Sejak beberapa hari lalu, kita disuguhi berita tentang sekolah, yang tidak enaknya berita itu berpusara kepada masih adanya pungutan sekolah terhadap peserta didiknya dengan argumen sekolah masih membutuhkan tambahan dana karena difisitnya operasional sekolah yang harus ditanggung. Seperti berita tentang kehadiran Wagub DKI
Jakarta ke SMA M Husni Thamrin, yang mana adalah sekolah unggulan milik Pemda
DKI Jakarta. Sebagaimana yang di lansir dalam Metro_TV: Wagub DKI Kecam Pungli di Sejumlah Sekolah http://t.co/X47n8mf9
Apakah ada Pungli di Sekolah?
Apakah ada Pungli di Sekolah?
Tidak ada ide sedikitpun tentang pertanyaan tersebut di atas. Adakah? Mungkin. Tetapi realitasnya masih ada sekolah dengan BOP yang baru saja di gulirkan Pemda DKI Jakarta sejak Juli 2012 ini, tetapi sekolah tetap menarik uang sekolah untuk keperluan sebagai pembayaran AC kelas. Setidaknya ini yang saya alami sendiri, di sekolah anak saya yang merupakan aset pemerintah.
Ini menjadi pertanyaan saya. Mengingat saat saya sedang tidak ada di Jakarta ketika hari-hari akhir pekan kemarin hembusan tidak sedap tersebut merasuk ke sekolah anak saya. Saya menerima kabar itu dari istri tentang 'kisruh' yang ada. Dimana, menurut anak saya yang siswa, ibu kepala sekolahnya ditegur keras oleh dinas pendidikan karena masih ada pungutan di sekolahnya. Dan, masih menurut anak saya, Dinas Pendidikan telah mengetahui mahwa sekolah itu termasuk sekolah yang masih ada pungutan. Mungkin pihak berwenang mengetahui ini atas laporan salah seorang orangtua siswa.
Sebenarnya, sejak saya sendiri mendapatkan salinan SK Kepala Dinas Pendidikan berkenaan dengan larangan pengutan Uang Sekolah dan akan adanya BOP dari APBD, saya sudah mengajak saya berdebat tentang masih adanya iuran untuk membayar rekening listrik dan tenaga cleaning service sebesar Rp. 50,000/bulan/peserta didik. Mengapa saya mengajak anak untuk 'berdebat'? Karena saya ingin mengajak anak saya berpikir. Mengingat iuran rutin bulanan peserta didik sebelum keluarnya kebijakan BOP tersebut sebesar Rp. 275,000/bulan/peserta didik. Sedang dana BOP untuk tingkat SMA adalah Rp. 410,000/siswa/bulan. Ini berarti pendapatan sekolah dari BOP tanpa iuaran peserta didik/bulan sebagaimana yang terjadi sebelumnya, masih terdapat kelebihan selisih Rp. 135,000/siswa/bulan (Rp. 410,000-Rp. 275,000= Rp. 135,000/siswa/bulan). Namun mengapa siswa masih dibebankan uang iuran untuk kebersihandan listrik sebesar Rp. 50,000/bulan/peserta didik?
Mestinya, sekolah cukup dengan uang APBD yang ada tersebut dalam bentuk BOP, tanpa adanya tambahan uang dari masyarakat. Tapi itulah yang terjadi. Lucunya ketika sedang presentasi tentang dana yang masih dibutuhkan sekolah dari orangtua siswa, apa yang tertera di layar proyektor itu tidak diprint dan dicopi untuk orangtua yang hadir dalam rapat. Alhasil sulit untuk dapat disimak apa saja alokasi dana yang diperlukan.
Akhirnya, sebagaimana telpon istri saya kemarin, bahwa ibunya dan orangtua lain, diminta datang ke sekolah agar pihak seklah, dalam hal ini Kepala Sekolah dapat memberikan penjelasan ulang tentang kebutuhan itu? Dan jika orangtua siswa masih ada yang menginginkan rincian alokasi dana yang masih dibutuhkan, pihak sekolah akan melayaninya person to person. Begitu kabar yang saya terima. Saya dan istri, termasuk orangtua yang pasif atau penonton saja hingga detik ini.
Dan ketika saya datang daru luar kota, saya menerma rumor dari anak saya bahwa, Pak Ahok dikabarkan akan datang ke sekolah. Sebagai bagian dari masyarakat, saya berharap sekali akan komitmen kepada amanah dari para pemangku jabatan. Dan saya yakin, bahwa era komitmen itu tampaknya sebentar lagi akan sampai kepada pembuktian, akan ada atau tidaknya pungli...
Jakarta, 17/11/12.
No comments:
Post a Comment