Dua pekan usai kegiatan Belajar Menginap yang diantaranya kami menyebutnya denfan istilah Live In, ada beberapa cerita dan kisah yang tetap terjaga dalam ingatan. Itulah yang ingin saya sampaikan dalam catatan saya kali ini. Catatan tentang sebuah kenangan atas kegiatan siswa dalam mengalami hidup bersama warga desa Sedamukti, Pengalengan, Bandung, Jawa Barat, pertengahan Nopember 2014 lalu.
Sekretaris RW
Bahwa kami dipandu sepenuhnya oleh tokoh muda di desa itu yang kebetulan adalah sekretaris rukun warga di desa tersebut. Dan beliaulah yang menjadi tumpuan kami dan warga, karena Pak RW di wilayah itu sedang tidak memungkinkan melaksanakan tugas karena penyakit yang sedang dideritanya.
Pak Yanto, begitulah kami memanggil tanpa pernah tahu siapa nama panjangnya. Dia adalah juga peraih Penyuluh PNPM Mandiri terbaik kedua di Provinsi Jawa Barat. Dan atas seluruh panduannya itulah ke-142 siswa kami berada di rumah warga yang menjadi wilayahnya. Alhamdulillah bahwa seluruh kegiatan anak-anak berjalan lancar dan memberikan kesan yang positif.
Disamping Pak.Yanto, yang adalah sekretaris RW, adalah Pak Haji Ai, yang adalah tokoh bagi masyarakat yang ada di area RW 04 desa Sidamukti tersebut. Seorang Magister Manajemen yang menjadi perangkat di kantor Kecamatan Pengalengan. Seorang tokoh yang merelakan rumah tempat tinggalnya sebagai 'markas' kami para guru dalam berkoordinasi. Yang punya semangat memajukan masyarakat dan punya pemikiran untuk masa depan.
Warga yang Tulus
Apa yang menjadi ukuran sehingga kami menilai bahwa masyarakat yang telah menerima peserta didik kami untuk tinggal bersamanya itu tulus? Diantaranya adalah raut muka dan bahasa tubuh yang mensiratkan ketulusan tersebut. Ini kami alami pada saat pertemuan kami dengan masyarakat itu tiga jam sebelum anak-anak sampai di lokasi. Mereka menyampaikan pertanyaan; apakah yang harus mereka sampaikan jika peserta didik kami yang menginap di rumahnya belum menjalankan sholat?
Juga ketika kegiatan berakhir dan anak-anak kami harus meninggalkan rumah-rumah mereka. Seluruh warga mengantar anak-anak kami hingga ke lokasi parkir bus. Dan selain lambaian tangan perpisahan juga deraian air mata.
Dua hal itulah yang menjadikan kami menilai betapa tulusnya warga desa tersebut. Berbeda dengan kisah yang dialami teman ketika anak-anak didiknya melaksanakan program yang sama di sebuah wilayah, yang sebelum pelaksanaan program mensyaratkan 150 paket sembako.
Dan atas ketulusan itu jugalah kami sekali lagi ingin menyampaikan ucapan terimakasih.
Jakarta, 30 Nopember 2014.
Juga ketika kegiatan berakhir dan anak-anak kami harus meninggalkan rumah-rumah mereka. Seluruh warga mengantar anak-anak kami hingga ke lokasi parkir bus. Dan selain lambaian tangan perpisahan juga deraian air mata.
Dua hal itulah yang menjadikan kami menilai betapa tulusnya warga desa tersebut. Berbeda dengan kisah yang dialami teman ketika anak-anak didiknya melaksanakan program yang sama di sebuah wilayah, yang sebelum pelaksanaan program mensyaratkan 150 paket sembako.
Dan atas ketulusan itu jugalah kami sekali lagi ingin menyampaikan ucapan terimakasih.
Jakarta, 30 Nopember 2014.
No comments:
Post a Comment