Saya hanya ingin papa dan mamaku bersama lagi. Dan aku akan punya adik baru. Begitu kira-kira yang ditulis peserta didik saya saat saya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya mengajarkan kepada mereka untuk menuliskan apa yang menjadi keinginan mereka untuk tahun baru nanti. Ya, karena peristitiwa pelajaran Bahasa Indonesia itu berlangsung pada akhir tahun.
Di awal pelajaran, saya mengajak siswa untuk melihat bagaimana orang lain membuat mimpi untuk tahun baru di setiap akhir tahun. Itu saya lakukan dengan cara membacakan kepada mereka. Lalu pelajaran berlanjut dengan mereka menuliskan apa yang menjadi mimpi mereka. Untuk tidak monoton anak belajar di dalam kelas, saya mengajak mereka untuk duduk berderet di tangga sekolah. Setiap anak saya minta untuk duduk di setiap anak tangga yang ada supaya posisi duduknya tidak mengganggu lalu lalang orang yang lewat.
Masing-masing duduk dengan memegang peralatan menulisnya masing-masing. Yaitu buku dan pensil atau ball point. Mereka pun khusuk memulai merangkai kata dan kalimat. Beberapa anak saya lihat telah mulai menemukan apa yang harus mereka tulis. Sedang beberapa yang lain masih terlihat kebingungan ingin menuliskan apa? Dalam situasi demikian, sya meminta semua untuk stop menulis dahulu pda kira-kira menit ke 15. Lalu saya meminta tolong kepada salah satu yang berhasil menulis satu atau dua paragraf, untuk share kepada teman yang lainnya dengan cara membacakan apa yang berhasil mereka tulis. Cara ini saya gunakan agar semua anak yang ada di kelas saya dapat menulis apa yang bisa mereka tulis.
Seorang anak menuliskan tentang keinginannya untuk mendapatkan hadiah game dari ayahnya di saat tahun baru nanti. Ketika saya bertanya megapa game yang dia minta, dia mengaku bahwa game yang ada, yang dibelikan oleh orangtuanya sebelumnya, telah ia hafal jalan cerita dan tantangan-tantangannya. Oleh karena itu is sudah meraskan tidak ada lagi yang sulit.
Sedang anak yang lain menuliskan tentang keinginannya untuk pergi ke luar negeri. Juga ada yang menginginkan telpon selular model baru di tahun baru nanti dari orangtua atau dari kakeknya. Luar biasa. Pikir saya. Betapa anak-anak ini hanya berpikir sesuatu yang menyangkut tentang keinginannya hanya pada ranah hiburan. Hampir tidak ada anak yang menuliskan sesuatu yang diluar duniawi itu.
***
Setelah beberapa anak saya berikan kesempatan untuk sharing ceritanya dengan cara membacakannya, saya meminta mereka melanjutkan menulis. Mereka terlihat tekun kembali. Mereka menulis tetap di tangga sekolah. Sementara saya berada di salah satu anak tangga dekat mereka. Beberapa anak yang tadi kesulitan untuk memulai menulis, sekarang tampak tergambar ide yang harus mereka tulis setelah mendengar bagaimana temannya menuliskankan keinginannya. Suasana anak-anak saya, fokus dalam pekerjaan mereka masing-masing.
Waktu sudah berjalan hapir 50 menit. Ini berarti saya hanya mempunyai kesempatan beberapa menit lagi sebelum mata pelajaran saya habis dan berganti dengan mata pelajaran yang berikutnya. Untuk itu saya kembali megingatkan kepada anak-anak tentang waktu yang tinggal sekian menit itu. Dan persis ketika saya selesai mengingatkan mereka, seorang anak mengangkat tangan dan minta izin untuk dapat membacakan cerita dan keinginannya di tahun depan. Dia menulis: Saya hanya ingin papa dan mamaku bersama lagi. Dan aku akan punya adik baru...
Saya diam, juga teman-temannya semua diam. Saya teringat dengan cerita pendek yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Pelajaran Mengarang, yang terbit di harian Kompas Minggu puluhan tahun silam, yang mengisahkan kisah serupa atau mirip dengan apa yang ditulis anak itu.
Saya bersyukur bahwa ketika anak itu selesai mebacakan keinginannya, tidak ada seorang temanya pun yang berkomentar atau memberikan komentar. Dan saya juga bersyukur bahwa hari itu saya mendapatkan anugerah kisah yang menyayat hati seorang anak sekolah. Mudah-mudahan itu menjadi bekal untuk hidup saya.
Jakarta, 15-20 Februari 2012.
No comments:
Post a Comment