Hari ini, saat bertemu guru dan melihat aktivitas anak-anak sedang belajar berbicara di 'panggung', saya melihat beberapa anak yang seharusnya tampak tidak terlihat ikut serta dalam latihan. "Tujuh anak saya sedang sakit Pak." Demikian kata Ibu Guru yang sedang bersama siswanya yang menunggu giliran untuk tampil. "Rata-rata dari informasi orangtua siswa, anak-anak itu sakit panas. Ada diantaranya yang sampai muntah-muntah." Lanjut Ibu Guru memberikan tambahan informasi.
Mungkin inilah implikasi dari kondisi cuaca yang sedang tidak stabil. Terik panas matahari kemudian berganti hujan, mungkin menjadi penyebab dari ketidak stabilan cuaca. Musim peralihan ini memang sedang kita rasakan bersama. Tidak terkecuali anak-anak didik kami di sekolah.
***
Pada siang harinya, pada saat saya berada di ruang bersama dan berbincang dengan beberapa anak yang sedang menunggu giliran penggunaan tempat untuk melaksanakan shalat jamaah, sakit menjadi bahasan kami lagi. Seorang anak bercerita kepada saya bahwa tiga dari tujuh anggota keluarganya sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Tiga orang itu, lanjut siswa saya itu, adalah Bundanya, adiknya yang masih duduk di bangku sekolah TK, dan kakaknya yang telah duduk di kelas 9 SMP.
"Sakit apa mereka semua?" Tanya saya kepada anak yang murah cerita itu.
"Semua yang sakit, badannya panas dan muntah-muntah Pak." Jawabnya.
"Kakak dan adik saya terpaksa tidak masuk sekolah Pak." Lanjut anak itu.
Beberapa saat sesudah anak itu selesai cerita, datang anak lain melintas di depan saya dengan tangan kanannya memegang kepala. Melihat anak itu, saya merasa adanya kesungguhan. Yakin bahwa apa yang dilakukan oleh anak itu bukan sesuatu yang sedang dibuat-buat, acting.
"Apa yang sedang kamu rasakan?" Tanya saya.
"Kepala saya sakit sekali Pak." Jawabnya meringis menahan sakit. Kabar bahwa anak itu sakit kebetulan sudah saya dapatkan saat pagi harinya ketemu guru yang bercerita ada siswanya yang baru masuk sekolah tetapi sejak pagi berada di ruang UKS. Maka bersyukurlah saya yang entah karena apa bertemu dengan anak tersebut.
"Bagaimana kalau kamu pulang dan istirahat saja?" Saya memberikan usul.
"Saya sudah dua minggu tidak masuk sekolah Pak. Jadi kalau tinggal di rumah saya takut ketinggalan pelajaran." Jelasnya.
"Bukankah pelajaran nanti bisa kamu kejar setelah sembuh dari sakit?" Kejar saya lagi.
"Ngak bisa Pak. Nanti saya kesusahan." Jawab anak itu tetap dengan nada sungguh-sungguh.
***
Dari sekelumit pertemuan saya hari ini dengan anak-anak itu, saya meyakini bahwa anak-anak itu benar-benar anak-anak yang konsern akan kehadirannya di sekolah. Mungkin, salah satunya, takut ketinggalan pelajaran! Membahagiakan sekali.
Jakarta, 20 Nopember 2012.
No comments:
Post a Comment