Nah... bener, ketangkep kan... kata seorang siswa saya kepada temannya yang ada di kelas yang dimaktikan seluruh lampu kelas yang ada. Kalimat itu ia katakan persis pada saat saya membuka pintu kelas dan memergoki keduanya sedang ngumpet, menghindarkan diri dari ikut shalat berjamaah (lagi!). Mereka berdua saya temukan di bagian belakang kelas. Siswa saya yang berkata itu, saat saya membuka pintu kelas, dalam posisi tiduran di lantai. Sedang yang satunya, sedang duduk tidak jauh dari temannya, dengan menyandarkan badannya yang sehat ke dinding belakang kelas.
Mereka berdua, untuk kali ketiga saya tangkap, atau kata yang pas mungkin saya pergoki, ketika mereka tidak mengikuti shalat dzuhur berjamaah.Oleh karena itu kalimat yangkeluar dari salah satu mereka adalah; Nah... bener, ketangkep kan...
Dan dari kalimat yang pertama keluar begitu saya yang membuka pintu kelasnya, kelihatan sekali bahwa mereka sesungguhnya sudah memiliki perasaan was-was kalau akan ketahuan akan aksinya. Dan benar juga, aksi jelek mereka saya temukan. Keberadaan saya untuk memergoki aksinya itu berawal manakala ketika dalam barisan shalat saya tidak menemukan sosok keduanya. Itu mungkin saya lakukan karena romobongan shalat mereka ada pada rombongan terakhir. Dan saya pada saat itu sedang dalam posisi mendampingi. Jadi ketika tidak tampak kedua siswa saya itu dalam barisan shalat, saya langsung menuju tempat yang paling memungkinkan bagi keduanya untuk bersembunyi.
Saya tidak marah ketika menemukan keduanya. Mereka saya ajak ke mushala untuk kemudian meminta mereka menjalankan shalat sesudah seluruh temannya selesai. Seorang guru menemani mereka menjalankan shalat.
Males Shalat...
Jadi memang mereka tidak berniat untuk mengikuti atau mengerjakan shalat secara berjamaah bersama seluruh temannya saat itu. Tentu dengan alasan yang berbeda-beda. Kali pertama dari salah satu orang yang kepergok itu beralasan males shalat dan lagi ngak mood. Alasannya itu sungguh menjadi pengalaman dahsyat bagi saya. Mosok anak seusia 15 tahun begitu polosnya mengaku ngak mood melaksanakan shalat? Dan ketika saya ajak diskusi serta jelaskan bahwa shalat menjadi kewajiban bagi kita setelah balig, dia bertambah tidak paham.
Dan terhadap anak itu juga untuk kali ketiga saya pergoki mengaku sedang tidak shalat karena beberapa waktu sebelumnya ia mengonsumsi minuman haram yang tersedia di lemari pendingin di rumahnya. Dia mengaku bahwa minuman sejenis itu ia konsumsi bersama anggota keluarga lainnya, sudah menjadi bagian dari kebiasaan untuk kondisi tertentu. Dan karena telah minum itulah maka ia tidak shalat. Bukankah shalatnya tidak akan diterima? Jelasnya.
Pada kala itu, saya pun tidak mengungkapkan kemarahan. Saya hanya katakan bahwa, tidak diwajibkanuntuk menjalankan shalat jika kita dalam dua kondisi. Yang pertama yaitu dalam kondisi kita gila. Yang kedua kita sudah menjadi mayat. Jadi dalam kondisi yang mana kamu sekarang ini? Tanya saya.
Ketika sampai di ruang guru, saya sampaikan cerita ini kepada mereka. Dan kami semua termenung dengan kenyataan yang ada. Tetapi kamu selalu menyadari bahwa inilah generasi yang menjadi amanah kami. Apapun kondisinya, itulah realitas yang harus kami hadapi. Maka kepada Allah sajalah kami bermohon; agar diberikan kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan amanah sebagai pendidik. Dan semoga peserta didik kami selalu diberikan hidayah Allah SWT. Amin.
Dan dari kalimat yang pertama keluar begitu saya yang membuka pintu kelasnya, kelihatan sekali bahwa mereka sesungguhnya sudah memiliki perasaan was-was kalau akan ketahuan akan aksinya. Dan benar juga, aksi jelek mereka saya temukan. Keberadaan saya untuk memergoki aksinya itu berawal manakala ketika dalam barisan shalat saya tidak menemukan sosok keduanya. Itu mungkin saya lakukan karena romobongan shalat mereka ada pada rombongan terakhir. Dan saya pada saat itu sedang dalam posisi mendampingi. Jadi ketika tidak tampak kedua siswa saya itu dalam barisan shalat, saya langsung menuju tempat yang paling memungkinkan bagi keduanya untuk bersembunyi.
Saya tidak marah ketika menemukan keduanya. Mereka saya ajak ke mushala untuk kemudian meminta mereka menjalankan shalat sesudah seluruh temannya selesai. Seorang guru menemani mereka menjalankan shalat.
Males Shalat...
Jadi memang mereka tidak berniat untuk mengikuti atau mengerjakan shalat secara berjamaah bersama seluruh temannya saat itu. Tentu dengan alasan yang berbeda-beda. Kali pertama dari salah satu orang yang kepergok itu beralasan males shalat dan lagi ngak mood. Alasannya itu sungguh menjadi pengalaman dahsyat bagi saya. Mosok anak seusia 15 tahun begitu polosnya mengaku ngak mood melaksanakan shalat? Dan ketika saya ajak diskusi serta jelaskan bahwa shalat menjadi kewajiban bagi kita setelah balig, dia bertambah tidak paham.
Dan terhadap anak itu juga untuk kali ketiga saya pergoki mengaku sedang tidak shalat karena beberapa waktu sebelumnya ia mengonsumsi minuman haram yang tersedia di lemari pendingin di rumahnya. Dia mengaku bahwa minuman sejenis itu ia konsumsi bersama anggota keluarga lainnya, sudah menjadi bagian dari kebiasaan untuk kondisi tertentu. Dan karena telah minum itulah maka ia tidak shalat. Bukankah shalatnya tidak akan diterima? Jelasnya.
Pada kala itu, saya pun tidak mengungkapkan kemarahan. Saya hanya katakan bahwa, tidak diwajibkanuntuk menjalankan shalat jika kita dalam dua kondisi. Yang pertama yaitu dalam kondisi kita gila. Yang kedua kita sudah menjadi mayat. Jadi dalam kondisi yang mana kamu sekarang ini? Tanya saya.
Ketika sampai di ruang guru, saya sampaikan cerita ini kepada mereka. Dan kami semua termenung dengan kenyataan yang ada. Tetapi kamu selalu menyadari bahwa inilah generasi yang menjadi amanah kami. Apapun kondisinya, itulah realitas yang harus kami hadapi. Maka kepada Allah sajalah kami bermohon; agar diberikan kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan amanah sebagai pendidik. Dan semoga peserta didik kami selalu diberikan hidayah Allah SWT. Amin.
Jakarta, 7-9 Februari 2012.
No comments:
Post a Comment