Liburan akhir semester ganjil ini, saya mendapat kabar dari guru konseling di sekolah, bahwa akan ada satu anak didik kami yang harus menjalani operasi jantung. Ini memang lanjutan dari apa yang pernah anak didik kami itu alami ketika yang bersangutan masih berusia 1 tahun. Dimana sejak kelahirannya, ia mendapat anugerah dengan jantung yang berbeda. Dan keberbedaan itu, ia telah menjalani operasi untuk kali pertamanya. Maka pada operasi kedua di liburan ini, merupakan tindakan berikutnya terhadap perawatan jantungnya.
Bernafas Lewat Mulut
Pertama kali saya berkenalan dengan apa yang berbeda pada diri anak tersebut ketika berada di satu ruangan dan berdampingan. Saat itu saya merasakan ada yang sedikit aneh pada siswa saya itu. Karena suara nafasnya yang begitu mengusik konsentrasi kami yang ada di sebelahnya. Maka ketika ada kesempatan, saya bertanya kepadanya mengapa bunyi nafasnya selalu tersengal? Dijawabnya bahwa ia selama ini tidak dapat bernafas melalui hidung. Ia benafas selalu melalui mulutnya.
Keterangan itu membuat saya dan beerapa teman guru lainnya mendapatkan keterangan yang lebih spesifik mengenai apa yang dialaminya ketika masih berusia balita. Dan normalnya, maka diakhir ceritanya itu, saya mengajukan pertanyaan kepadanya apakah ada hal-hal yang harus menjadi perhatiannya agar organ istimewanya itu tetap terpeliharan kesehatannya? Dia jelaskan bahwa ia harus menjaga berat badannya agar tidak terlalu gemuk.
Namun sebagaimana anak remaja lainnya, dalam setiap istirahat sekolah atau seusai jam sekolah sembari menunggu jemputan, siswa kami itu selalu terlihat menikmati makanan dan minuman yang dibelinya di kantin. Meski kadang kami bertanya kepadanya apakah makanan dan minuman itu tidak mengganggu atau berimplikasi kepada berat badannya?
Dan kebiasaan menikmati makanan yang tersedia itulah yang menjadi salah satu kontributor bagi berat badannya yang relatif tidak terkontrol. Dan berat badan itu yang menjadi indikasi bagi kesehatan organ jantungnya.
"Semoga lancar dan sukses atas apa yang akan kamu jalani ya." Kata saya di tepi lapangan futsal disaksikan oleh guru BP sekolah kami.
"Amin. Terima kasih Pak. Doakan ya Pak." Katanya menimpali harapan kami.
Jakarta, 26 Desember 2012.
No comments:
Post a Comment