Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

21 January 2010

Ketika Anak Memilih Tempat Kuliah


Alhamdulillah. Dua anakku yang sama-sama duduk di kelas XII telah menyelesaikan SMA-nya tahun pelajaran 2008/2009 lalu. Mereka senang sekali. Mereka senang karena sudah tidak lagi mengenakan pakaian seragam. Juga sudah tidak akan sering-sering mengikuti upacara di sekolah lagi. Juga sudah tidak akan selalu masuk sekolah pada jam yang rutin sama. Senang karena, kata mereka sendiri, tidak anak kecil lagi. Kami sebagai orangtuanya juga gembira.
Lulus SMA, berarti juga adalah memilih tempat belajar yang baru. Banyak prediksi dan argumentasi yang kita gunakan sebagai penentu bagi pembuatan keputusan Ya atau Tidak. Saya jadi ingat ketika Si Sulung masuk SMA beberapa tahun lalu. Orang bilang SMA-nya dulu adalah sekolah untuk para pemakai. dan lain-lain. Maka kami ajak dia bicara.
Saya tanya padanya:

· Mantap kamu memilih sekolah ini?
. Mantap Yah. Jawabnya tanpa ragu.
. OK. Kata saya. Sehari-hari kamu di sekolah itu, adalah menjadi tanggung jawabmu. Ayah dan Ibu selalu akan mendoakan akan kesuksesanmu. Tetapi Ayah tidak bisa memberikan proteksi pada dirimu akan sesuatu yang tidak menjadi kehendak kita. Oleh karenanya, semua ada pada otonomimu untuk melakukan proteksi. Dan Ayah percaya bahwa kamu adalah anak baik. Amin. Kata saya disaksikan oleh Ibunya yang ada di sebelah saya. Dalam hati saya bermohon kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada putra saya ini.

Oleh karenanya, ketika mengajak diskusi dengan kedua anak saya dalam memilih jurusan dan tempat kuliah serta di kota mana mereka akan melanjutkan, adalah prosesi dalam mengajak anak kami untuk beranjak dewasa. Ada sedikit rasa agar anak kami menuruti kami, tetapi kami bersabar untuk meyakinkan diri bahwa pilihan mereka adalah yang paling tepat.

Kebingungan si sulung itu berlarut hingga awal Juli 2009. Dan ketika didesak lagi untuk segera menentukan pilihan kuliah dimana, dia menjawab: Kita sedang liburan. Jawaban ini dia sampaikan ketika kami sedang berada di Yogyakarta. Kalau ditanyanya sekarang, saya malah pusing. Lanjutnya.

Saya maklum. Dan saya selalu memiliki keyakinan bahwa anak-anak akan sukses dengan jalan yang dipilih dan dilaluinya. Dan sebagai orangtua mereka, keyakinan ini selalu saya visualisasikan. Tanpa ragu sekalipun. Ia sedang menggeluti bisnis bersama teman-temannya (Sukses Mas!).

Kami desak, akan menjadi apa kelak setelah lulus kuliah nanti? Pertanyaan ini kami maksudkan agar memudahkannya dalam menentukan pilihan. Tetapi tetap saja mereka berdua menjawab belum tahu. Si Sulung, setelah bingung mau meneruskan kuliah dimana, akhirnya memutuskan untuk belajar komputer di STIMK Jakarta.

Berbeda dengan si sulung, nomor dua saya, meski belum tahu ingin menjadi apa kelak setelah lulus kuliah, tetapi mantap untuk mengambil Bahasa Jepang. Saya mencoba untuk membujuk memilih jurusan sebagai guru. Ya seperti profesi ayahnya. Tetapi dia tegas memilih jalan yang diyakininya akan mengantarkan mimpinya belajar ke negeri Sakura.

Oleh karenanya, ketika mengajak diskusi dengan kedua anak saya dalam memilih jurusan dan tempat kuliah serta di kota mana mereka akan melanjutkan, adalah prosesi dalam mengajak anak kami untuk beranjak dewasa. Ada sedikit rasa agar anak kami menuruti kami, tetapi kami bersabar untuk meyakinkan diri bahwa pilihan mereka adalah yang paling tepat.
Alhamdulillah, hari ini, mereka telah memasuki gerbang perguruan tinggi. Jenjang bagi merealisasikan mimpinya untuk menjadi manusia sukses dalam Ridho Allah Swt. Amin.

Jakarta, 21 Januari 2010.

1 comment:

winda febria thamy said...

wah..tulisan Om Agus bagus2 yah...truly inspiratif!
Insya Allah belajar dari cara mendidik anak yg dilakukan om Agus dan tante Anti...aku mau ikutin buat Hilmi...komunikatif,motivatif,inspiratif,dan do'a orang tua yg tiada putus untuk anaknya,amiin...
thanks yah Om...