Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

07 July 2009

Jalan Raya Merefleksikan Pemimpin

Menelusuri jalan-jalan yang ada dari Jakarta menuju Yogyakarta melalui wjalur Cikampek, Palimanan, Losari, Ketanggungan, Prupuk, Bumiayu, Wangon, Jatilawang, Buntu, Banyumas, Gombong, Kebumen, Kotowinangun, Prembun, Kutoarjo hingga memasuki DIY pergi dan pulang, saya mendapatkan kesempatan untuk ikut menikmati atas hasil kerja Bapak/Ibu yang kebetulan sedang menjadi Pemimpin yang ada disetiap wilayah tersebut. Juga infrastruktur lain termasuk jelasnya petunjuk jalan menuju tujuan yang ingin saya tuju.

Diantaranya adalah jalanan yang lebar dan mulus dengan rambu yang jelas, yang membantu kami sekeluarga ketika perjalanan di malam hari yang gelap, atau pohon yang rindang di kiri dan kanan jalan yang membuat suasana menyejukkan di hati. Atau keadaan sebaliknya, dimana jalanan masih saja sempit ukurannya dengan kiri kanan jalan yang terus saja dibiarkan melompong tanpa ada tanda-tanda tanaman yang ditanam. Bahkan kalau pun ada jembatan yang dibuat baru tetap saja dengan ukuran yang tidak dibuat lebih lega dan lebar.

Semua memang bergantung dari anggaran. Tergantung dengan APBD. Atau bentuk prosedur yang lainnya. Tetapi apakah saya, sebagai pemudik dan pengguna jalan yang harus membuat perencanaan atau melakukan semua hal yang berkaitan dengan hal itu?

Situasi semacam itu, dari tahun ke tahun sejak saya menjadi perantau di Jakarta, dan karena selalu mudik hingga dua atau empat kali dalam satu tahunnya, yang tetap nyaris sama. Ditambah perlintasan kereta api di wilayah tersebut, yang diantaranya pasti menjadi timbulnya kemacetan ketika musim Idul Fitri, yang juga hampir tidak memiliki perkembangan penyelesaian dari tahun ke tahun, membuat saya memiliki kesimpulan bahwa, kondisi jalan raya adalah bentuk implikasi dari model kepemimpinan.

Saya membayangkan bagaimana pemimpin saya tersebut duduk di bangku belakang kendaraan yang kemudian merasakan betapa ada yang kurang ketika melintasi jalan raya di wilayahnya. Lalu pemimpin saya ini membuka buku budgetnya (mungkin namanya APBD?) ketika sampai di ruang kantornya, atau melakukan pengecekan terhadap laporan pertanggungjawaban terhadap jalur jalan raya yang baru saja dilaluinya kemudian menemukan sesuatu yang membutuhlan klarifikasi bawahannya. Lalu dimintanya bawahannya memberikan penjelasan tambahan terhadap proyek yang baru saja selesai dikerjakannya. Untuk kemudian pemimpin saya ini memberikan instruksi agar proyek direvisi karena ditemukan ketidakbenaran.

Dan karena pola kerja yang semacam itu maka pada tahapan berikutnya seluruh pembangunan infrastruktur atau proyek apapun yang ada di bawah kendali pemimpin saya tersebut menjadi sesuatu yang linier kualitasnya dengan harganya.

Saya juga membayangkan pemimpin saya ini melakukan gerakan hijau bersama warganya untuk menanam di setiap jengkal tanah yang ada di pinggir jalan raya. Termasuk juga memberikan rambu keselamatan di setiap tikungan dan belokan yang ada di pinggir jalan raya. Dan tidak ketinggalan memberikan spot light yang menyala cemerlang ketika para pengendara melewati jalur yang ada.

Alangkah bahagia saya. Meski saya hanya seorang pemudik. Saya merindukan pemimpin yang memahami bagaimana teriknya perjalanan di siang hari atau betapa pekatnya berkendara di malam hari. Saya merindukan...

Purworejo, 2 Juli 2009.

No comments: