya, guru TK melihat kejadian di siswa SD. Maka bentuk CARE kita terhadap sesuatu yang terjadi tersebut bisa diimplementasikan dengan cara:

1. Menegur langsung siswa yang bersangkutan. Untuk kemudian memberitahukan kepada kepala unit dimana siswa itu berada, untuk menjadi laporan dan untuk penindakan selanjutnya. Atau,
2. Kita mencari tahu nama anak yang bersangkutan, mengingat detil kejadiannya, lalu melaporkan kepada kepala unit dimana siswa itu berada untuk menjadi laporan dan penindakan selanjutnya.

Dan tulisan itu saya akhiri dengan kesimpulan:
Jika pilihan 1 yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang memilki rasa sebaik-baik CARE. Jika pilihan 2 yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang memilki rasa lumayan CARE. Dan jika tidak ada pilihan yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang belum CARE.
Saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa menjaga siswa selama yang bersangkutan berada di sekolah, adalah tugas utama kita sebagai pendidik. Yaitu guru yang tidak sekedar mengajar di dalam kelas!

Jakarta, 25 Februari 2010

2 comments:

Anonymous said...

From: Sari Sari
Date: Sun, 28 Feb 2010 07:56:57 -0800 (PST)
To:
Subject: Re: Fw: Rasa Kekhawatirannya Telah Sirna


Subhanallah bu, ini lho yg saya khawatirkan mengenai duty of care seorang guru di Indonesia, apakah memang mereka para guru ini telah dibekali pengetahuan mengenai 'duty of care' dari kepala sekolahnya?

Terus terang bu, di Al Hidayah dan di sekolah2 lain di Aust ini 'duty of care' ini memegang peranan penting dalam lingkup sekolah. Seorang guru bisa mudah digugat untuk hal ini, dan tentu saja yg nantinya bertanggung jawab tidak hanya seorang guru yg terlibat tapi juga langsung mengenai kepala sekolah yg bersangkutan.

Di Al Hidayah, 'duty of care' ini dibagi rata waktu dan peranannya dengan kita para staff.
Tugas dimulai dari jam 8 pagi (before school), di dalam kelas, saat recess, saat lunch time, and after school. Contohnya pas recess (dari jam 10.15 - 10.35) kita berbagi tugas dalam menjaga pada saat mereka bermain, baik itu di oval maupun di quadrangle. Begitu juga dengan lunch time. Makanya bu, kalau pas recess dan lunch time, staff room sepi soale guru2 sudah harus menjalankan tugasnya masing2.

After school juga begitu, kita tidak boleh langsung pulang. Pulang sekolah jam 3.30 pm, tapi para staff sudah boleh sign out untuk pulang pas jam telah menunjukkan pukul 3.45 yg pada saat itu para murid sudah pada pulang semua baik itu yg dijemput orang tuanya ataupun yg naik school bus. Nah nanti untuk para office staff nya baru boleh pulang pada jam 4 pm.

Sebetulnya saya sendiri juga heran geleng2 kepala melihat situasi di sekolah Luqman al Hakim yg mana 'duty of care' nya tidak diterapkan...pusing saya bu.
Kejadiannya pas sabtu minggu lalu. Hari sabtu memang ada extra kurikuler di sekolah.
Adelina kebetulan waktu sabtu lalu itu yg ke sekolah, karena Adam kebetulan ada outdoor activity di luar kota bersama teman2 kelas 5, sedangkan Sharif lagi malas tidak mau datang ke extra curiculle karena Adam lagi gak ada di Sby.

Adelina, sempat nunggu 1 jam untuk antar jemput sekolah, karena pak e dah pulang jam 10 untuk mengantarkan anak2. Nah pada hari itu, di kelas 7,8 dan 9 ada presentasi sampai jam 10.20. Makanya sopir antar jemputnya dah pulang untuk ngantar anak yg emang dah selesai. Jadi terpaksa Adelina nunggu selam 1 jam, Alhamdulillah pak Satpamnya tlh menelpon pak sopir nya untuk kembali ke sekolah lagi. Kasihan Adelina, di sekolah nunggu tanpa ada satupun guru yg mengawasi. Saya ini kecewa sekali, bertanya-tanya dalam hati "what about their duty of care???".
Jadi beberapa hari setelahnya saya ke sekolah untuk complaint ke kepala sekolahnya mengenai hal ini. Saya gak habis pikir, kenapa mereka sebagai tenaga pengajar bisa sampai tidak memikirkan duty of care terhadap anak2 didik mereka, karena anak2 didik tsb juga masih dalam lingkungan sekolah.

Jadi bu, memang saya dan anak2 harus banyak bersabar dalam menyesuaikan dengan lingkungan tinggal di Indonesia ini.
Sorry bu, uneg2 saya ini panjang, soale lho ya koq kebetulan kejadiannya baru minggu lalu juga, trus saya dapat article ini dari bu Henny yg topicnya ya sama.

Makasih bu atas kiriman article nya.
Wassalam

Anonymous said...

Darus Purworejo: Telatnya guru masih mendingan dibanding telatnya pegawai lain, tapi tetap jelak juga guru kok terlambat.
aku guru, sejak dulu aku selalu berusaha untuk tidak telat.

Teladan, nampaknya itu memang yang masih guru lakukan. demi masa depan anak bangsa, tapi imbalan materiil kok rasanya masih jauh dari pegawai swasta tertentu. pingin mobil ternyata gajinya dipikir -pikir belum bisa untuk itu, terutama guru-guru di kota kecil.beli motor aja banyak yang masih kredit.

kapan yo guru-guru bisa beli mobil? muridnya malah udah pakai mobil ke sekolah.

teladan memang penting bagi guru, tapi teladnya karena cari tambahan gaji po yo?