Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

21 October 2011

Mendirikan Sekolah

Tulisan ini adalah paparan salah satu pengalaman saya di sekolah. Mungkin ada yang akan melihat berbeda terhadap apa yang saya paparkan. Saya pikir tidak mengapa. Namun yang terpenting dari apa yang saya sampaikan di artikel ini adalah sebuah fragmen, yang mungkin dapat membuat kita sedikit dapat melihat sebuah fakta menjadi lebih holistik. Lebih integral. Karena paparan saya adalah paparan dari sebuah sisi dari fakta yang ada. Semoga.

Beginilah awal mulanya: Datang kepada saya beberapa tahun lalu dua orang. Tujuan kedatangan mereka adalah ingin diskusi tentang pendirian sekolah. Sekolah yang ingin mereka bangun di wilayah Jakarta. Sekolah yang akan menggunakan dua bahasa pengantar, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Tentunya sekolah formal.


Pertemuan Pertama

Kedatangannya itu adalah kedatangannya untuk kali pertama. Dan saya menyambutnya sebagai teman yang memiliki semangat edukatif yang tinggi. Senang sekali mendengar apa yang mereka uraikan kepada saya. Walaupun saya sempat tergaket ketika salah seorang dari mereka menanyakan gaji saya sekarang sebagai pegawai di tempat sekarang. Dan sekaligus mengajak saya untuk bergabung dengan mereka sebagai bagian dari manajemen.

Bukan karena sombong atau jaga image, jika kala itu saya tidak langsung mengiyakan apa yang disampaikannya. Namun untuk pertemuan pertama dalam sebuah paket yang menurut saya besar, dan sekaligus juga saya belum jelas gambarnya, maka mengiyakan ajakannya masih merupakan sesuatu yang hampa. Untuk itu saya menjawabnya dengan mengambang; Nanti dululah Bu, kita diskusikan dulu apa yang sesungguhnya Ibu-Ibu mau. Saya akan bantu Ibu hingga gambar dari cita-cita Ibu telah jelas koordinatnya. Pasti itu. Begitulah tanggapan saya. Dari pertemuan inilah saya akhirnya tahu apa yang diharapkan dari saya oleh mereka. Diskusi pada pertemuan pertama itu berlanjut untuk diskusi berikutnya di pertemuan kedua.

Pertemuan Kedua

Saya merasakan pelaksanaan diskusi kami pada pertemuan kedua lebih serius. Diskusi pada pertemuan ini bermuara kepada langkah-langkah pendirian sebuah lembaga pendidikan formal. Didampingi seorang sekretaris yang membuat catatan hail diskusi selengkap-lengkapnya, saya mencoba memberikan penjelasan dan tahapannya, tentunya setahu saya dan sebagaimana apa yang pernah saya alami selama ini selaku praktisi di sekolah. Diskusi pada pertemuan ini berlangsung seusai saya pulang kerja hingga magrib usai. Seperti diskusi pada pertemuan sebelumnya, pertemuan ini berakhir kepada janjian untuk pelaksanaan diskusi berikutnya yang bertemakan tentang budget. Mereka meminta saya untuk membuat ilustrasi budget yang dibutuhkan untuk sebuah sekolah baru.

Sekali lagi, karena saya praktisi pendidikan, maka untuk perkara budget, sesungguhnya tidak terlalu menguasai. Alhamdulillah, kebisaan saya dalam perkara budget hanya standar saja. Ini pun karena selama ini saya diminta oleh teman-teman di Yayasan dimana sekolah tempat saya berada, untuk juga merumuskan budget sekolah menjelang tengah semester kedua berakhir. Dengan keterampilan seperti itulah saya membuatkan budget sekolah mereka.

Pertemuan Ketiga

Pertemuan ini berlangsung juga setelah beberapa waktu lamanya saya menantikan dan tidak kunjung mendapat undangan untuk datang. Seperti komitmen dari pertemuan sebelumnya, bahwa saya diminta membuat ilustrasi anggaran. Maka dalam diskusi kali ini yang menjadi fokus kita adalah anggaran. Mulai dari tanah untuk lokasi sekolah, tentu dengan pertimbangan daerah mana yang memungkinkan untuk pendirian sekolah serta luas yang dibutuhkan. Bangunan yang diperlukan dengan estimasi isinya. Juga personel yang harus ada pada tahun pertama sekolah tersebut ada selain pengelolanya sendiri.

Dengan melihat kebutuhan yang harus dikeluarkan, sebagaimana yang saya paparkan pada alenia di atas, maka keluarlah angka estimasi yang ternyata tidak murah. Sekedar untuk lokasi saja, jika harga tanahnya saja Rp 2,000,000 per meter, dan luas yang diinginkan lebih kurang 5 ribu meter persegi, maka untuk biaya tanah saja sudah harus mengeluarkan investasi sebesar Rp. 10,000,000,000! Ini tentu saja perlu mempertimbangkan apakah ada tanah seluas itu di wilayah Jakarta dan dengan harga yang semahal itu?

Sebagai pelengkap, saya juga perlu kemukakan kepada mereka tentang jumlah siswa masuk yang dapat ditampung pada setiap tahunnya. Estimasi siswa ini akan berkait langsung dengan pengembalian dana investasi awal yang relatif tidak sedikit plus biaya operasional pendidikan di bulan selanjutnya. Alhasil, saya menutup sesi diskusi kalai itu dengan kalimat: Jangan pernah mencari surplus dari sebuah pendirian sekolah dalam waktu singkat. Karena bukan tempat yang pas dan hanya akan membuat tidak bahagia. Tapi jika memang untuk investasi akhirat, mungkin pintu gerbang terbuka lebar.

Setelah diskusi pada pertemuan itu, saya tidak pernah lagi mendapat undangan untuk diskusi selanjutnya. Saya tidak tahu mengapa undangan diskusi berikut tidak sampai ke saya. Mungkin mereka sedang butuh waktu untuk membuat strategi, atau mungkin ada orang lain lagi yang lebih mampu memberikan bantuan kepadanya.

Dan saya sampai kini berprasangka bahwa pilihan kedua itu yang terjadi. Semoga.

Jakarta, 21 Oktober 2011.

1 comment:

latifa hanoum syarief said...

Aslkm P Agus, Smg Allah memberkahi, Nice writing =)