Menjelang hari raya Idul Kurban seperti tahun ini yang akan jatuh pada Selasa besok, sya akan teringat dengan sahabat saya yang pulang kampung begitu masa pensiunnya datang. Mengapa ingat sahabat yang beberapa tahun belakangan selalu datang di kantor saya menjelang akhir tahun? Karena bagi saya, ia adalah sosok gigih yang tiada teranya. Tidak saja gigih sebagai kepala rumah tangga yang bekerja keras, tetapi juga ggih dalam memperjuangkan cita-citanya untuk tidak menjadi kapiran setelah masa baktinya berakhir sebagai orang gajian. Itulah yang menjadi kekaguman saya kepadanya setiap Idul Adha. Ini tidak lain karena sahabat saya adalah orang yang paling mempersiapkan diri pada hari raya Kurban itu.
Ingatan saya tentang dia itu muncul begitu teman saya yang lain bertanya tentang harga hewan kurban yang pada tahun ini relatif tinggi. Di beberapa daerah seekor kambing yang tentunya telah cukup umur dan memenuhi syarat ditawarkan dengan harga pembuka 2,7. Sebuah harga yang sangat besar jika kita membandingkanya untuk seekor kambing pada tahun lalu. Juga harga sapi. Ada memang yang seharga 13 juta, tetapi melihat ukurannya, untuk harga sebesar itu masih tergolong taksiran untuk berat 275 kg.
Jadi karena begitunya bagusnya harga-harga hewan ternak untuk kurban tahun ini bagi para penjual, saya menjadi teringat bagaimana sahabat saya ini tersenyum sembari membaca alamat yang harus dia tuju untuk pengiriman hewan ternaknya kepada pemesan.
Berternak Sapi
Seekor Peranakan Etawa milik salah satu Pesantren di Bogor. |
Tentunya bukan karena iri yang membuat saya teringat kepadanya, tetapi justru kebalikannya. Bangga punya sahabat yang gigih dalam memperjuangkan visinya. Dan karenanya, saya menjadi begitu bahagia untuk menjadikan sebagian dari perjalanan hidupnya sebagai contoh atau inspirasi bagi masa pensiun saya sendiri di masa depan. Tidak aneh-aneh, yaitu bagaimana mampu berternak hewan kurban! Ini sebuah bentuk usaha saat pensiun yang terlihat menjanjikan. Menjanjikan karena selain dapat menopang kemandirian, juga adalah bentuk kegiatan yang menyehatkan jiwa dan raga.
Berawal ketika sahabat saya itu membeli anakan ternaknya secara bertahap pada masa ia masih aktif bekerja. Dan hewan-hewan ternak yang dibelinya itu, selama ia masih bekerja aktif, dititipkannya kepada sanak saudaranya di kampung halaman untuk dipelihara. Dan ikhtiarnya itu secara sungguh-sungguh dan bertahun-tahun, alhasil jumlah ternak yang dimilikinya terus bertambah. Hingga cukup baginya untuk membuka sebauah peternakan begitu ia memasuki masa pensiun.
Itulah yang menjadi bagian hidupnya yang menginspirasi saya. Hidup sungguh-sungguh dalam menyongsong masa-masa akhirnya.
Jakarta, 14 Oktober 2013.
No comments:
Post a Comment