Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

01 July 2012

Tutup Mulut

Sembari menunggu acara kegiatan yang saya hadiri segera digelar, pagi itu, 26 Mei 2012, saya mengisi waktu menunggu dengan membaca berita di media sosial yang ada. Dari sekian barita yang terpampang di layar,  saya memilih berita, yang menurut saya menarik untuk dibaca isinya dan tidak sekedar judulnya saja. Berita itu, di bawah ini saya kutipkan, menarik untuk saya baca karena tampak dari judul yang disajikan, saya merasakan ada kesamaan logika dengan apa yang saya alami di sekolah dimana saya bekerja. Kesamaan itu pada pola perilaku yang ditunjukkan oleh beberapa remaja kami di sekolah dan 'imbalan' para orangtua mereka, yang kebetulan mereka itu adalah anak didik kami.

Berita itu saya temukan dalam @infoSMG: Banyak Orang Tua Jadikan iPhone "Mainan Tutup Mulut" http://t.co/yrFQCoV1.

Kesamaan?

Itulah yang saya dapatkan. Walau dalam berita itu saya menemukan pengungkapan fenomena dengan kalimat yang berbeda, tetapi esensi dari fenomen tersebut terdapat kesamaan. Dengan akar masalah yang pada umumnya sama dengan yang terjadi dan dilakukan oleh para remaja. 

Bahwa ketika ada perilaku yang dalam bahasa yang sebagian orangtua disebut nakal, maka sesungguhnya ada protes terhadap apa yang terjadi. Atau 'nakal' remaja itu identik dengan tuntutan mereka. Remaja-remaja itu harus melakukan protes dalam bentuk berperilaku tidak sesuai dengan harapan lingkungannya karena 'protes' secara lisan dan santun sudah tidak tertangkap oleh radar para orang yang diharapkannya. Kita dan sebagian guru atau orangtua sudah tidak peka dalam menangakap maunya remaja. Setidaknya itu pendapat saya.

Dan kalau protes sebagai sinyal untuk meminta perhatian atau permohonan itu yang tertangkap oleh orangtuanya hanya gejalanya dan bukan sumbernya, maka remaja itu dengan otomatis akan memberikan tambahan gradasi protesnya. Pada tahapan ini, orangtua semakin kesulitan untuk benar-benar dapat menemukan sumber masalahnya.

Sebagai gambaran paling sederhana adalah ketika saya melakukan pembelajaran di dalam kelas. Maka ketika mereka bosan dengan cara dan strategi yang saya hidangkan ke hadapan mereka, maka bentuk 'protes' yang mereka lakukan adalah akan berlaku apatis dan masa bodoh, atau mungkin malah mengobrol. Menyakitkan saya bukan? Namun ketika pada pertemuan berikutnya saya masih tetap dengan gaya dan perilaku saya dalam membelajarkan mereka, maka tahapan berikutnya adalah tidak kondusifnya kelas itu. Maka langkah yang bagus dan sulutif adalah saya merubah gaya dan pendekatan mengajar saya. Dan ini adalah bentuk perubahan yang mendasar. Karena ini adalah sumber dari muncul dan lahirnya masalah manajemen kelas saya.

Bagitu pula dengan mereka yang bermasalah dengan orangtuanya di rumah. Dengan memberikan fasilitas yang seolah-olah sebagai solusi dari tuntutan mereka, maka inilah yang masuk dalam kategori usaha tutup mulut. Apakah masalah dapat berakhir? Saya dapat pastikan bahwa strategi ini akan melahirnya penyakit baru bagi remaja. Sangat boleh jadi masalah yang akan lahirr nanti semakin akan membuat hubungan antara orangtua dan remajanya semakin absurd dan sulit terurai.

Inilah pelajaran yang saya dapat ambil ketika membaca berita tentang stragtegi tutup mulut yang menjadi andalan bagia sebagaian kita dalam menyelesaikan masalah.

Jakarta, 26/05-01/07/2012.

No comments: