Mungkin inilah konsepsi yang paling pas untuk saya agar sebuah kegiatan yang kami rancang benar-benar dapat terwujud dalam bentuk kegiatan pembelajaran dengan tema Indonesia. Artinya, sebuah kegiatan yang tidak saja berat dalam merancang dan meyakinkan akan keterlaksanaan dari semua kegiatan itu di ruang kelas berupa interaksi antara guru dengan siswa saja, tetapi bagaimana kegiatan yang tersaji memang benar-benar dapat dinikmati oleh siswa. Dan jika memungkinkan siswa menjadikan apa yang dipelajarinya di dalam kelas tersebut sebagai awal mula dari perubahan paradigma.
Itulah yang menjadi tujuan kami dalam pelaksanaan kegiatan spesial di sekolah sepanjang satu pekan ini. Tema yang kami simpulkan adalah Indonesia yang Indah. Dimana kami akan mendiskusikan tentang destinasi wisaya, bentuk budaya, dan ragam kuliner. Tentu sebuah tantangan agar siswa tidak saja sampai pada tahu tentang apa yang dipelajarinya, nemun sampai hingga pada kesan yang mendalam, atau bahkan hingga menjadikannya sebuah tindakan.
Ragam Kuliner
Tentunya itu sebuah hal yang tidak dapat saya katakan mudah. Jika dalam hal distinasi wisata, generasi siswa saya akan lebih banyak yang mengangkat tangan ketika saya bertanya kepada mereka Siapa yang pernah keluar negeri dari pada Siapa yang pernah ke Danau Toba?
Ini karena bukan hanya besar dan derasnya promosi destinasi wisata yang ada di luar negeri tersebut, tetapi juga karena belum mudahnya distinasi wisata dalam negeri untuk kita kunjungi bersama anak-anak dalam durasi waktu yang tidak terlalu lama. Ini karena infrastruktur yang masih menjadi bagian paling menghambat.
Lalu bagaimana dengan kuliner? Ini juga bukan hal mudah bagi anak-anak yang sejak mereka melihat dunia, kita telah kenalkan lidah mereka dengan makanan kaleng dan makanan cepat saji. Sebuah pertumbuhan lidah yang menjadi asing jika harus mengunyah sambel pecel atau gurihnya tempe bacem yang menjadi menu tambahan dalam hidangan makan soto? Pada generasi ini sangat boleh jadi bahwa mereka akan mengira kalau kue apem yang dibeli pembantu dari pasar adalah modifikasi dari tirayaki yang tidak sempurna?
Inilah sisi yang menurut saya menjadi bagian yang paling berat dalam mengejawantahkan bahwa Indonesia adalah inspirasi utama bagi masa depan kita. Dan inilah yang harus benar-benar saya pastikan bahwa teman-teman guru di kelas mereka masing-masing yakin dan percaya bahwa apa yang ada di Indonesia adalah sesuatu yang dapat bersaing. Karena jika teman-teman guru saja tidak meyakini itu, maka sulit membangun Indonesia yang menginspirasi kepada anak-anak didik kami di sekolah yang lidahnya lebih kenal dimsum dari pada gatot atau ongonl-ongol atau serabi.
Sebuah tantangan yang tidak ringan.
Jakarta, 6 Oktober 2013.
No comments:
Post a Comment