Di kantin sekolah, saya terlibat perbincangan dengan anak-anak kelas IX yang baru saja melaksanakan kegiatan try out ujian, dan mereka beristirahat makan. Ada diantaranya hanya makan makan kecil yang dibekalkan oleh orangua dari rumah. ada juga yang sedang makan nasi dengan ayam bakar dan tempe goreng tipis-tipis. Saya duduk diantara mereka. Pertama adalah untuk menghilangkan jenuh jika saya berada di depan desk top terus menerus. Kedua adalah memantau kegiatan istirahat siswa di kantin yang kebetulan pas istirahatnya anak-anak yang duduk di bangku SD.
Kami berbincang di seputar PTN, Perguruan Tinggi Negeri dan jurusan-jurusan serta pekerjaan yang akan menjadi muara dari lepas perkuliahan nantinya. Jadi bukan sekolah menengah atas yang akan menjadi tujuan paling dekat mereka selepas dari bangku SMP nantinya. Saya mencoba memberikan jurusan-jurusan yang ada di perguruan tinggi dan juga alternatif pekerjaan jika telah lulus dari jurusan yang dipilihnya di perguruan tinggi. Dan semua yang ada di meja makan dimana saya menjadi bagiannya, tidak akan melanjutkan di perguruan tinggi.
Ada diantara mereka yang akan masuk akademi militer, ada yang akan memilih jalur untuk menjadi penerbang, atau juga ada pula yang akan menjadi pelaut, serta ada yang memang harus memilih menjadi dokter karena dia adalah dari keluarga besar dokter. Semua nimbrung dalam perbincangan bebas di kantin tersebut.
Prinsip dari perbincangan tersebut adalah dunia visi yang sudah menjadi bayangan peserta didik saya yang lima bulan lagi akan benar-benar lepas dari lembaga kami dan menuju ke anak tangga impian mereka masing-masing.
Saya senang berada diantara mereka dengan tidak terlalu banyak memberikan komentar atau tanggapan atas apa yang mereka ungkapkan. Saya mendapatkan sesuatu yang baru jika kesempatan seperti itu berulang. Dan saya benar-benar menikmati atas pengalaman bercengkerama dengan mereka. Sesekali komentar dan tanggapan saya berikan utamanya ketika mereka meminta pendapat dari saya.. Dan sebagian besar perbincangan menjadi percakapan diantara mereka.
Saya ikut bangga, bahwa keluarga mereka tidak menjadi hambatan utama bagi keberlanjutan studi yang akan menjadi perjalanan hidupnya di masa mendatang. Mengingat semua mereka berasal dari keluarga yang relatif mapan. Sangat berbeda dengan apa yang saya dan teman-teman saya alami ketika kami berada di desa tahun 1980-an.
Dan saya berharap semoga perbincangan semacam itu menjadi topik sehari-harinya dibandingkan tema perbincangan yang lain. Semoga.
Jakarta, 6 Februari 2018.
No comments:
Post a Comment