Dalam sebuah artikel yang saya dapatkan di sebuah booklet,
saya mendapatkan gambaran bagaimana salah satu bentuk pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa.
Disampaikan bahwa seorang guru dalam Mata Pelajaran
Matematika, masuk ke dalam kelas dengan membawa berbagai ragam benda. Dalam
pembelajaran itu siswa dibagi dalam kelompok dan kepada mereka diberikan selain
berbagai macam benda tersebut juga dua hulahuk untuk masing-masingnya.
Kepada kelompok-kelompok kerja itu guru meminta untuk
menggolongkan benda yang ada dengan menggunakan holahuk sebagai pemisahnya.
Siswa dalam kelompok tentu juga diminta standar yang digunakannya dalam
menentukan penggolongan benda-benda. Dalam kelompok, siswa akan berdiskusi
dasar pengelompokan.
Diakhir pelajaran, seluruh siswa bersama kelompoknya diminta
untuk juga melihat hasil kerja kelompok yang lain secara bergantian dan bersama-sama
mendiskusikan akan standar yang digunakan sebagai dasar pengelompokan.
***
Saya membayangkan bahwa peristiwa pembelajaran di atas
terjadi di dalam kelas di seluruh Indonesia pada saat belajar tentang topik yang
sama ketika Kurikulum 2013 itu nantinya diberlakukan. Pasti sebuah aktivitas
yang benar-benar menjadi bagian paling inheren dalam pemberdayaan akal. Karena
peserta didik akan dituntut banyak oleh guru yang berfungsi sebagai pemandu
aktivitas pembelajaran.
Namun kenyataan ini harus masih akan menjadi mimpi penulis
sebagai guru di sekolah. Ini bukan karena sudut pandang pesimis yang dikenakan,
tetapi prediktif. Hal ini karena masih adanya beberapa fakta tentang strategi
pemberlakuan kurikulum yang baru nanti. Beberapa hal itu antaralain adalah
sebagai berikut; Pertama, bahwa kalau akhir dari pembelajaran
pada setiap jenjang pendidikan hanya diukur dengan alat ukur Ujian Nasional
yang menitik beratkan kepada ranah kognitif tingkat rendah. Karena alat ukur
itulah nantinya yang akan menjadi rujukan bagi guru di dalam kelas di seluruh
sekolah di Indonesia, atau para birokrat di wilayahnya masing-masing, untuk
hanya peduli kepada hasil rata-rata ujian. Dan hasil rata-rata itu akan menjadi
tolok ukur martabat suatu daerah. Sehingga dari sini akan lahirlah semangat
para pemangku kewenangan itu untuk tidak mau kalah dengan wilayah atau daerah
lain. Akibatnya, pembelajaran hanya berfungsi sebagai penguasaan materi ujian.
Dan inilah yang melahirkan bisnis lembaga bimbingan belajar.
Walau
model Ujian Nasional belum menjadi sebuah keputusan bagi pelaksanaan kurikulum
baru ini nantinya, tetapi sebagai guru di kelas, penulis cukup menjadikan ini
sebagai bagian paling utama dan pertama. Ini merupakan sebuah kausalitas bahwa,
upaya atau ikhtiar hanya akan linier dengan tuntutan. Maka jika UN yang menjadi
tuntutan akhir sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, maka
jangan pernah berharap untuk terjadinya perubahan paradigma dan model belajar
selain hanya untuk sukses di dalam kelas
.
Kedua, percuma jika
yang dimaksud oleh petinggi dengan sosialisasi kurikulum baru itu adalah
presentasi dan ceramah. Karena sosialisasi itu baru menumbuhkan ketahuan dan
paling tinggi kepahaman guru kepada kurikulum yang akan diberlakukan. Sedang ketika
guru berinteraksi dengan peserta didik di dalam kelas membutuhkan kepintaran
pengetahuan dan keterampilan sekaligus. Mereka membutuhkan paradigma yang diinginkan oleh
kurikulum baru itu dan contoh bagaimana membuat interaksi belajarnya ketika
topiknya adalah sungai?
Disinilah
pentingnya seorang pemandu bagi pelaksanaan dari dokumen yang bernama Kurikulum
2013 itu di lapangan. Dan selayaknya pemandu, maka kepadanya dibebankan untuk melakukannya
terlebih dahulu. seperti layaknya pemandu di lokasi wisata. Lucu bukan jika
pemandu dan yang dipandunya sama-sama sedang mencari jejak?
Disinilah kemudian menjadi pentingnya jika seluruh LPTK yang
ada, yang menjadi bagian dari pencetak para guru bersertifikasi itu, dan juga seluruh
pengawas pendidikan yang ada di setiap wilayah kecamatan itu, menjadi pemandu
dalam arti yang sebenarnya bagi keterlaksanaan kurikulum baru kita itu. Bahkan
tidak saja dalam pelaksanaan kurikulum baru yang akan dilaksanakan, tetapi
lebih jauh dari itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui
jalur pendidikan.
Kenyataan kedua ini layak penulis kemukakan karena masih
banyak kita menjadikan ‘mal praktek’ pendidikan hanya melalui ceramah dan
sosialisasi. Padahal sudah kita yakini bersama bahwa perubahan tidak akan
mungkin dapat kita ,mulai atau lakukan hanya dengan cemarah bukan?
Maka dengan tulisan ini, penulis berharap sekali agar
pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak hanya berhenti hingga di halaman rumah-rumah
lembaga pendidikan yang ada, tetapi harus sampai ke ruang tamu, bahkan menjadi
darah daging serta etos kerja para guru Indonesia. Juga harapan agar para pengawas
sekolah tidak hanya sampai ke ruang kepala sekolah ketika melakukan kunjungan
ke sekolah. Selamat datang Kurikulum baru!
Jakarta, 16 Januari 2014.
No comments:
Post a Comment