"Kami berdoa supaya menang Pak!" Begitu jawab dua anak laki-laki yang khusuk sedang berdoa di pojok mushala di sekolah kami ketka waktu menunjukkan pukul 14.00. Waktu dimana siswa kelas 3-6 SD selesai kegiatan intra kurikuler untuk kemudian lanjut ke kegiatan ektra kurikuler.
Tentu saja jawaban yang sedikit membingungkan saya. Menang? Untuk pertandingan? Begitu kalimat-kalimat tanya bermunculan. Ini lantaran dua anak laki-laki yang saya temukan sedang duduk di pojok mushala tersebut adalah anak-anak yang masih mulai belajar bermain futsal karena keduanya masih duduk di bangku kelas 4 SD. Oleh karenanya saya ingat benar bahwa keduanya tidak termasuk dalam tim futsal sekolah yang didominasi oleh mereka yang sudah duduk di bangku kelas 5 dan 6 SD.
Masuk akal bukan jika saya sedikit bingung dengan jawaban yang saya sampaikan kepada mereka berdua atas pertanyaan saya karena lambat terkoneksi? Namun dua siswa yang sudah mengenakan pakaian futsal lengkap, kaos bola dan celana olah raganya, memutar badan dan menghadap ke saya untuk kemudian memberikan penjelasan lebih jelas.
"Kami sedang berdoa supaya pertandingan sore ini dengan kelas sebelah diberikan kemenangan Allah Pak." Jelasnya.
"Karena pekan lalu kelas kami kalah dengan skor 2:1 Pak." Lanjutnya.
"Makanya kami sekarang berdoa sebelum bertanding." Tambahnya.
Dengan penjelasan tambahan itulah, saya menjadi faham tentang apa yang sedang mereka berdua lakukan di mushalah pada siang menjelang sore itu. "Hebat sekali anak-anak ini." Pikir saya. "Dalam kehijauannya sudah berpikir transendental." Kagum saya dalam hati.
"Soalnya, minggu lalu saya berdoa supaya tidak hujan, dan Allah Swt. kabulkan Pak." Jelas salah satu anak.
"Mengapa berdoanya supaya tidak hujan?" Tanya saya.
"Soalnya kalau hujan, maka ekskul futsal tidak ada Pak." Jawabnya.
Dari dialog singkat itu, saya memetik dua hal bagus sekali. Yang pertama, adalah harapan yang begitu besar pada diri anak-anak itu agar kegiatan futsal bersama teman-temannya selalu ada dan tidak terkendala oleh suatu apapun. Dan yang kedua, adalah bagaiamana anak-anak itu menggantungkan harapannya yang begitu besar hanya kepada Allah Swt.
Saya bersyukur bahwa, siang menjelang sore itu bertemu dengan kedua anak-anak didik kami yang super luar biasa tersebut. Karena dari perteuan itulah, saya harus mencatatnya dalam buku ini. Sebagai bagian paling inheren dalam 'melihat', sekaligus 'menikmati' lembaran-lembran ilmu dari generasi yang ada di hadapan kami itu. Terima kasih siswaku...
Jakarta, 22 Januari 2013.
No comments:
Post a Comment