Siang itu, sepulangnya anak-anak dari sekolah, tidak semua dari mereka langsung beranjak menuju ke kendaraan penjemputnya masing-masing untuk segera pulang ke rumah atau ke lokasi les berikutnya. Diantara mereka ada yang masih tinggal di halaman sekolah bersama teman-teman lainnya untuk menunggu jemputannya yang belum datang atau mungkin menghabiskan waktunya dengan bermain bersama. Dan dianatara yang bermain itu saya menemukan sekelompok anak-anak yang sedang memainkan kartu-kartu 'mahal'. Saya katakan mahal karena kartu-katu yang anak-anak mainkan adalah kartu yang relatif tebal dan mengkilap.
Kartu yang saya maksudkan. Dok Pribadi. |
Sebagaimana tampak dalam gambar di atas. Jajaran kartu itu adalah milik mereka yang dalam permainan yang tidak saya pahami itu.
Ketika saya coba untuk melihatnya lebih dekat, maka tampak gambar-gambar dari karakter fiksi, yang menurut saya justru memberikan teladan yang kurang baik. Seperti misalnya karakter yang sedang minum dengan tangan kiri, mengacungkan senjata tajam semacam pedang entah ke arah siapa yang ada di depannya, atau tokoh dengan kumis dan jenggot yang super panjang seperti orang pensiunan. Pendeknya, gambaran tokoh-tokoh itu begitu tidak biasa.
Namun dalam permainan itu, saya melihat jika anak-anak itu menikmati apa yang sedang mereka lakukan.
Berbeda dengan apa yang saya saat kecil mainkan dengan kartu-kartu saat itu. Kartu-kartu yang kami miliki pada waktu itu adalah kartu-kartu dengan tokoh wayang. Tentu akan menjadi lebih bermakna kartu-kartu yang kami miliki saat itu jika kami mengenal karakter dari tokoh wayang tersebut.
Juga cara memainkannya. Kami akan adu gambar-gambar itu di udara dengan saling menepukannya dan membiarkan kartu itu jatuh ke tanah. Pemenang dari permainan kami ditentukan dengan kartu siapa yang ketika jatuh di tanah/lantai dalam posisi telentang dan tidak tertelungkup.
Dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa perubahan antara generasi aya dengan siswa saya saat ini dalam hal permaianan kartu, tidak saja pada tokoh-tokoh kartu yang ada, tetapi tampaknya juga asal-usul dari tokoh-tokoh itu sendiri. Walau saya juga tahu kalau tokoh wayang itu jauh lebih Indonesia dari pada tokoh-tokoh yang ada dalam kartu anak didik saya itu.
Gambar wayang dari sebuah brosur pengrajin wayang kulit. |
Jakarta, 09 Desember 2012.
No comments:
Post a Comment