Pelok, biji buah mangga kueni itu tumbuh berhamburan di bawah pohonnya. Dan itu membutuhkan upaya kami agar ia benar-benar terjaga pertumbuhannya. Termasuk pertimbangan kami apakah semua pohon-pohon kami kehendaki untuk tumbuh? Biji-biji yang telah kehilangan daging buahnya ini berada di bawah pohonnya setelah pada awal musim hujan yang lalu banyak yang terjatuh setelah rusak dimakan oleh lalat yang meninggalkan ulat di dalam buah kueni kami.
Juga kadang keisengan kami setelah kami kupas dan kami nikmati daging buahnya, lalu, seperti masyarakat desa biasanya, kami lemparkan begitu saja biji tanpa daging buah itu ke pekarangan samping rumah.
Mirip pula seperti juga biji-biji pohon mahoni yang ketika telah tua maka kelopak yang masih berada di atas pohonnya akan merekah dan pecah untuk kemudian menghamburkan begitu saja isi biji-biji yang pahit rasanya, diterbangkan angin kemarau lalu tumbuh berserak.
Dan bagi saya, memilih dan menentukan tunas mana yang tetap saya biarkan tumbuh membesar atau saya cabut untuk kemudian saya relokasi ke lokasi yang lebih memungkinkan, atau bahkan terpaksa harus saya putuskan bahwa tunas itu tidak saya tanam kembali setelah saya akan relokasi. Dan pada posisi inilah sering kegundahan dan ketidaktegaan saya muncul. Sebuah dilema bukan?
Mengapa?
Karena keterbatasan lahan yang memungkinkan biji-biji dan tunas-tunas itu tumbuh sempurna. Termasuk dianataranya adalah tunas-tunas mahoni.
Tetapi tidak apa, karena tidak semua dari tunas-tunas yang memberikan sejuta hararapan itu meski tidak semua direlokasi tetapi tidak pula semuanya harus dilenyapkan. Dan dalam dilema itu lahir pemikiran dan angan-angan. Bila tersedia lahan untuk menumbuhkannya secara sempurna...
Jakarta, 30 Desember 2012.
No comments:
Post a Comment