Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

12 April 2010

Pelajaran di Hari Libur Sekolah


Ada pelajaran berharga sekali ketika libur saya kembali ke kampung beberapa waktu lalu. Saat dimana Bapak saya masih ada. Dimana sembari menengok Bapak saya memberitahukan keberadaan saya di kampung kepada sahabat saya seperjuangan di kampung yang mengelola sekolah swasta.

Sahabat meminta saya untuk meluangkan satu hari disaat-saat menengok Bapak, guna memberikan pelatihan bagi teman-teman gurunya yang berjarak lebih kurang 60 kilometer dari rumah Bapak saya. Maka pukul 05.30 saya telah bersiap sedia di pinggir jalan raya menunggu bus AKAP Jogjakarta-Purwokerto yang bisa saya tumpangi.

Pukul 08.00-15.00 pelatihan itu berlangsung. Meriah sekali. Saya mengajak peserta untuk melihat potensi yang paling mungkin dieksplorasi dalam mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna di dalam kelas. Kadang mereka serius memperhatikan apa yang saya sampaikan. Atau kadang mereka sendiri yang mempresentasikan hasil analisa kelompoknya atau menyimak hasil kerja kelompok lain. Sesekali mengajukan pertanyaan yang operasional berkenaan dengan apa yang saya sampaikan. Bahkan ada kalanya kita termangu seperti tidak percaya bahwa dengan modal yang sederhana dapat menjadikan belajar menyenangkan dan menantang siswa.

Berapa gaji sebagai guru di sini? Tanya saya kepada teman yang memboncengkan saya untuk mengantarkannya di pool bus Sumber Alam. Saya lupa siapa nama guru itu. Tapi sepengatahuan saya, ia adalah kelompok awalun ketika sekolah swastanya didirikan beberapa tahun lalu. Artinya masuk dalam kelompok guru senior di sekolahnya yang baru tersebut.

Guru baru dua ratus ribu. Sedang guru yang tergolong senior ditambah sebagai guru kelas dan koordinator ekskul bisa dapat limaratus lima puluh. Kalau kepala sekolah tujuh ratus lima puluh. Jawabnya tulus. Terus terang, saya yang menjadi guru swasta di Jakarta tidak terbayangkan dengan jumlah gaji sebesar itu.

Hebat. Pikir saya. Karena selain guru-guru yang mengajar di sekolah swasta, saya kebetulan juga bersahabat dengan teman SPG dulu yang sekarang menjadi PNS. Rata-rata sahabat SPG saya sekarang telah memiliki golongan 3. Dan bahkan ada yang telah menjadi Kasi Dikpora. Dan pastinya memiliki pendapatan yang jauh lebih besar dari itu. Itu keyakinan saya ketika saya mengunjungi rumah mereka yang mentereng.

Hebat karena dengan pendapatan sebesar itu jam kerja mereka tidak kalah dengan kita yang ada di Jakarta. Rata-rata mereka harus sudah di dalam kelas pukul 07.00 dan kelas kosong dari siswa sekitar pukul 15.30! Dan jam pulang siswa itu belum berarti mereka bisa meninggalkan sekolah. Karena sangat sering masih ada kegiatan di luar mengajar. Mungkin ada diskusi, mempersiapkan kegiatan belajar hari berikut atau rapat tentang kegiatan ekstra kurikuler lainnya.

Hebat karena ada beberapa diantara mereka adalah sarjana dari Lampung, Bogor, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Jogjakarta dan juga Surakarta. Bahkan ada juga lelaki separuh baya yang memiliki akta IV, korban PHK di Tangerang dan memilih kembali ke kampung halamannya. Selain pengusaha pupuk kompos adalah juga guru Matematika di kelas 4, 5 dan kelas 6.

Inilah sekelumit pelajaran yang saya dapatkan di saat libur sekolah tahun 2008 yang lalu. Menengok Bapak yang saat itu masih ada dan memberikan pelatihan kepada teman-teman guru yang hebat.

Jakarta, 12 April 2010.

1 comment:

Anonymous said...

Kiki Zakiyah: Makasih Pak Agus u/ sharenya..insya Allah semangat, loyalitas dan keikhlasan mereka menularkan kepada kami yang di Jakarta, pastinya yang telah mendapatkan gaji atau pun fasilitas yang lebih dibanding mereka..Wish us luck^__^