Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

08 August 2025

Ngomongin Guru dan Kompetisi Sekolah


Siang ini kambali saya akan bicara dengan guru-guru terbaik saya tentang masa depan sekolah. Ini menjadi hal yang penting agar akhir pekan ini tidak terlalu dihantui pikiran negatif tentang egoisme. 

Ya benar, tentang egoisme. Pengakuan diri yang berlebihan. Sehingga beberapa guru yang saya kenal bagus ter[eleset dengan ke akuannya. Merasakan bahwa aku nya berkompetensi. Aku nya memiliki kemampuan bagus untuk menggantikan seniornya sebagai pimpinan atau leader. Aku nya yang merasa mampu bukan mampu merasa.

Oleh karenanya, saya akan menyampaikan bahwa sebagai bagian dalam sebuah sekolah formal swasta Islam, maka harus menjadi paradigma dasar kita adalah, bahwa kita adalah bagian inheren dari sebuah fenomena sosial berikut ini;

1. Kita sebagai bagian dari Sekolah Umum

2. Kita sebagai bagian dari Sekolah Swasta

3. Kita sebagai bagian dari Sekolah Islam,

Yang dengan demikian maka keberadaan kita sebagai bagian dari koordinat tersebut, dan sekaligus juga kita sesungguhnya sedang dalam kompetisi. 

Sebagaimana kita yakini bersama bahwa jika dalam sebuah kompetisi, maka hakekatnya kita adalah dengan sekolah lain sama-sama sebagai kompetitor. Dan dalam ranah ini, eksistensi kita tetap berlanjut bila menjadi pemenangnya. Berbeda jika pasarnya gemuk, maka kita akan tetap bisa menjadi pemenang bersama-sama. 

Lalu apa yang menjadi tahapan berikut setelah kita memahami paradigma dasar tentang Sekolah Swasta Islam? Tidak lain adalah apa yang menjadi etalase kita sebagai sekolah. Yang antara lain adalah;

1. Fisik Sekolah

2. Fasilitas Sekolah,

3. SDMnya.

Yang dalam ketiga sisi yang ada tersebut, akan saling kait dan saling memberikan pengaruhnya. Bangunan fisik selain kokoh dan indah, juga adalah pemeliharaannya. Terpeliharanya fisiknya, bagusnya, bersihnya, dan kecemerlangan sebuah gudungnya. Demikian pula dengan keberadaan fasilitas sekolah yang ada.

Selain fungsi dari fasilitas yang tersedia, juga adalah keakraban warga sekolah dalam memanfaatkan fasilitas yang dimilikinya. Untuk itu, maka tingkat kesibukan fasilitas sekolah harus menjadi prioritas agar fasilitas tidak sekedar sebagai pemanis penampilan.

Sedangkan SDM, akan menjadi soko guru bagi keberlangsungan sekolah. Mengingat Guru atau pendidik dan tenaga kependidikan yang akan memberikan ruh bagi tumbuhnya dan derasnya cerita baik dari murid yang ada didalamnya kepada orang-orang terdekatnya di rumah.

Yang dari cerita baik tersebut akan memberikan efek dengung positif di atmosfir persaingan.

Jakarta, 8 Agustus 2025

07 August 2025

Penampil Baru

Hari ini, saat istirahat pagi, di kantin sekolah saya yang selalu riuh oleh anak-anak remaja yang keluar kelas untuk istirahat makan, ada yang berani tampil di panggung yang memang sengaja dibuat di kantin, untuk menyanyikan lagu pop. Tidak ditunjuk, tetapi dengan keiinginan sendiri untuk menyanyi dengan di diiringi oleh Pak Guru musik. 

Semua yang mem[erhatikan ini bersorak dan bertepuk tangan untuk memberikan semangat pada si pemberani ini. Hebat.

Beberapa saat kemudian, benarlah si pemberani ini mengumandangkan suara merdunya. Teman-teman lainnya yang duduk di meja makan dengan santapannya masing-masing menyimak syair kata dalam lagu yang bagus itu. Termasuk diantaranya saya sendiri yang menyempatkan untuk mengambil vedio.

Bagi saya, ini menjadi momentum penting untuk sebuah proses pembelajaran. Mengungat ini adalah awal semester, dan remaja itu telah menunjukkan diri untuk berani tampil. Terlebih lagi, dia adalah satu dari sekian siswa yang baru duduk di kelas 7.

Dan suaranya yang lumayan itu, yang sudah berhasil saya rekam di seluler saya, segera saya distribusikan kepada teman-teman manajemen sekolah untuk menjadi bukti betapa potensi seorang anak baru saja terbit.

Dalam kondisi seperti ini, saya ingin juga memberikan bukti kepada teman-teman guru untuk memacu murid-muridnya guna berani menunjukkan dirinya meski pasti dalam suasana hati yang kekik dan malu.

Dan keberanian, atau tekad untuk nekad tampil, menurut saya akan menjadi bagian paling pokok untuk unjuk gigi ke depannya.

Jakarta, 7 Agustus 2025.

06 August 2025

Jalan Lingkar Ambarawa

Menyusuri jalan lingkar yang satu ini menjadi rutinitas bagi saya dan keluarga saat kami harus mengunjungi keluarga yang ada di Purworejo atau juga di Sleman, Yogyakarta. Jalur ini saya pilih untuk berbagi dengan warga yang ada dan sedang di Pasar Ambarawa itu. Sehingga perjalanan saya akan lebih lancar dan relatif cepat meski harus memutar dan menambah jarak tempuh.

Saat saya kembali ke Jakarta, maka Gunung Merapi di sebelah kanan saya akan selalu terlihat disaat cuaca cerah di siang hari itu ketika melintas jalan lingkar luar kota Ambarawa (Sabtu,05 April 2025 pukul 08.30).

Berada diseberang yang jauh dari Rawa Pening. Sementara di seberang jalan yang saya lintasi ada benteng peninggalan perang.

Apakah ada hubungan dengan keberadaan kereta api yang stasiunnya menjadi Museum Kereta Api Ambarawa? Pertanyaan ini menjadi penting saat saya teringat dengan teks sejarah di buku yang saya baca.

Seperti yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Api Islam Jilid 1 halaman 224; "Kereta api menurut teori daratan dari MC Kinder, tidak hanya berfungsi sebagai alat transformasi ekonomi, melainkan lebih difungsikan sebagai Benteng Stelsel. Artinya fungsi utamanya sebagai penunjang mobilitas gerakan operasi serdadu Belanda dalam upaya mempersempit ruang gerak perlawanan Ulama dan Santri."

Itulah kenangan yang ada dalam benak saya manakala melintas di Jalan Lingkar Ambarawa...

Menanam

Ada yang sebelum melakoni dibuatkan road maps detail dan terukur hasil akhirnya. Menjulang tinggi mengangkasa laksana bintang. Divisualisasi dalam setiap jengkal perjalanan tanpa boleh ada celah dan cela. Wah hebat. Angan² memang harus menjadi catatan. Meski masih angan². 

Sepertinya itu yang telah mengakar pada sanubari saya. Namun bersyukur, mendapati gambaran nyata didepan mata yang sayang untuk tidak menjadi catatan tambahan. Harapannya bisa menjadi pemicu adrenalin. Jantung menjadi lebih berdenyut kencang dari normalnya.

Bahwa realita bisa dan selalu ada pada timbangan kebaikan dan sisi keburukannya. Karena persfektif bisa berangkat dari mana yang diinginkan. Begitulah kenyataan nya. 

Bahwa lingkungan begitu berlimpah memberikan panorama pada kita semua. Semua kita tanpa pilih kasih. Harapannya semoga anugerah radar kefitrahan menempel erat selalu. Agar persfektif kebaikan menjadi koordinat dalam melihat dan merenung.

Tidaklah harus selalu menghitung untung atau buntung. Jalani saja terus sesuai titik yang sdh di tentukan. Semua proses perjalanan pasti ada perhitungannya. Jangan ragu akan salah pencatatan. Semua alat ukur nya sdh terkalibrasi. Tidak akan mungkin bisa diakali. 

Bahwa yang ada di depan mata adalah sumber inspirasi.  Maka ajari selalu untuk bisa teliti dan bukan menguliti. Agar supaya setiap momen menjadi manifestasi kenangan. 

Sungguh, saya sadari bahwa, setiap yang di depan mata sesungguhnya anugerah sebagai sumber belajar.

Jadi menanam saja terus. Merawatnya dikemudian. Tidak harus menanti akan seperti apa nantinya. 

Jakarta, 07.10.2024

Yogayakarta

Ada foto di tangga masjid sebuah gedung Muhammadiyah di Yogyakarta yang tetap m,enjadi kenangan saya bersama dua teman baik di Jalan Limau, di tahun 1990an. Berlokasi di dekat Pasar Sepeda di pojok benteng wetan. 

Bersama teman²  menjelajahi kota yang pernah saya kunjungi berulang kali di 10 tahun lalu, sebelum kunjungan saya itu. Atau 4 dekade dari hari ini. Waktu yang sudah jauh. Terlalu jauh untuk sebuah perubahan. Namun mengapa tahun yang berjarak itu selalu saja terasa berlalunya begitu cepat?

Teman²ku ini menua juga seperti kita. Walau belum pernah jumpa lagi. Pernah bertemu sapa di trotoar yang sudah tidak sempurna lagi di pinggir jalan KS Tubun Slipi. Namun momentum tdk memungkinkan kami untuk saling berbagi berita. Lalu terlupa begitu saja. Sampai hari ini saya menulis cerita.

Ada 8 hari kenangan kami di kota itu. Sejak awal kedatangan kami. Menginap di hotel di wilayah Kampung Bule. Wira wiri naik becak atau bahkan taksi. Hingga menjelang kembali ke Jakarta terpaksa harus terus menerus berjalan kaki. Setiap waktu dari dan ke Malioboro hingga Jalan Pramuka. Bukan karena sakti atau uji ketahanan. Tapi uang saku yang tersisa memang hanya cukup untuk tiket bus ekonomi di terminal Umbul Harjo. 

Beberapa kali bermain juga ke kos teman² yang  menerima kami belajar disini. Menjadi tahu bagaimana para perantau itu berjuang menimba ilmu. Kamar² kosnya berisi lemari ala ala dan divan lebar di kamar besar yang dihuni bersama-sama. Mereka masih memasak dan berbagi kamar mandi bersama. Gambaran anak kos masa lalu. Tentunya tdk semuanya seperti itu. Karena ada juga yang kontrak Vila di atas sana dengan transportasi Kijang Grand berpendingin. 

Dan kenangan kamar kos teman² sepekan saya itu, para pemburu masa depan itu, sudah hilang sejak anak² saya kembali menghuni kota ini di tahun 2010. 

Kebersamaan, even tempat tidur dan kamar mandinya, telah berganti kamar kos dengan kamar mandi sendiri². Hasrat "mager" generasi baru sudah mulai terlayani...

Teman²ku, dimana kamu hari ini?