Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

07 May 2012

UN SD 2012 #2)

Hari pertama Ujian Nasional tingkat pendidikan di sekolah dasar, yang mengujikan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia  telah berlalu. Ada satu catatan penting sekali berkenaan dengan pelaksanaan Ujian Nasional hari pertama itu, khususnya untuk saya sendiri.

Mungkin karena saya kebetulan selain guru, adalah juga orangtua dari anak-anak saya yang telah beranjak dewasa. Atau mungkin karena cara pandang saya dengan anak-anak saya yang aneh atau setidaknya tidak sama dengan para Ibu-Ibu yang pagi ini. Atau mungkin karena apa yang ibu-ibu lakukan terlihat heboh dalam memberikan dukungan kepada para anandanya,  yang saya saksikan justru yang aneh? Tapi ada baiknya jika pengalaman hari pertama Ujian Nasional ini saya catat sebagai kenangan saya.

Catatan itu berkenaan dengan kekhawatiran beberapa orangtua siswa, khususnya ibu-ibu, pada saat mengantar sang buah hati menuju gerbang sekolah, menunggui ananda yang sedang  mengerjakan soal ujiannya hingga selesai dengan berkumpul di halaman parkir sekolah. Atau mungkin saya salah mengasumsikan fenomena ini? Mungkin bukan khawatir yang dipertunjukkan mereka kepada kita semua ketika pagi-pagi para ibu-ibu orangtua siswa mengantar anak-anaknya hingga ke gerbang sekolah itu. Dan di sana, para ibu-ibu itu menempati kursi yang biasa untuk tempat menunggu Satpam.

Lalu apa jika fenomena itu jika bukan menifestasi kekhawatiran para orangtua ketika mengantarkan para buah hatinya untuk memasuki ruang ujian? Barangkali, itu adalah bentuk perhatian dan sokongan moril para ibu untuk suksesnya para anak-anaknya. Bukankah ini juga merupakan asumsi yang juga mungkin untuk benar? Pendek kata, karena Ujian Nasional adalah pintu gerbang bagi seorang siswa di sekolah formal untuk loos dan mendapatkan sertifikat, yang dengannya memungkinkan seseorang dapat atau tidak meneruskan pendidikannya di bangku sekolah negeri pada tahun berikutnya, maka lumrah bukan jika para orangtua menjadi begitu penuh perhatian kepada anandanya?

Saya dan Mereka

Dan fenomena inilah yang membuat saya dengan mereka, para ibu-ibu yang penuh perhatian itu berbeda. Pada sisi ini saya merasakan betapa saya mengabaikan usaha keras anak-anak saya ketika mereka menghadapi Ujian Nsionalnya masing-masing, tanpa saya atau istri saya mendampinginya hingga anak-anak saya itu sampai di halaman sekolahnya untuk mengerjakan soal-soal ujian. Dan ketika menengok kekeliruan saya itu, saya menjadi bertambah bersalah. Namun mengapa anak-anak saya sejak dulu hingga sekarang tidak pernah sama sekali mengajukan keberatan atau semacam protes kepada saya atas ketidakterlayaninya? Atau atas perlakuan saya yang biasa-biasa saja itu?

Karena saya berpikir ketika sebelum pelaksanaan ujian, saya merasa sudah memberikan sokongan kepada anak-anak saya dengan mengajaknya berdiskusi tentang apa dan dimana hal yang masih menjadi kesulitan bagi mereka. Kadang diskusi itu hanya bersifat bagaimana sulitnya soal-soal latihan ujian yang mereka hadapi. Atau diskusi bagaimana menemukan soal-soal yang benar-benar dapat membantu kesiapan ujian mereka. Atau kadang saya menemani mereka melakukan self assessment terhadap kisi-kisi atau Standar Kelulusan atau SKL yang biasanya juga di muat dalam buku=buku latihan ujian nasional.

Lalu bagaimana dengan dia yang penuh perhatian sebagaimana yang mereka perlihatkan pada pagi ini di halaman parkir sekolah? Saya berpikir mereka jauh lebih mempersiapkan putra-putrinya untuk benar-benar sukses dalam Ujian Nasional ini dengan, tentunya, memperoleh hasil UN yang maksimal. Semoga. Amin.

Jakarta, 07 Mei 2012.

No comments: