Pakai tulisan huruf sambung atau huruf cetak Pak? Ini adalah pernyataan beberapa peserta didik saya di kelas ketika saya meminta mereka untuk menulis. Seperti tugas yang saya berikan siang itu. Dimana setelah kami semua pergi ke halaman sekolah dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dalam kelompoknya, dan saya memintanya untuk memetikan satu bunga sepatu di taman yang akan layu, untuk kemudian masing-masing peserta didik bergantian dalam kelompoknya 'membedah' bunga itu, serta saya berikan penjelasan secukupnya tentang bagian-bagian bunga, saya meminta mereka untuk membuatkan laporan tertulis berkenaan dengan kegiatan tersebut.
Mengapa mereka bertanya dan meminta konfirmasi mengenai jenis huruf yang harus digunakan kala membuat laporan kegiatan? Saya mempunyai beberapa dugaan untuk kenyataan ini. Pertama, adalah dugaan saya bahwa mereka pasti tidak terbiasa dengan salah satu jenis tulisan yang diinginkan guru? Analisa pemikiran saya atas dugaan saya yang pertama ini adalah, agar anak-anak dapat mendapatkan tugas dengan menggunakan tulisan yang membuatnya entang. Mengapa? Karena kalau guru memberikan kebebasan huruf yang harus digunakn kepada mereka, bukankah mereka akan menggunakan huruf yang paling mereka siap? Dan biasanya, di kelas SD, anak akan lebih jago menulis dengan tulisan huruf cetk di bandingkan dengan huruf bersambung. Dan anak-anak akan memilih membuat laporan kegiatan itu dengan menggunakan huruf cetak?
Kedua, bisa pula bahwa pertanyaan itu adalah jenis pertanyaan yang menyiratkan betapa takutnya anak kepada ekspektasi gurunya? Atas dugaan ini saya berpikir bahwa, sangat mungkin anak-anak itu takut sekai jika apa yang dilakukannya tidak mendapat apresiasi dari gurunya. Oleh karenanya, sebelum ia melakukan sesuatu, mereka akan konfirmasi terlabih dahulu. Benarkan huruf sambung atau huruf cetak yang harus mereka pilih dalm pembuatan laporan yang diterima degan bai oleh guru?
Dugaan ini akhirnya membuat saya mefleksikan diri saat akan meminta kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Dan sebelum aktivitas belajar itu saya mulai, di depan saya akan memberikan ekspektasi sejelas mungkin apa yang kami inginkan. Dengan demikian, saya juga melihat kalau anak justru akan bekerja lebih baik dan lebih keras guna memenuhi ekspektasi gurunya.
Ketiga, adalah dugaan saya bahwa anak-anak itu memiliki ketidakpercayaan diri. Mengapa? Karena untuk membuat laporan kegiatan dalam bentuk tertulis pun, mereka harus meminta konfirmasi ketegasan?
Namun apapun dugaan saya yang benar, saya pada akhirnya harus mempertimbangkan bahwa ketika kita meminta kepada anak-anak di kelas, harus benar-benar jelas, terukur, dan tentunya dapat dipahami, serta memang seukuran dengan usia mereka. Semoga ini menjadi panduan bagi saya pada tahapan berikutnya. Semoga. Amin.
Jakarta, 15-17 Februari 2012.
No comments:
Post a Comment