"Pak, kok kelas kita yang mengisi jam kosong Pak Agus lagi?" Demikian saya mendengar cerita seorang guru yang mendapat aduan dari seorang anak yang meminta izin untuk pergi ke toilet ketika saya sedang di dalam kelasnya. Tetapi selain ke toilet sebagaimana dia sampaikan kepada saya, ia justru menuju ke ruang guru dan mengadukan keberadaan saya di ruang kelasnya.
"O... Jadi begitu pandangan anak-anak kepada saya ketika saya masuk kelasnya ya Pak?" Kata saya kepada guru itu di koridor lantai dua.
"Mengapa mereka seperti itu ketika ayah yang mengajar di jam kosong?" Kata anak bontot saya pada saat kami berbagi cerita disebuah sore. Kebetulan bontot saya kangen dengan kami sehingga week end itu ia pulang ke rumah dari tempat kosnya.
Lalu saya mencoba mengingat mengapa anak-anak punya pendapat seperti itu ketika saya sebagai guru pengganti pada jam pelajaran yang kosong. Mungkin anak-anak itu tidak dapat terlalu rileks ketika saya mengajar. Atau mungkin juga mereka bosan dengan apa yang saya sampaikan selama ini?
"Apakah mungkin ayah terlalu kaku ketika sedang berada di dalam kelas? Seperti anak-anak tidak bisa mengekspresikan apa yang seharus mereka bisa sampaikan ketika bersama guru yang lain? Atau boleh jadi ayah terlalu banyak ceramah, nasehat, sehingga mereka bete?" Tutur bontot saya lagi.
Mungkin. Semua serba bisa untuk menjelaskan apa dan mengapa anak-anak punya pendapat seperti itu. Karena memang saya meminta anak-anak tidak bicara ketika ada satu orang yang berbicara. Mereka tetap bisa mengajukan pertanyaan dan pendapat secara bebas dengan mangangkat tangannya dulu. Dan saya juga tidak akan mengizinkan anak-anak itu meminta izin ke luar kelas selama pelajaran berlangsung. Jadi mungkin aturan saya itu yang membuat mereka tidak terlalu bebas.
"O... Jadi begitu pandangan anak-anak kepada saya ketika saya masuk kelasnya ya Pak?" Kata saya kepada guru itu di koridor lantai dua.
"Mengapa mereka seperti itu ketika ayah yang mengajar di jam kosong?" Kata anak bontot saya pada saat kami berbagi cerita disebuah sore. Kebetulan bontot saya kangen dengan kami sehingga week end itu ia pulang ke rumah dari tempat kosnya.
Lalu saya mencoba mengingat mengapa anak-anak punya pendapat seperti itu ketika saya sebagai guru pengganti pada jam pelajaran yang kosong. Mungkin anak-anak itu tidak dapat terlalu rileks ketika saya mengajar. Atau mungkin juga mereka bosan dengan apa yang saya sampaikan selama ini?
"Apakah mungkin ayah terlalu kaku ketika sedang berada di dalam kelas? Seperti anak-anak tidak bisa mengekspresikan apa yang seharus mereka bisa sampaikan ketika bersama guru yang lain? Atau boleh jadi ayah terlalu banyak ceramah, nasehat, sehingga mereka bete?" Tutur bontot saya lagi.
Mungkin. Semua serba bisa untuk menjelaskan apa dan mengapa anak-anak punya pendapat seperti itu. Karena memang saya meminta anak-anak tidak bicara ketika ada satu orang yang berbicara. Mereka tetap bisa mengajukan pertanyaan dan pendapat secara bebas dengan mangangkat tangannya dulu. Dan saya juga tidak akan mengizinkan anak-anak itu meminta izin ke luar kelas selama pelajaran berlangsung. Jadi mungkin aturan saya itu yang membuat mereka tidak terlalu bebas.
Jakarta, 31 Oktober 2014.
No comments:
Post a Comment