Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

07 December 2009

Tengleng Jalan Nayu


Bersamaan dengan libur Idul Adha 1430 H yang lalu, niat semula saya dan istri untuk menengok putri kami di Yogyakarta, akhirnya bersama keluarga besar bertambah agenda. Yaitu selain menengok anak juga wisata kuliner di Yogyakarta dan Solo. Dan salah satu tempat dari wisata itu adalah tengkleng di Jalan Nayu Solo. Lokasinya lebih kurang 500 meter dari Terminal Bus Tirtonadi.

Tempat ini direkomendasikan oleh kakak saya yang tinggal di Jakarta, yang saat mengetahui keberadaan kami di Solo untuk ke Pasar Klewer, kakak serta merta mendorong kami mengunjungi jalan Nayu dan menyantap tengleng langganannya, makanan khas Solo sejenis tongseng, yang seluruh materinya terdiri dari tetelan dan daging yang ada di kepala kambing. Rekomendasi ini dia berikan, tentunya, karena setiap kunjung ke kota ini Jalan Nayu selalu menjadi agenda utamanya.

Dan setelah empat kali bertanya, warung tengleng itupun kami temukan. Dan kami semua nyaris terperangah bukan pada tenglengnya, tetapi pada tongkrongan warungnya. Warung itu berupa emperan rumah yang dibuat seperti pendopo. Untuk para tamunya disediakan tiga deret meja kayu panjang sederhana. Di depan warung, untuk menghindari tetesan air hujan dan teriknya matahari ditutup dengan plastik bekas spanduk operator telpon warna biru.

Kami berpikir. Bagaimana mungkin kakak saya yang tinggal di Jakarta merekomendasikan kami untuk makan siang di Jalan Nayu yang ternyata seperti ini tongkrongannya? Dan untuk menilai enak dan tidaknya, saya bukan orang yang pas untuk itu. Soal makanan, saya hanya punya 2 kosa kata rasa. Yaitu enak dan uenak!

Tapi dari sini, saya sebagai praktisi di sekolah sekolah swasta mencoba untuk menarik hikmah. Karena sedikit banyaknya, pola berpikir pengembangan dan kompetisi menjadi bagian dari eksistensi sebuah sekolah.

Hikmah yang dapat saya petik untuk yang Pertama, Bahwa untuk menjadi dikenal dan didatangi orang, kualitas adalah nomor pertama. Lokasi di pelosok sekalipun tetap jaminan untuk menjadi dikenal orang. Karena kualitas akan berbuah menjadi loyalitas. Dan loyalitas memberi semangat kepada kita untuk mengeksplorasi. Tengkleng jalan Nayu tersebut adalah bukti konkrit apa yang saya sampaikan ini.

Bagaimana tidak loyal, wong tadinya saya ke Solo untuk makan di sekitar Pasar Klewer, e malah kakak ngotot merekomendasi yang berbeda. Hebatnya lagi kok ya kita terdorong untuk mengikuti. Dan kagetnya ternyata yang direkomendasikan itu berupa warung yang kalau di Jakarta disebut sebagai warung Tegal.

Kedua, Menjadi berbeda. Kadang selain kualitas, orang menjadi loyal dan tetap bersemangat untuk menemukan kita karena kita berbeda. Dalam suatu program, kadang apa yang terdapat di lembaga ini menjadi trend dan secara generik di kopi dan tiru oleh lembaga lain. Kopi dan tiru ini hanya akan melemahkan daya saing dari masing-masing lembaga atau masing-masing barang jualan.

Sedang menjadi berkemampuan untuk berbeda, adalah kemampuan untuk mencipta. Dan mencipta sesuatu yang berbeda, hanya terjadi jika telah melalui tahap menjadi tahu, fenjadi faham, menemukan aplikasinya di lapangan, melakukan evaluasi dari berbagai sisi dan membuat analisa.

Dan pengalaman Jalan Nayu, bagi saya telah membelajarkan bagaimana saya yang berada di sebuah sekolah untuk terus menjadi berkualitas dan berbeda.

Jakarta, Yogya-Solo, 27-30 November 2009.

1 comment:

Anonymous said...

Wah jadi pengen nyoba'in Tengleng Solo.

Kalau praktisi pendidikan sekaligus penulis, sedang liburan pun pengalamannya dapat dinikmati banyak orang.

Trims Pak Agus.

Wassalam,

Joko