Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

02 December 2010

UN, Pemetaan, dan Peningkatan Kualitas Pendidikan

Hingga hari ini, Kamis tanggal 2 Desember 2010, pernyataan Menteri Pendidikan Nasional tentang Ujian Nasional masih menjadi bahan diskusi teman-teman di milis. Pernyataan itu bernada ketidak setujuan Menteri terhadap sebagian orang yang berpendapat bahwa kalau Ujian Nasional tidak perlu diselenggarakan jika pemerintah belum siap dengan formula revisi Ujian Nasional sebagaimana yang dipersyaratkan oleh DPR. Yaitu agar hasil Ujian Nasional tidak memveto kelulusan siswa seperti yang selama ini terjadi. Karena jika ini yang masih terjadi, maka apa yang menjadi diskusi agar waktu dan hasil belajar siswa selama berada di jenjag pendidikan yang ditempuhnya tidak terbuah sia-sia oleh peristiwa tiga (4) atau enam (6) hari dalam pelaksanaan UN.

Komentar menteri yang terasa janggal dinilai oleh para pendidik yang tidak dalam barisannya adalah ketidak setujuan menteri untuk menghapus atau meniadakan UN. Bahwa jika itu pilihan yang dijatuhkan, maka kita akan memanjakan siswa yang adalah anak-anak kita sendiri.

Pada Jumat, 26 Nopember 2010 yang lalu, penulis berkesempatan untuk meminta pandangan dari Prof. Paulina dari SEE Jakarta saat rekat makan siang di acara Leadership Forum ANPS-BI di Legian Bali.

  • Apa keberatan kita tentang penghapusan UN yang ada? Tanya saya.
  • Karena jika tidak ada, kita tidak memiliki satu standar yang berlaku secara nasional sebagai bahan untuk pemetaan pendidikan di tanah air. Maka yang terjadi selanjutnya, pemerintah atau lembaga luar akan masuk dan melakukan pemetaan. Jelasnya.
Pada sisi ini saya paham sekali. Artinya, jika pemetaan atas kualitas pendidikan dapat diketahui, maka langkah berikutnya adalah langkah perbaikan atau peningkatan atau pengembangan dari tiap-tiap daerah tersebut. Pada titik ini saya bertanya pada diri sendiri; Apakah lingkaran seperti ini selama ini dijalankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan? Tidak bisa saya jawab. Mungkin sudah tetapi mungkin juga belum. Karena sebagai bagian dari sekolah swasta yang dinamakan pembinaan oleh pengawas pendidikan kepada teman-teman guru di sekolah saya selalu memperoleh feedback cukup sebagai nilai maksimal mereka?

  • Tapi mengapa setelah UN dilaksanakan tetapi juga masih mejadi polemik? Tanya saya selanjutnya.
  • Karena hasil UN tersebut masih menjadi tolok ukur kelulusan. Jelasnya.
Diskusi saya dengan Prof. Paulina tidak berhenti disitu. Kami masih diskusi banyak hal tentang pendidikan dan khususnya guru. Termasuk juga pendapat guru PNS dan guru swasta. Namun semua itu harus berhenti ketika waktu rehat berakhir.

Jakarta, 2 Desember 2010.

No comments: