Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

18 August 2011

Kitalah Pemandu Masa Depan Mereka

Inilah tulisan ungkapan kegundahan seorang orangtua siswa dalam Kotak Surat di harian Kompas pada Jumat tanggal 12 Agustus 2011. Sebuah ungkapan kecewa atas kondisi dunai pendidikan yag kita jalani hingga searang ini, terutamanya berkenaan dengan pelaksanaan Ujian Nasional.

Sebuah cerita yang pasti akan mengundang berbagai tanggapan dari kita semua, sesama anak bangsa. Atau mungkin sesama orangtua siswa yang bersekolah di negeri tercinta ini untuk merajut masa depan yang lebih baik. Ini semua tergantung dari mana kita masing-masing berangkat dan mengambil pijakan pada saat berargumentasi.

Saya sendiri memahami sekali bagaimana pedih dan sakitnya ketika pendidikan tidak lagi berdiri kepada esensi yang seharusnya dipijak. Pendidikan sekarang ini hanya mengerucut kepada hasil UN saja. Dan bahkan nyaris tidak perduli dengan usaha atau ikhtiar yang dilakukannya untuk mencapai hasil itu. Ini pulalah yang saya tulis dalam artikel saya sebelumnya ( ... saya rilis di blog ini tanggal ...), berkenaan dengan pengalaman yang menimpa keponakan saya tentang nilai UN-nya yang tidak 'menjanjikan' untuk dapat berebut kursi di bangku sekolah negeri. Syukurnya, keponakan saya itu, dengan izin Allah, memperolehnya.

Dan dari apa yang Ibu Eka tulis dalam surat kabar itu, saya bermaksud mengingatkan kita semua terhadap komitmen kita dalam memandu dan menghantarkan anak kandung kita sendiri atau anak didik kita menuju sukses di masa yang akan datang. Masa dimana anak kita itu berada di usia seperti kita hari ini.

Satu; Komitmen untuk tidak mengejar pepesan kosong. Hal ini berbasis dengan apa yang menjadi keyakinan saya tentang tujuan pendidikan kita sendiri. Dimana dinyatakan bahwa tujuan pendidikan kita, yang termuat dalam UU No 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Bab II pasal 3, yang berbunyi: bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia...

Keyakinan bahwa pendidikan adalah bentuk pengembangan potensi peserta didik harus mengacu kepada apa yang kita yakini bersama bahwa peserta didik memiliki potensi kognitif, potensi psikomotorik, dan potensi afektif. Ketiga potensi ini menjadi holitisitas. Artinya, jika hanya hasil UN yang menjadi penting dalam mengukur keberhasilan anak kita, bukankah ini berarti kita sedang menimang-nimang pepesan kosong belaka? Karena UN hanya mengukur potensi kognitif atau potensi akademik belaka. Lalu dimana nilai psikomotorik dan potensi afektif. Apakah kita cukup percaya diri untuk meyakini bahwa hasil UN sama dengan akhlak mulia dari anak kita?

Dari titik inilah saya mengajak kita semua untuk yakin bahwa hasil UN hanyalah salah satu dari hasil pendidikan dari anak kita di sekolah. Dan pati bukan satu-satunya. Namun dengan semua ikhtiar kita agar anak kita mendapatkan hasil UN yang bagus dengan berbagai cara yang tiak terhormat seperti yang disebutkan oleh Ibu Eka dalam Surat Pembaca tersebut, adalah cermin dari keyakinan kita bahwa UN adalah segala-galanya.

Dua; Komitmen untuk percaya diri bahwa hasil UN yang baik sangat mungkin diikhtiarkan tanpa melibatkan ketidakjujuran dalam bentuk apapun. Komitmen ini harus mendarah daging terutama bagi orangtua siswa dan guru serta sekolah. Dengan komitmen ini, semua bujuk rayu dan rekayasa jahat seperti apapun pasti tertolak. Komitmen orangtua dan sekolah ini harus juga dialirkan kepada anak-anak sebagai peserta didik, sebagai pelakunya.

Mengapa saya begitu yakin dengan komitmen ini? Karena pemerintah akan mengeluarkan Kisi-Kisi atau SKL lebih kurang empat bulan sebelum Ujian Nasional berlangsung. Kisi-kisi dan Standar Kompetensi Lulusan ini adalah induk dari materi kognitif yang nantinya akan menjadi soal atau pertanyaan yang akan keluar dalam Ujian Nasional tersebut. Oleh karenanya, saya dapat katakan bahwa Kisi-Kisi atau SKL adalah peta sukses UN. Tentunya peta dengan koordinatnya yang lengkap. Dan bukan peta buta. Jika demikian, maka sungguh janggal jika kita masih juga mencari cara tidak terhormat untuk sebuah hasil UN yang memungkinkan kita bermartabat?

Tiga; Komitmen bahwa bentuk ikhtiar yang haram hanya melahirkan ketidakberkahan. Komitmen ini harus juga mendarah daging dalam darah kita. Adakah logika bahwa hasil sebuah usaha yang tidak jujur akan melahirkan sebuah ketenangan atau keberkahan atau kesehatan dimasa berikutnya sebagai implikasi? Tidak ada logika seperti itu. Oleh karenanya mari kita luruskan kembali komitmen kita untuk menuju kehidupan yang penuh berkah dimasa depan dengan berikhtiar sekuat tenaga pada hari ini. Tentu dengan selalu meminta bantuan dari Yang Maha Esa dalam bentuk permohonan dan doa. Semoga. Amin.

Jkt, 12-21 Agustus 2011/12-21 Ramadan 1432 H.

1 comment:

BRAJA said...

Maju terus Pak !