Siang itu saya bertemu beberapa anak kelas lima di sekolah saya yang sedang memandangi foto profil para kandidat ketua student council, atau OSIS di SMP, yang dipasang oleh panitia pemilihan bersama guru pembinanya di papan display dekat gerbang utama sekolah. Selain foto diri, profil itu hanya memberikan informasi berkenaan nama, kelas, dan nomor urut para kandidat. Sedang pada papan display yang lain, tampak skema alur dari pencoblosan serta tanggal pelaksanaannya. Kami bertemu pada saat istirahat pagi.
Dalam pertemuan itu, saya bertanya tentang beberapa hal berkenaan dengan para kandidat yang ada. Juga tim sukses dari masing-masing kandidat, kampanye, serta tentunya saya memancing apa yang menjadi kecenderungan mereka sebagai pemilih dalam pemilihan ketua student council itu untuk menentukan pilihan. Walau pada mulanya mereka menolak untuk memberikan tanggapan, namun akhirnya mereka memberikan petunjuk atau bahkan opini terhadap para kandidat yang ada. Tentu plus minusnya. Karena mereka toh masih duduk di bangku sekolah dasar. Tetapi menarik apa yang mereka sampaikan kepada saya. Yang kadang membuat saya jadi berpikir; secerdas itukah anak-anak sekarang?
Belajar dari Masyarakat
Mengapa saya punya pendapat seperti itu? Karena ada jawaban atau pernyataan dari anak-anak itu yang benar-benar menjadi fenomena hangat yang ada di masyarakat. Misalnya standar kandidat yang menurut mereka ideal. Atau juga pandangan mereka yang mengisyaratkan petunjuk bekenaan dengan perilaku kandidat yang tidak atau kurang layak untuk menjadi pilihan. Nah semua itu, dalam pendangan saya, benar-benar cermin apa yang sekarang sedang in menjadi topik di media. Walau tentu tidak menggunakan bahasa yang relatif sama dengan para pengamat atau politisi yang ada di pusat, tetapi secara esensi luar biasa cerdas.
Apakah kami membelajarkan mereka untuk memiliki pandangan atau pemahaman seperti itu? Saya kira tidak secara langsung. Kami hanya memberikan wahana student council sebagai usaha optimalisasi dari kompetensi yang anak-anak telah miliki. Dan yakin, mereka sesungguhnya belajar banyak dari apa yang terjadi di masyarakat. Mungkin atau bisa jadi saat mereka melihat acara di televisi, atau secara kebetulan atau mungkin sadar mendapatkan inspirasi untuk mengemukakan pandangan dalam hal pilih memilih dari media lain? Semua dimungkinkan. Dan itulah kurikulum masyarakat.
Dari sinilah saya berasumsi bahwa, tidak ada siswa yang tidak cerdas sepanjang kesempatan kita berikan kepada mereka untuk mengekplorasi lingkungan. Karena dengan jatah dan tugas yang telah ada dalam kurikulum kita di kelas kita masing-masing, kadang menjadi belenggu bagi kehadiran sebuah kesempatan. Karena kita hanya akan berpikir sebagaimana yang diminta oleh target kurikulum yang instruksional semata.
Semoga kita menjadi bagian bagi masa depan anak-anak kita. Baik yang ada di rumah kita masing-masing dan juga yang ada di sekolah. Tentunya bagian yang memberi kenangan baik nantinya. Semoga. Amin.
Jakarta, 29 Februari 2012.
No comments:
Post a Comment