Beberapa waktu yang lalu, juga seperti hari-hari sebelumnya dimana saya sedang touring di sekolahan sekedar untuk melihat-lihat sisi sekolahan pada hari itu, bertemu dengan seorang driver siswa di pintu keluar sekolah. Dan setelah kami bertegur sapa, maka driver tersebut menyampaikan berita kepada saya bahwa ananda yang diantar jemputnya yang sudah di bangku SD hari ini tidak masuk sekolah. Sehingga dia hari ini hanya mengantar dan menunggui serta menjemput adiknya. Karena hanya adik yang diantar jemput, maka jam kepulangannya tidak akan terlalu siang.
Beberapa kali saya sempat bercengkerama dengan Bapak Driver tersebut sekedar bertukar pengalaman. Dan dari cerita-cerita tersebut saya mengenalnya lebih dari sebagai sosok driver peserta didik saya. Saya mengenal beberapa sisi hidupnya yang bisa menjadi bagian yang saya sendiri harus mengangkat topi dan mengapresiasinya.
"Sakit apa Pak kok sampai tidak masuk sekolah?" Kata saya kepadanya. Karena nananda yang diantarnya adalah ananda yang sangat enerjik. Menyimpan banyak sekali tenaga untuk bergerak. Maka ketika mendengar beritanya tidak masuk sekolah saya mencoba mencari tahu sakit apa gerangan?
"Tidak sakit Pak. Dia kecewa sekali dengan tas sekolahnya yang tidak ada di rumah." Jelasnya. Yang justru membuat saya menjadi bingung. Betapa tidak, bukankah anak-anak tidak hanya punya satu tas?
"Jadi tas sekolah yang biasa dia bawa, tadi pagi terbawa oleh ayahnya ke kantor. Ini karena tas sekolahnya ketika sampai rumah kemarin tidak langsung diturunkan. Saya sendiri benar-benar lupa ketika sampai rumah tidak langsung menurunkan tas sekolahnya. Maka dia ngambek dan tidak mau ke sekolah." Jelas Pak Driver tersebut. Saya mangggut-manggut mendengar penjelasan tersebut.
Wah, saya jadi mendapat ilmu baru dengan cerita tersebut. Bahwa tas sekolah juga bisa menjadi pemicu anak didik saya memutuskan diri untuk tidak masuk sekolah...
Jakarta, 20 Februari 2018.
No comments:
Post a Comment