"Bapak baru lihat saya sekarang kan?" Begitu ungkap siswa saya yang masih duduk di kelas empat SD saat bertemu dengan saya di gerbang sekolah begitu turun dari kendaraan yang mengantarnya. Saya sesungguhnya tidak terlalu menangkap apa yang dimaksud dengan kalmat tanyanya itu. Tapi ada kesadaran yang membuat saya segera menangkap apa yang diinginkan anak itu atas pertanyaannya.
"Oh iya, Pak Agus baru hari ini bertemu ya? Mengapa baru ketemu ya?" Kata saya balik bertanya. Dalam ketidakmengertian saya akan apa yang ditanyakan kepada saya, saya mencoba balik bertanya. Saya berharap agar anak itu dapat menjelaskan sendiri tentang apa yang dimaksudkan. Maklum, saya punya siswa sebanyak kelas yang ada di sekolah ini. 700 siswa, yang terdiri dari mereka yang masih duduk ke bangku Kelompok Bermain hingga yang duduk di kelas IX SMP. Dan saya memang tidak memiliki jam pelajaran yang tetap di kelas-kelas itu. Meski saya dengan sekuat tenaga memasuki kelas-kelas yang ada tersebut untuk menyampaikan sesuatu. Dan juga mengenal mereka-mereka yang 'berbeda', yang membuat saya teringat kepadanya. Oleh karena itu harap maklum bila ada diantara siswa saya itu mengira kalau saya hapal dengan mereka satu-satu.
Kata-kata saya tersebut selain saya maksudkan sebagai pemancing agar anak itu bercerita sehingga saya dapat mengetahui maksud dan tujuannya dalam mengajukan pertanyaan kepada saya pagi itu begitu bertemu di pintu gerbang, juga adalah agar anak itu tidak merasa tersinggung kalau-kalau mengetahuio bahwa sesungguhnya saya tidak mampu menjawab apa yang diinginkannya dengan pertanyaannya itu.
"Ia Pak, saya kan hari ini baru masuk sekolah. Saya liburan kemarin kan sunat Pak. Jadi hari ini saya baru bisa masuk."
Nah, benar bukan? Bahwa anak itu mengajukan pertanyaan kepada saya karena sesungguhnya ia ingin menyampaikan sesuatu kepada saya. Tetapi karena kecerdasannya, maka anak itu menggunakan jalan berbeda untuk menyampaikan informasi kepada saya sebagai gurunya yang pantas untuk mendapatkan informasi penting tentang dirinya. Luar biasa bukan cerdasnya anak itu?
Jadi sebagai awal pertemuan kami di sekolah di semester genap ini, saya belajar tentang bagaimana cara anak ingin menyampaikan sesuatu yang masih menjadi rahasia tetapi penting untuk diketahui gurunya, yang diakukan oleh seorang anak dengan cara yang tidak biasa. Seperti misalnya, cara yang pernah digunakan oleh seorang siswa saya lainnya ketika pulang liburan; "Pak Agus, coba tebak, aku kemarin liburannya kemana?"
Lalu, kemudian saya akan mencoba menebak dan salah-salah, sehingga anak itu akan memulai maksdunya untuk menyampaikan apa yang harus diceritakannya kepada saya sebagai gurunya. Berbeda bukan dengan anak didik saya yang datang di pagi hari itu? Itulah salah satu rizki yang menurut saya luar biasa besar dan agung yang selalu saya peroleh dari anak-anak didik saya di sekolah. Terimakasih siswaku.
Jakarta, 10 Januari 2013.
No comments:
Post a Comment