Siang itu, ada salah seorang dari siswa kami yang terlambat ikut serta dalam shalat berjamaah di mushola sekolah. Ini karena ada sedikit 'kejadian' yang harus dilalui anak itu sehingga ia terlambat datang ke mushola. Maka ketika kami, teman-temannya dan para guru telah usai melaksanakan shalat, anak itu melakukannya sendirian.
Tapi aakah karena ia datang terlambat ke lokasi shalat berarti bahwa dia akan bersegera untuk melaksanakanya? Ternyata tidak. Dari dalam mushola, saya melihat ada Ibu Guru yang mendampingi anak itu ketika ia masih berada di toilet pria dan bahkan ketika ia sudah berada di depan tempat wudu. Terdengar oleh kami yang berada di mushola bagaimana Ibu Guru itu memberikan dorongan kepada anak itu untuk segera melaksanakan wudu.
Pada saat melaksanakan wudu pun, masih terdegar oleh kami Ibu Guru memberitahukan tertibnya berwudu. Mungkin Ibu Guru mendapati bagaimana anak itu masih kurang memenuhi semua tertib wudu dengan baik sehingga harus memberikan dorongan atau mengingatkannya. Pendeknya, anak itu seperti sedang terserang penyakit lemas yang akut. Maka yang tampak dari luar adalah perilaku malas-malasan. Tidak memiliki motivasi yang cukup kuat untuk melakukan secara tertib dan baik.
Lebih kaget lagi ketika anak itu telah berdiri di dekat mimbar untuk melaksanakan shalat. Tentunya dengan Ibu Guru yang masih berdiri di depan pintu mushola.
"Loh kok sudah selesai?" tanya salah seorang dari kami yang sedikit kaget ketika melihat anak itu yang baru saja takbir di awal shalat tiba-tiba telah selesai menengok kanan-kiri dengan memberi salam.
Saya yang memperhatikannya sejak awal shalat tidak terlalu heran dengan durasi shalat yang singkat tersebut. Bahkan ketika aanak itu baru saja duduk untuk Tahiyat terakhir, tiba-tiba segera menengok kanak dan kiri sebelum duduknya sempurna betul.
"Pakai paket kilat ya Nang?" tanya guru yang satu lagi. Tanpa jawaban dari anak itu selain senyum-senyum meninggalkan mushola dimana kami semua berada.
Tapi aakah karena ia datang terlambat ke lokasi shalat berarti bahwa dia akan bersegera untuk melaksanakanya? Ternyata tidak. Dari dalam mushola, saya melihat ada Ibu Guru yang mendampingi anak itu ketika ia masih berada di toilet pria dan bahkan ketika ia sudah berada di depan tempat wudu. Terdengar oleh kami yang berada di mushola bagaimana Ibu Guru itu memberikan dorongan kepada anak itu untuk segera melaksanakan wudu.
Pada saat melaksanakan wudu pun, masih terdegar oleh kami Ibu Guru memberitahukan tertibnya berwudu. Mungkin Ibu Guru mendapati bagaimana anak itu masih kurang memenuhi semua tertib wudu dengan baik sehingga harus memberikan dorongan atau mengingatkannya. Pendeknya, anak itu seperti sedang terserang penyakit lemas yang akut. Maka yang tampak dari luar adalah perilaku malas-malasan. Tidak memiliki motivasi yang cukup kuat untuk melakukan secara tertib dan baik.
Lebih kaget lagi ketika anak itu telah berdiri di dekat mimbar untuk melaksanakan shalat. Tentunya dengan Ibu Guru yang masih berdiri di depan pintu mushola.
"Loh kok sudah selesai?" tanya salah seorang dari kami yang sedikit kaget ketika melihat anak itu yang baru saja takbir di awal shalat tiba-tiba telah selesai menengok kanan-kiri dengan memberi salam.
Saya yang memperhatikannya sejak awal shalat tidak terlalu heran dengan durasi shalat yang singkat tersebut. Bahkan ketika aanak itu baru saja duduk untuk Tahiyat terakhir, tiba-tiba segera menengok kanak dan kiri sebelum duduknya sempurna betul.
"Pakai paket kilat ya Nang?" tanya guru yang satu lagi. Tanpa jawaban dari anak itu selain senyum-senyum meninggalkan mushola dimana kami semua berada.
Jakarta, 17 September 2013.
No comments:
Post a Comment