Siang itu terpaksa saya meminta teman-teman di rombongan untuk menunda makan siang karena ajakan saya guna menyempatkan waktu menengok bagaimana Pak Mang memelihara kambing peranakan etawa, atau PE di kandangnya yang katanya berjumlah 300 ekor! Kandang PE itu sendiri kata pemandu, tidak lebih dari 1 km dari lokasi dimana kami berdiri. "Masih di dalam kompleks kami juga Pak." Begitu jelas Ibu yang mempersilahkan kami untuk segera masuk kendaraan yang membawa kami, agar perjalanan segera dimulai.
Benar saja, setelah melalui jalan kompleks yang mulus, berliku-liku, yang berada di gunung yang amat sangat sejuk dan tenteram, sampailah kami di sebuah lokasi yang luasnya lebih kurang 2000 meter persegi, dengan lima buah rumah panggung yang cukup besar dan panjang. Dalam bangunan itulah kambing PE itu dipelihara. Menurut Pak Mang, setiap kambing yang perah susunya, setiap seekor mampu memberikan lebih kurang 1 liter susu murni. Susu-susu itulah nanti yang menjadi konsumsi bagi penghuni kompleks tersebut.
Dan ketika sampai itulah saya disuguhi sebuah pemandangan yang amat mengagumkan. Itulah sosok pejantan PE yang ada di sebuah kandang, yang sepertinya dikhususkan sebagai kandang untuk pengawinan. Pejantan itu luar biasa gagah. Tinggi tubuhnya lebih kurang sedada saya. Dengan bulu indahnya, sebagai khas kambing PE, di bagian leher dan kaki belakangnya, maka kegagahan pejantan itu memang tiada tanding.
Inilah si pejantan itu. |
"Itu pejantan yang kami beli dari Kulon Progo." Begitu jelas Pak Mang ketika kami menanyakan asal-usul dari pejantan yang gagah perkasa tersebut.
Tetangga Kecamatan
Kegagahan dan keindahan dari kambing-kambing PE itu memang benar-benar telah membuat saya termangu-mangu. Saya berpikir tiada putus-putusnya tentang kambing-kambing itu. Bayangkan, 300 ekor kambing PE! Indah dan sekaligus menjanjikan jika itu semua menjadi milik saya dikemudian hari!
Dalam belahan hati saya yang lain, saya pun sedikit ada sesal. Mengapa baru kali itu melihat dan menyaksikan kambing-kambing itu dalam jumlah yang lumayan banyak, yang dimiliki oleh seorang peternak? Bukankah sebenarnya kesempatan itu dapat saya miliki jauh hari sebelum hari itu? Karena sebenarnya sentra kamping PE hanya tetangga kecamatan dengan desa saya di Purworejo sana. Dan kalau ingin melihatnya dalam jumlah besar, mengapa saya tidak datang saja di hari pasaran?
Meski ada sesal, saya tetap merasa beruntung, bahagia, dan kagum dengan pertemuan pada siang itu. Dan mudah-mudahan teman-teman saya yang harus menunda jadwal makan siangnya. Semoga.
Jakarta, 29 Maret 2013.
No comments:
Post a Comment