Hari ini, meski telah masuk pada bulan Nopember, kami menyelenggarakan kegiatan peringatan Sumpah Pemuda dengan cara yang sedikit berbeda. Berbedanya, karena kami menyelenggarakannya bukan dengan upacara bendera. Tetapi dengan mengundang tokoh nasional untuk mempresentasikan kepiawaiannya. Maka itulah yang terjadi dengan apa yang kami rencanakan sebelumnya itu.
Kegiatan ini tidak lain adalah salah satu upaya teman-teman untuk 'memperbaharui' rasa cinta tanah air kami. Merevitalisasi semangat kami dan kebanggaan kami akan negara yang telah manjadi ibu pertiwi kami, Indonesia. Dan menyadari bahwa generasi yang menjadi amanah kami yang sekarang duduk di bangku sekolah ini adalah generasi dengan keberuntungan akses teknologi dan informasi serta berbagai kemudahannya, maka merancang kegiatan yang menarik tentang kebangsaan kadang buntu akal.
Namun, berangkat dari kebingungan itulah, ada teman kami yang begitu bersemangat untuk terus menerus mengupayakan penanaman jatidiri kebangsaan kepada anak-anak didik kami. Sebagaimana akhirnya kegiatan itu terjadi dan mendapat sambutan serta antusiasme yang luar biasa.
Cerita Pak Winarno
Sabelum saya melanjutkan catatan saya ini, saya teringat kembai akan apa yang disampaikan oleh Bapak FG Winarno, Profesor Pangan, dalam sebuah seminar pendidikan di Jakarta pada Kamis, 08 Nopember 2012, mengungkapkan kekagumannya kepada Ibu Sri, yang adalah guru saat beliau sekolah di jenjang pendidikan sekolah dasar. Satu hal yang sangat diingatnya adalah bagaimana Ibu Sri, gurunya itu saat mengajarkan menjahit kepada siswanya. Saat itu, kata Prof Winarno, Ibu guru membagikan kepada seluruh siswanya jarum, benang, dan dua lembar kain warna merah dan putih. Kepada siswanya, Bu Sri meminta menjahit dua lembar kain itu. Keesokan harinya, saat upacara tujuh belasan, para siswa diminta oleh Ibu Guru Sri menempelkan kain warna merah dan putih itu di dada kiri setiap siswanya. Lalu Ibu guru memberitahukan bahwa itulah Sang Saka Merah Putih. Sang dwi warna.
Cerita Prof. Winarno tentang pengalaman belajar nasionalisme itu, menarik untuk saya sampaikan disini sebagai inspirasi tentang bagaimana guru membelajarkan nasionalisme kepada peserta didiknya tidak saja melalui pengetahuan. Tetapi juga melalui rasa. Dan itu menjadi jauh berbeda dari pakem pembelajaran pada umumnya.
Itu pulalah yang sedikit mirip dengan apa yang kami lakukan hari ini di sekolah kami.
Mas Idris, Pak Dedi, dan Mas Iwa K
Kegiatan kami buka dengan masuknya seluruh peserta kegiatan ke dalam hall sekolah dengan iringan musik lagu daerah. Tertib anak-anak itu memulai tahap-tahap awal prosesi. Beum tampak wajah yang riang atau juga kusut. Semua terlihat masih standar. Lalu acara demi acara di mulai; pembukaan yang amat singkat, doa mengawali kegiatan, dan pada akhirnya adalah Pesan Kebagnsaan yang disampaikan oleh Rapper Iwa K, dilanjutkan oleh Pak Dedi Gumelar.
Pada tahap ini, anak-anak didik kami sudah mulai tampak adanya guratan positif yang memancar deras di raut wajah mereka. Dan sebagai acara puncak adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan iringan biola dari Mas Idris Sardi. Di sini, seluruh peserta, baik siswa, guru, dan tamu undangan telah menaburi rasa nasionalisme itu. Mas Idris, memainkan biolanya dengan sungguh menakjubkan. Kami tidak merelakan detik demi detik berlalu begitu saja. Seluruh pasang mata dan jiwa, kami kerahkan lagu demi lagu, lagu-lagu wajib nasional, lagu-lagu daera, hingga lagu Gombloh, yaitu Indonesia, beliau tuntaskan dengan sempurna. Ketakjuban, kekaguman, dan rasa bangga membahana di ruang bersama kami bersamaan dengan riuhnya tepuk tangan begitu setiap lagu.selesai dimainkan.
Hingga, sebagai penutup dari seluruh rangkaian itu adalah aksi rap Mas Iwa K. Semua berseri-seri amat luar biasa begitu acara itu berakhir. Terima kasih Indonesia!
Kegiatan ini tidak lain adalah salah satu upaya teman-teman untuk 'memperbaharui' rasa cinta tanah air kami. Merevitalisasi semangat kami dan kebanggaan kami akan negara yang telah manjadi ibu pertiwi kami, Indonesia. Dan menyadari bahwa generasi yang menjadi amanah kami yang sekarang duduk di bangku sekolah ini adalah generasi dengan keberuntungan akses teknologi dan informasi serta berbagai kemudahannya, maka merancang kegiatan yang menarik tentang kebangsaan kadang buntu akal.
Namun, berangkat dari kebingungan itulah, ada teman kami yang begitu bersemangat untuk terus menerus mengupayakan penanaman jatidiri kebangsaan kepada anak-anak didik kami. Sebagaimana akhirnya kegiatan itu terjadi dan mendapat sambutan serta antusiasme yang luar biasa.
Cerita Pak Winarno
Sabelum saya melanjutkan catatan saya ini, saya teringat kembai akan apa yang disampaikan oleh Bapak FG Winarno, Profesor Pangan, dalam sebuah seminar pendidikan di Jakarta pada Kamis, 08 Nopember 2012, mengungkapkan kekagumannya kepada Ibu Sri, yang adalah guru saat beliau sekolah di jenjang pendidikan sekolah dasar. Satu hal yang sangat diingatnya adalah bagaimana Ibu Sri, gurunya itu saat mengajarkan menjahit kepada siswanya. Saat itu, kata Prof Winarno, Ibu guru membagikan kepada seluruh siswanya jarum, benang, dan dua lembar kain warna merah dan putih. Kepada siswanya, Bu Sri meminta menjahit dua lembar kain itu. Keesokan harinya, saat upacara tujuh belasan, para siswa diminta oleh Ibu Guru Sri menempelkan kain warna merah dan putih itu di dada kiri setiap siswanya. Lalu Ibu guru memberitahukan bahwa itulah Sang Saka Merah Putih. Sang dwi warna.
Cerita Prof. Winarno tentang pengalaman belajar nasionalisme itu, menarik untuk saya sampaikan disini sebagai inspirasi tentang bagaimana guru membelajarkan nasionalisme kepada peserta didiknya tidak saja melalui pengetahuan. Tetapi juga melalui rasa. Dan itu menjadi jauh berbeda dari pakem pembelajaran pada umumnya.
Itu pulalah yang sedikit mirip dengan apa yang kami lakukan hari ini di sekolah kami.
Mas Idris, Pak Dedi, dan Mas Iwa K
Kegiatan kami buka dengan masuknya seluruh peserta kegiatan ke dalam hall sekolah dengan iringan musik lagu daerah. Tertib anak-anak itu memulai tahap-tahap awal prosesi. Beum tampak wajah yang riang atau juga kusut. Semua terlihat masih standar. Lalu acara demi acara di mulai; pembukaan yang amat singkat, doa mengawali kegiatan, dan pada akhirnya adalah Pesan Kebagnsaan yang disampaikan oleh Rapper Iwa K, dilanjutkan oleh Pak Dedi Gumelar.
Mas Idris melayani siswa yang meminta tandatangan begitu usai acara. Dok. Pribadi. |
Hingga, sebagai penutup dari seluruh rangkaian itu adalah aksi rap Mas Iwa K. Semua berseri-seri amat luar biasa begitu acara itu berakhir. Terima kasih Indonesia!
Jakarta, 09 Nopember 2012.
No comments:
Post a Comment