Senin, 11 April 2011, Bapak Arifinto menulis dan membacakan surat pengunduran dirinya sebagai angota Dewan Perwakilan Rakyat. Pengunduran diri ini beliau lakukan setelah dirinya tertangkap kamera wartawan, saat sedang membuka tayangan tidak senonoh, saat yang bersangkutan sedang mengikuti sidang Paripurna DPR pada Jumat, 8 April 2011. Sebuah peristiwa yang mengagetkan bagi bangsa kita. Karenanya, banyak berita yang mengupas kejadian ini hingga puncaknya adalah pengunduran dirinya tersebut.
Dalam refleksi saya ini, saya tidak bermaksud untuk mengupas apakah dan bagaimanakah sehingga di layar komputer tablet sang politisi ini muncul tampilan porno. Saya justru mengambil banyak hikmah dari kejadian ini. Beberapa hal yang dapat saya petik dari peristiwa ini adalah sebagai berikut.
Pertama, Bahwa kejadian ini menjadi perhatian banyak pihak. Menurut hemat saya ini karena merupakan kejaian yang amat sangat tidak pada tempatnya. Ini juga memperlihatkan bahwa kita adalah bangsa yang peduli pada penegakan moralitas. Apapun motif dibalik pemberitaan, pasti semua bersendikan pada perilaku yang pada tempatnya. Kejadian ini juga memberikan isyarat kepada kita bahwa, jangankan sebagai pelaku, sebagai penonton pun, kita begitu peduli. Lebih-lebih dilakukan oleh anggota dewan, dan lebih-lebih lagi pada saat sidang Paripurna. Kenyataan ini membuat saya kembali pada harapan positif dan optimis akan kepedulian kita pada penegakan perilaku positif di negeri yang selalu terdengar karut-marut di berita ini.
Kedua, Bahwa musibah dapat datang kepada siapa saja dan kapan saja. Bagaimana bukan musibah, kalau foto yang tertangkap wartawan, yang kemudian menjadi berita sangat besar, adalah kejadian yang justru bukan yang diharapkan oleh mereka yang melakukan perbuatan tidak senonoh itu. Dalam pikiran sehat kita, saat sidang menonton film porno? Rasanya sesuatu yang janggal jika itu yang dilakukannya dengan sengaja dan sadar. Secara manusiawi, pada batasan diri kita yang normal, pasti masih mempunyai rasa malu untuk memperlihatkan perilaku obnormalnya, seperti menonton film jorok, di tempat umum tanpa batasan privasi sedikit pun. Di tambah lagi, bilamana hal itu dilakukannya secara sengaja dan apalagi demonstratif.
Kalaupun benar, ada yang melakukan, seperti menonton film seperti itu, sekali lagi karena dorongan rasa malu tersebut, mungkin diantara kita lebih merasa aman jika melakukannya pada saat sendirian dan berada di ruang (kantor) yang pintunya tertutup rapat (terkunci)? Dari titik inilah, maka saya berkesimpulan bahwa apa yang terjadi dengan Bapak Arifinto saat sidang Paripurna DPR tersebut adalah bagian dari campur tangan Allah. Atau saya menyebutnya sebagai rekayasa Allah. Allah-lah yang Maha pembuka dan penutup aib. Dan dibalik semua itu, ada hikmah yang paling indah yang dapat kita raih di hari berikutnya. Tidak saja kepada yang bersangkutan. Tetapi juga kita, saya dan Anda semua.
Ketiga, Terbukanya aib, tidak tebang pilih. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Bapak Arifinto adalah anggota DPR-RI periode tahun 2009-2014 dengan Nomor anggota A-72, dari Fraksi PKS. Sebuah partai yang mengusung plafon dakwah. Kok bisa? Itulah yang sudah menjadi kenyataan. Namun justru inilah yang harus membuat kita untuk selalu waspada akan tipu daya lingkungan dan situasi yang merusak, yang akhirnya dapat menjerumuskan diri kita sendiri kepada martabat yang paling rendah. Pada titik inilah kita harus selalu memohon pertolongan, perlindungan, dan tambahan kekuatan kepada Allah akan sifat buruk yang membisik-bisikkan.
Apa yang saya sampaikan pada bagian ini karena membaca apa yang menjadi tekad Bapak Arifinto, yang juga termuat dalam alenia terakhir dalam surat pengunduran dirinya: ...Selain itu saya juga akan meningkatkan kualitas diri saya dengan terus menerus memperbaiki diri dengan senantiasa beristighfar, mengkhatamkan Al-Quran, meminta taushiyah kepada para ulama, bersedekah kepada fakir miskin, dan juga semua kebaikan yang dapat saya lakukan demi kejayaan hidup saya di akhirat nanti.
Jika demikian kenyataannya, maka untuk apakah sifat dan perilaku sombong atau menyombongkan diri di hadapan manusia lain?
Keempat, Amal, adalah bentuk konkrit sebagai hasil akhir sebuah proses atau perjalanan belajar. Amal baik atau perbuatan yang baik, atau perbuatan yang sesuai norma Allah, adalah bentuk hasil belajar yang paripurna. Perilaku ini hanya dapat dihasilkan jika ikhtiar kita selalu bersendikan dan merujuk kepada keilmuan yang sahih, dan keyakinan yang sungguh-sungguh. Tentunya dengan panduan yang pasti mendapat ridha Allah.
Kapan kesempurnaan itu dapat kita raih? Saya sekali lagi berpendapat, yaitu ketika kita mengakhiri kehidupan dunia ini dengan memperoleh kualifikasi akhir yang mulia. Akhir yang khusnul khatimah. Untuk meraih itu, maka perjuangan tidak akan pernah berhenti. Tentu selalu dengan iringan pertolongan, kekuatan, dan ridha selalu dari Allah.
Terima Kasih Pak...
Dari uraian itu, saya kembali kepada pokok refleksi saya terhadap hiruk pikuk berita dan tayangan media sepanjang akhir pekan, tanggal 8-10 April 2011 lalu, berkenaaan dengan drama Bapak Arifinto, adalah sebuah wujud pembelajaran kehidupan bagi kita pada umumnya, atau saya khususnya, untuk selalu berjuang hidup dan selalu mengacu kepada Yang Maha Hidup dan Yang Maha Pemberi Hidup, serta Yang Maha Pemelihara Hidup.
Firman Allah: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus... (QS, 1; 5-6).
Semoga selalu diberikan kepada kita dunia yang baik dan akhirat yang mulia. Amin YRA.
Jakarta, 12 April 2011.
Dalam refleksi saya ini, saya tidak bermaksud untuk mengupas apakah dan bagaimanakah sehingga di layar komputer tablet sang politisi ini muncul tampilan porno. Saya justru mengambil banyak hikmah dari kejadian ini. Beberapa hal yang dapat saya petik dari peristiwa ini adalah sebagai berikut.
Pertama, Bahwa kejadian ini menjadi perhatian banyak pihak. Menurut hemat saya ini karena merupakan kejaian yang amat sangat tidak pada tempatnya. Ini juga memperlihatkan bahwa kita adalah bangsa yang peduli pada penegakan moralitas. Apapun motif dibalik pemberitaan, pasti semua bersendikan pada perilaku yang pada tempatnya. Kejadian ini juga memberikan isyarat kepada kita bahwa, jangankan sebagai pelaku, sebagai penonton pun, kita begitu peduli. Lebih-lebih dilakukan oleh anggota dewan, dan lebih-lebih lagi pada saat sidang Paripurna. Kenyataan ini membuat saya kembali pada harapan positif dan optimis akan kepedulian kita pada penegakan perilaku positif di negeri yang selalu terdengar karut-marut di berita ini.
Kedua, Bahwa musibah dapat datang kepada siapa saja dan kapan saja. Bagaimana bukan musibah, kalau foto yang tertangkap wartawan, yang kemudian menjadi berita sangat besar, adalah kejadian yang justru bukan yang diharapkan oleh mereka yang melakukan perbuatan tidak senonoh itu. Dalam pikiran sehat kita, saat sidang menonton film porno? Rasanya sesuatu yang janggal jika itu yang dilakukannya dengan sengaja dan sadar. Secara manusiawi, pada batasan diri kita yang normal, pasti masih mempunyai rasa malu untuk memperlihatkan perilaku obnormalnya, seperti menonton film jorok, di tempat umum tanpa batasan privasi sedikit pun. Di tambah lagi, bilamana hal itu dilakukannya secara sengaja dan apalagi demonstratif.
Kalaupun benar, ada yang melakukan, seperti menonton film seperti itu, sekali lagi karena dorongan rasa malu tersebut, mungkin diantara kita lebih merasa aman jika melakukannya pada saat sendirian dan berada di ruang (kantor) yang pintunya tertutup rapat (terkunci)? Dari titik inilah, maka saya berkesimpulan bahwa apa yang terjadi dengan Bapak Arifinto saat sidang Paripurna DPR tersebut adalah bagian dari campur tangan Allah. Atau saya menyebutnya sebagai rekayasa Allah. Allah-lah yang Maha pembuka dan penutup aib. Dan dibalik semua itu, ada hikmah yang paling indah yang dapat kita raih di hari berikutnya. Tidak saja kepada yang bersangkutan. Tetapi juga kita, saya dan Anda semua.
Ketiga, Terbukanya aib, tidak tebang pilih. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Bapak Arifinto adalah anggota DPR-RI periode tahun 2009-2014 dengan Nomor anggota A-72, dari Fraksi PKS. Sebuah partai yang mengusung plafon dakwah. Kok bisa? Itulah yang sudah menjadi kenyataan. Namun justru inilah yang harus membuat kita untuk selalu waspada akan tipu daya lingkungan dan situasi yang merusak, yang akhirnya dapat menjerumuskan diri kita sendiri kepada martabat yang paling rendah. Pada titik inilah kita harus selalu memohon pertolongan, perlindungan, dan tambahan kekuatan kepada Allah akan sifat buruk yang membisik-bisikkan.
Apa yang saya sampaikan pada bagian ini karena membaca apa yang menjadi tekad Bapak Arifinto, yang juga termuat dalam alenia terakhir dalam surat pengunduran dirinya: ...Selain itu saya juga akan meningkatkan kualitas diri saya dengan terus menerus memperbaiki diri dengan senantiasa beristighfar, mengkhatamkan Al-Quran, meminta taushiyah kepada para ulama, bersedekah kepada fakir miskin, dan juga semua kebaikan yang dapat saya lakukan demi kejayaan hidup saya di akhirat nanti.
Jika demikian kenyataannya, maka untuk apakah sifat dan perilaku sombong atau menyombongkan diri di hadapan manusia lain?
Keempat, Amal, adalah bentuk konkrit sebagai hasil akhir sebuah proses atau perjalanan belajar. Amal baik atau perbuatan yang baik, atau perbuatan yang sesuai norma Allah, adalah bentuk hasil belajar yang paripurna. Perilaku ini hanya dapat dihasilkan jika ikhtiar kita selalu bersendikan dan merujuk kepada keilmuan yang sahih, dan keyakinan yang sungguh-sungguh. Tentunya dengan panduan yang pasti mendapat ridha Allah.
Kapan kesempurnaan itu dapat kita raih? Saya sekali lagi berpendapat, yaitu ketika kita mengakhiri kehidupan dunia ini dengan memperoleh kualifikasi akhir yang mulia. Akhir yang khusnul khatimah. Untuk meraih itu, maka perjuangan tidak akan pernah berhenti. Tentu selalu dengan iringan pertolongan, kekuatan, dan ridha selalu dari Allah.
Terima Kasih Pak...
Dari uraian itu, saya kembali kepada pokok refleksi saya terhadap hiruk pikuk berita dan tayangan media sepanjang akhir pekan, tanggal 8-10 April 2011 lalu, berkenaaan dengan drama Bapak Arifinto, adalah sebuah wujud pembelajaran kehidupan bagi kita pada umumnya, atau saya khususnya, untuk selalu berjuang hidup dan selalu mengacu kepada Yang Maha Hidup dan Yang Maha Pemberi Hidup, serta Yang Maha Pemelihara Hidup.
Firman Allah: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus... (QS, 1; 5-6).
Semoga selalu diberikan kepada kita dunia yang baik dan akhirat yang mulia. Amin YRA.
Jakarta, 12 April 2011.
No comments:
Post a Comment