Pagi itu, di ruangan kerja sendiri, diantara anak-anak didik yang harus tetap tinggal di ruangan karena terlambat masuk sekolah, diantara membuat buletin sekolah, saya mencoba mencari selingan dengan membuka web koran daerah.
Untuk lebih spisifik mengetahui berita-berita yang sedang terjadi di daerah kampung halaman, maka saya memilih wilayah Kedu Selatan. Maka bertemulah saya dengan sebuah artikel yang mengingatkan saya dikala masih ikut serta terlibat dalam musim panen padi di sawah. Tentunya itu terjadi ketika saya berumur belasan tahun.
Sebuah capture berita dari www.krjogja.com |
Artikel tentang penjual duwet di tengah sawah sebagaimana yang saya dapatkan ini sungguh mengugah ingatan saya tentang betapa nikmatnya dawet dalam mangkok, yang ukurannya tetap kecil itu, di pematang sawah di bawah terik matahari, diantara Bapak dan Ibu yang tengah menganai padi.
Dan selain dengan uang yang seingat saya saya masih bisa dengan satuan setengah rupiahan, dawet juga dapat kita nikmati dengan membarter dengan ikatan bawon, ikatan padi sebagai upah yang diberikan oleh pemilik sawah ketika kita membantu menganai padinya.
Itulah ingatan memakan dawet di tengah sawah puluhan tahun lalu.
Dan selain dengan uang yang seingat saya saya masih bisa dengan satuan setengah rupiahan, dawet juga dapat kita nikmati dengan membarter dengan ikatan bawon, ikatan padi sebagai upah yang diberikan oleh pemilik sawah ketika kita membantu menganai padinya.
Itulah ingatan memakan dawet di tengah sawah puluhan tahun lalu.
Jakarta, 13 Maret 2013.
No comments:
Post a Comment