Prolog: Beberapa puisi ini adalah yang saya temukan kembali daam bentuk hard copy di brankas buku-buku saya. Diketik dalam format WS. Untuk mengingatkan kembali pada tahun-tahun itu, maka saya tulis ulang tanpa merubahnya sedikit pun. Saya hanya ingin degan ini menengok ke belakang. Sebuah situasi dan kondisi yang pernah ada.
1. Mukaku
Kubelah mukaku dalam dua warna
masing-masing bertelekan pecahan kaca
tajam membakar dendam
menusuk perih meninggalkan luka
dimanakah Tuhan, tempat sebenarnya?
(Terogong, Cilandak, 28/4/'95)
2. Idialesme PASTI
Haruskah kupinta pendapatmu, mempertahankan
idialisme, Meski terbukti membelah diri sendiri
Haruskah dipertahankan?
Haruskah kupersiapkan kubangan makam,
bagi diri sendiri dengan penuh dedikasi?
Mestikah kupertahankan?
Waktu-waktu lalu menempaku untuk,
melupakan bukan mencampakkan, hingga masa
kepastian datang, bagi tumbuhnya optimisme baru
Untuk kemudian kupungut lagi!
(Terogong, 28/4/'95)
3. Bendera
Berkibar benderaku, telah lama, oleh semilir tropika
'setengah abad' usianya lebih tua dariku
saksi bagi peserta upacara, penyelenggara
negara
'inilah masa kami berbakti,
tak lebih dan tak kurang
zaman meminta kami berkorban'
Berkibar benderaku di tiang tropika
nyawa dan derita telah dibayar merdeka
'darah dan air mata kami sumbangkan
memasok kokoh, menegakkan kesatuan
zaman meminta kami untuk bertahan'
berkibar benderaku meliuk melambai
keikhlasan dibayar merdeka
Berkibar benderaku menggelepak-gelepak suara
merebuk perhatian kami, peserta upacara
'datang, datangah masa
songsong, songsonglah
gelombang pantai membawa kabar gembira?
'inilah masa kami menanti
tongkat estafet penumbuh rahmat
tekad kami mengaminkan amanat.
Terogong, 28/4/'95
No comments:
Post a Comment