Pada akhir Oktober 2012 lalu, saya mendapat kabar tidak enak dari teman yang saat masih muda sama-sama menjadi guru di sebuah lembaga di wilayah Jakarta. Kabar menyebutkan bahwa seorang teman kami yang juga guru, yang usianya tidak lebih sama dengan kami, menderita sakit yang lumayan parah. Hal ini karena ia harus digotong untuk kemudian dibawa ke rumah sakit. Separuh badannya mengalami kelumpuhan. Teman-teman mengabarkan bahwa ibu guru teman saya itu terkena serangan stroke. Kami, sesama teman bertanya bagaimana penanganan biaya rumah sakit yang pastinya tidak terhitung murah? Namun bersyukur bahwa kabar berikutnya adalah bahwa ibu guru masuk rumah sakit dengan menggunakan kartu jaminan kesehatan yang telah menjadi standar bagi guru dan karyawan di lembaga pendidikan itu. Adakah penggunaannya tidak mengalami kendala yang tidak beres? Tampaknya semuanya berjalan dengan normal dan lancar.
Alhamdulillah. Kabar terakhir yang kami terima adalah kabar yang baik. Seluruh proses masuk dan penanganan ibu guru selama di rumah sakit dilalui dengan baik. Kartu jaminan kesehatan dapat digunakan dengan baik, sehingga keluarga tidak terbebani dengan biaya yang harus disiapkan. Dan bahkan beberapa mantan orang tua siswa yang putra/putrinya pernah dibawah asuhan teman saya yang sekarang sedang menderita sakit itu beberapa tahun yang lalu, seolah berduyun-duyun untuk berkontribusi atas biaya yqng dibutuhkan dalam perawatan. Luar biasa. Padahal diantara putra/putri mereka itu, sekarang telah memiliki cucu!
Dan itulah yang membuat saya dan teman-teman seangkatan dengannya pada saat menjadi guru di lembaga tersebut, mengambil pelajaran. Betapa tergambar dalam benak kami semua atas kenyataan itu, bahwa upah kerja yang kita tunaikan tidak hanya yang kita terima pada saat akhir bulan. Ternyata menembus waktu jauh ke depan.
Alhamdulillah. Kabar terakhir yang kami terima adalah kabar yang baik. Seluruh proses masuk dan penanganan ibu guru selama di rumah sakit dilalui dengan baik. Kartu jaminan kesehatan dapat digunakan dengan baik, sehingga keluarga tidak terbebani dengan biaya yang harus disiapkan. Dan bahkan beberapa mantan orang tua siswa yang putra/putrinya pernah dibawah asuhan teman saya yang sekarang sedang menderita sakit itu beberapa tahun yang lalu, seolah berduyun-duyun untuk berkontribusi atas biaya yqng dibutuhkan dalam perawatan. Luar biasa. Padahal diantara putra/putri mereka itu, sekarang telah memiliki cucu!
Dan itulah yang membuat saya dan teman-teman seangkatan dengannya pada saat menjadi guru di lembaga tersebut, mengambil pelajaran. Betapa tergambar dalam benak kami semua atas kenyataan itu, bahwa upah kerja yang kita tunaikan tidak hanya yang kita terima pada saat akhir bulan. Ternyata menembus waktu jauh ke depan.
Mungkin karena ibu guru itu telah memberikan totalitas pelayanan kepada siswanya pada saat dulu membimbing anak-anak di kelasnya. Atau mungkin ibu guru itu begitu tulus dan komitmen dalam memberikan bimbingan kepada peserta didiknya? Allahua'lam. Tetapi itulah realitasnya. Kebaikan ibu guru itu seperti berbuah pada saat ibu guru itu tidak mampu lagi merasa atau berkomunikasi.
Kamilah, teman-temannya yang dapat menangkap sinyalemen-sinyalemen atas realitas yang ada. Dan atas itu semua, kami berharap diberikan kemampuan untuk dapat mengambil pelajaran.
Jakarta, 24/11/2012.
Jakarta, 24/11/2012.
No comments:
Post a Comment