Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

12 February 2010

Pekerja VS Pemilik Lembaga

Saya memiliki beberapa teman kenalan. Karena saya sendiri dari awal berkarir hingga kini tetap di dunia pendidikan, maka tentunya banyak teman-teman dan kenalan yang berasal dari dunia pendidikan pula. Ya, kami semua guru. Walau ada diantara kami yang tetap guru di kelas, adajuga yang kepala sekolah, atau pengelola sekolah. Namun saat bertemu dan berkumpul, kami tetaplah bangga pada keguruan kami. Sebuah profesi yang tidak akan selalu flat saat menjalaninya.


Ada satu tambahan keterangan lagi tentang komunitas kami ini. Kami adalah para pendidik yang mengejawantahkan pikiran dan tenaga kami di lembaga pendidikan swasta. Dan oleh karenanya, kami adalah pekerja yang menunaikan visi serta misi mulianya para pemilik lembaga dimana kami berada sebagai pekerja.


Pekerja dan Pemilik


Dalam hal ini, bukan maksud kami mendekotomikan dua kelompok tersebut. Tetapi keberadaan dari dua kelompok itulah yang sering menjadi batu sandungan kami di lapangan. Terutama ketika kami adalah orang yang diamanahkan untuk menjadi kepala sekolah atau pengelola lembaga itu. Meski posisi kami adalah kepala sekolah atau pengelola sekolah sekalipun, kami adalah tetap sebagai pekerja yang wajib menjunjung tinggi adab sopan santun kepada pemilik selain , tentu saja, kepada seluruh komunitas lainnya di sekolah.


Adab sopan-santun yang saya maksudkan adalah menjaga diri agar, meski kamilah yang menguasai lapangan, tetap menghargai apa yang menjadi pemikiran pemilik. Kami harus mengukur diri untuk tidak merasa sombong bahwa kamilah yang lebih beerjasa atas eksistensi lembaga kami dibandingkan pemilik atau pendiri lembaga. Sebagai contoh konkritnya misalnya, ada salah satu keluarga pemilik lembaga yang berkeinginan untuk menyekolahkan putera atau puterinya di sekolah kami. Maka prosedur pertamanya adalah ikut serta dalam penerimaan siswa baru (PSB) di sekolah. Tetapi saat akan diputuskan untuk diterima atau tidak, kepada yang bersangkutan harus diberikan bantuan untuk menjadi diterima karena ada kekurangan saat bersaing dengan calon siswa lain..


Diantara teman-teman ada yang mengusulkan agar kita tetap teguh memegang pendirian untuk memilih calon siswa yang benar-benar tersaring secara normal dengan tanpa memberikan bantuan sedikitpun. Itu artinya kita menisbikan titipan. Ini mengusik nurani saya kepada pemilik yang telah menyampaikan titipan. Lalu saya sampaikan pendapat saya kepada teman agar perlunya kita menjaga adab kesopanan tersebut dengan cara menerimanya sepanjang calon siswa tersebut adalah siswa standar, meski kita memberikan bantuan.


Namun ketika teman mamaksa saya untuk hanya menggunakan argumentasinya, maka saya, dalam rangka menunjukkan adab sopan santun tersebut, mengajak teman untuk berpikir rasional dan riil. Bagaimana keputusan kita bila calon siswa itu adalah putera atau puteri dari
kita sendiri? Akankah kita tetap menggunakan kriteria pada umumnya tanpa memberikan bantuan sedikitpun jika ternyata putera-puteri kita itu memerlukan bantuan dari kita?


Dari sisi inilah kadang kita, sebagai karyawan, sering bersikap kurang menjunjung adab sopan santun. Dan ini muncul mungkin, karena anggapan bahwa para pendiri lembaga itu tidak cukup berjasa dalam membesarkan lembaganya. Inilah yang kadang memunculkan perebutan konsesi antara pihak operasional dengan pihak pemilik lembaga.

Dan inilah yang saya maksudkan dengan adab sopan santun. Dan pada sisi lain kadang juga melahirkan sikap yang kurang hormat dari kita. Ini memang murni dari sikap saya. Karena bagiu saya, jika saya sudah tidak cocok dalam pengembanan dari visi dan misi pemilik, lembaga maka resign akan menjadi pilihan saya. Bagaimana dengan Anda?


Allahu a'lam bi Shawab.


Selesai di Jakarta, 13 Februari 2010.

1 comment:

latifa hanoum syarief said...

keep the spirit pa,INNALLAHA MA'ANA.







Wassalam, hanoum
bintaro, pondok kacang