Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

19 December 2010

"Anda Harus Tahu, Saya ini Pejabat!"

Ini kisah perilaku kampungan yang lain lagi dari saya. Bukan saya sendiri pelakunya, karena saya cukup tahu diri dari mana asal usul saya, namun teman-teman saya yang pernah menjadi korbannya. Seperti judulnya, maka kisah ini akan mempertunjukkan kepada kita, InsyaAllah, betapa masih ada orang-orang pintar atau orang-orang yang benar-benar menjadi orang penting atau menjadi pejabat, yang ada di sekitar kita, yang harus menyebutkan posisi kerjanya atau jabatannya yang mungkin menurutnya paling mulia di dunia ini. Pasti untuk tujuan pengakuan dari lawan bincangnya.

Seperti kita pahami bersama bahwa sebagai perilaku, ia bisa sekali hinggap pada diri siapa saja. Termasuk saya dan Anda. Tapi sekali lagi, karena asal usul saya yang memang 'kismin 'dan ndeso dari sananya, justru itu membuat saya ngak pede. Apakah orang kota, orang desa, orang kampung, atau bahkan orang norak sekalipun bisa terjangkit sakit ini. Penyakit yang tidak pandang bulu asal muasalnya. Sebagai perilaku yang bisa menjadi milik siapa saja, ia punya prinsip dasar saat menghinggapi seseorang. Yaitu manakala orang tersebut merasa dirinya yang paling pintar diantara orang disekitarnya. Yang merasa paling berkuasa, yang paling penting, yqng paling apa saja. Biasanya perilaku ini akan menjadi karakter sombong atau angkuh. Munculnya seperti yang saya katakan semula, terlalu percaya diri untuk menghargai dirinya lebih dari pada orang lain.

Akibatnya turunannya atau implikasi selanjutnya yaitu penyakit bebal sosial atau bodoh horisontal. Artinya ia tidak tahu dan tidak sadar kalau día sedang sakit bebal. Padahal orang di sekitatnya melihat día tidak lebih baik atau sama dengan, dengan apa yang ada dalam benaknya.

Kisah ini tentu saya tulis karena beberapa orang yang saya kenal mengalami trauma akibat penyakit kampungan ini. Mungkin juga pernah Anda derita. Seperti kawan saya ini. Ia mendapat telpon dari orang yang kecewa karena terlalu cepat memberikan penilaian. Maka nada bicaranya yang tinggi hati dan mendikte, keluarlah umpatan kampungannya: "Ibu harus tahu ya, saya itu siapa. Saya Pejabat! Saya anggota ..." .

Tentu Anda dapat membayangkan bagaimana bahasa tubuh orang tersebut saat kata-katanya meluncur. Lebih-lebih saat ia mengatakan "Saya Pejabat. Saya anggota...". Pasti mimik mukanya sinis dan siap menelan Anda. Dan jika Anda atau saya kebetulan di depannya, hanya akan dilihatnya tidak lebih daripada kutu busuk yang sudah siap dilumat benda keras.

Repotnya, orang kampungan model seperti ini tidak bergentayangan di terminal bis kota atau stasiun kereta api. Namun justru menjadi bagian dan penghuni kantor-kantor keren. Yang kalau untuk menjadi korp disitu harus melalui pesta demokrasi yang maknanya tidak beda dengan pesta bagi rezeki.

Dan meski posisinya 'terhormat', karena begitulah orang menyapa ketika dalam rapat resminya, tetap saja mental kampungan itu membuat orang memposisikannya rendah. Tentu tetap ada saja yang menyanjung-nuanjungnya sebagai orang terhormat, yaitu orang-orang bermental penjilat yang mengharapkan materi darinya.

Untuk itulah, maka saya sampaikan kepada kawan itu agar menghadapi orang-orang kampungan itu dengan mendoakannya agar diberikan keinsyafan. Karena seperti sejarah telah membelajarkan kepada kita bahwa kehormatan hanya dapat dimiliki oleh mereka yang memiliki sifat, perilaku atau karakter yang bertanggung jawab, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, kerja sama, sopan, peduli, hormat dan sabar. Bukan mereka yang berperilaku kampungan sebagaimana yang saya sampaikan di atas.

Mudah-mudahan Anda percaya dengan kesimpulan saya ini. Dan saya tidak berharap Anda sendiri punya rasa bangga diri yang berlebihan tanpa bisa mengontrolnya, sehingga lupa kalau sikap itu adalah titik tolak menjadi kampungan.

Jakarta, 18-19 Desember 2010

1 comment:

latifa hanoum syarief said...

Assalamu'alaikum pak Agus, smg ALLAH selalu mlmphkan rahmat - NYA yg tak pernah berkesudah.Stelah membaca artikel bapak, hanoum ingin tnya : apa yg shrsnya kita lakukan jika kita bertemu dengan orang - orang seperti yang bapak gambarkan di atas ? yng notabene jabatannnya berada di atas kita ?