Pagi itu, saya mendapat laporan dari teman yang memergoki seorang siswa yang kedapatan datang terlambat ke sekolah dan diketahui masuk ke toilet putra. Sebagaimana warga sekolah ketuhi bahwa pada pukul tersebut semestinya seluruh siswa sudah berkumpul di ruang bersama untuk pertemuan rutin dengan teman dan guru-gurunya. Tampaknya, anak tersebut tidak bersegera datang dan berkumpul bersama teman-temannya, tetapi memilih menghindar.
Berbekal dari pengalaman sebelumnya, saya meyakini bahwa anak itu akan keluar toilet dan segera bergabung dengan teman-temannya begitu teman-temannya selesai mengikuti acara bersama di ruangan tersebut. Situasi yang cocok bagi mereka yang terlambat untuk tidak diketahui keterlambatannya. Karena pada situasi itu, kondisi akan begitu ramai. Anak-anak secara bersamaan akan keluar dari ruang bersama dana memenuhi koridor kelas sebelum masuk kelas. Dan pasti sulit bagi guru untuk dapat memilah siapa yang terlambat.
Trik semacam ini pada akhirnya kami ketahu setelah beberapa kami mengalaminya. Dan tentunya dengan anak lain dan dari angkatan yang berbeda pula. Dari mana anak-anak yang terlambat itu tahu kapan acara bersama di ruang bersama selesai? Tentunya dari temannya. Ini dimungkinkan karena mereka menggunakan alat komunikasi. Dimana alat komunikasi tersebut baru dikumpulkan ke guru kelasnya masing-masing begitu acara bersama selesai dan masuk kelas untuk bersiap mengikuti pelajaran. Itulah maka saya sendiri menyiapkan diri berada tidak jauh dari pintu toilet dimana anak yang terlambat itu menyembunyikan diri.
Namun ketika acara bersama telah selesai, kami justru mendapat kabar yang mengagetkan. Karena rupanya anak tersebut tidak menggunakan modus 'mencari selamat' sebagaimana anak-anak terlambat sebelumnya. Guru kelas yang kemudian mengetahui keberadaan anak tersebut tergopoh-gopoh menemui saya dan mengatakan bahwa ia menerima telepon dari orangtua si anak yang mengkonfirmasikan kalau hari ini di sekolah tidak ada kegiatan belajar?
Dengan demikian, kami ketahui bahwa selama dalam toilet, rupanya anak mengirim informasi kepada orangtuanya bahwa sekolah tidak ada pelajaran, sehingga ia meminta untuk dijemput pulang.
Celakanya, ketika ada guru yang mengajak saya berdiskusi, membuat saya lengah. Maka pintu toilet terbuka tanpa saya mengetahui kemana arah anak tersebut keluar. Terjadilah kehebohan kecil di sekolah kami. Yaitu dengan kesibukan menemukan anak yang bersembunyi di toilet tadi. Alhamdulillah karena sekolah kami tidak luas-luas amat, ketemulah anak itu di koridor TK, sebelum berhasil keluar gedung.
Usut punya usut, kami mengetahui bahwa perilaku ini muncul karena anak itu sedang mempunyai hubungan tidak enak dengan orangtuanya. Dari sini, lahirlah sikap berontak dengan cara malas ke sekolah. Modusnya, memperlambat waktu bersiap-siap sehingga akan terlambat.
Sebelum pelajaran berakhir pada hari itu, kami mempertemukan orangtua dan anak itu di sekolah, untuk kemudian bersepakat mengakhiri hubungan yang kebetulan sedang tidak harmonis. Mudah-mudahan semua berjalan normal kembali di hari berikutnya. Amin.
Berbekal dari pengalaman sebelumnya, saya meyakini bahwa anak itu akan keluar toilet dan segera bergabung dengan teman-temannya begitu teman-temannya selesai mengikuti acara bersama di ruangan tersebut. Situasi yang cocok bagi mereka yang terlambat untuk tidak diketahui keterlambatannya. Karena pada situasi itu, kondisi akan begitu ramai. Anak-anak secara bersamaan akan keluar dari ruang bersama dana memenuhi koridor kelas sebelum masuk kelas. Dan pasti sulit bagi guru untuk dapat memilah siapa yang terlambat.
Trik semacam ini pada akhirnya kami ketahu setelah beberapa kami mengalaminya. Dan tentunya dengan anak lain dan dari angkatan yang berbeda pula. Dari mana anak-anak yang terlambat itu tahu kapan acara bersama di ruang bersama selesai? Tentunya dari temannya. Ini dimungkinkan karena mereka menggunakan alat komunikasi. Dimana alat komunikasi tersebut baru dikumpulkan ke guru kelasnya masing-masing begitu acara bersama selesai dan masuk kelas untuk bersiap mengikuti pelajaran. Itulah maka saya sendiri menyiapkan diri berada tidak jauh dari pintu toilet dimana anak yang terlambat itu menyembunyikan diri.
Namun ketika acara bersama telah selesai, kami justru mendapat kabar yang mengagetkan. Karena rupanya anak tersebut tidak menggunakan modus 'mencari selamat' sebagaimana anak-anak terlambat sebelumnya. Guru kelas yang kemudian mengetahui keberadaan anak tersebut tergopoh-gopoh menemui saya dan mengatakan bahwa ia menerima telepon dari orangtua si anak yang mengkonfirmasikan kalau hari ini di sekolah tidak ada kegiatan belajar?
Dengan demikian, kami ketahui bahwa selama dalam toilet, rupanya anak mengirim informasi kepada orangtuanya bahwa sekolah tidak ada pelajaran, sehingga ia meminta untuk dijemput pulang.
Celakanya, ketika ada guru yang mengajak saya berdiskusi, membuat saya lengah. Maka pintu toilet terbuka tanpa saya mengetahui kemana arah anak tersebut keluar. Terjadilah kehebohan kecil di sekolah kami. Yaitu dengan kesibukan menemukan anak yang bersembunyi di toilet tadi. Alhamdulillah karena sekolah kami tidak luas-luas amat, ketemulah anak itu di koridor TK, sebelum berhasil keluar gedung.
Usut punya usut, kami mengetahui bahwa perilaku ini muncul karena anak itu sedang mempunyai hubungan tidak enak dengan orangtuanya. Dari sini, lahirlah sikap berontak dengan cara malas ke sekolah. Modusnya, memperlambat waktu bersiap-siap sehingga akan terlambat.
Sebelum pelajaran berakhir pada hari itu, kami mempertemukan orangtua dan anak itu di sekolah, untuk kemudian bersepakat mengakhiri hubungan yang kebetulan sedang tidak harmonis. Mudah-mudahan semua berjalan normal kembali di hari berikutnya. Amin.
Jakarta, 07=08 Nopember 2012.
No comments:
Post a Comment