Ini adalah sebuah praktek tentang bagaimana menyikapi melimpahnya penggunaan plastik di masyarakat kita. Sebagaimana yang diungkapkan oleh inspirator dari Greeneration Indonesia yang berkedudukan di Bandung, M Bijaksana Junerosano, yang memprihatinkan penggunaan kantong plastik yang dimulai dari warung kecil hingga pusat perbelanjaan besar. Dan dari keprihatinan itu lahirlah produk kantong berbahan kain nilon yang dapat dilipat hingga ukuran 5 X 5 cm. (Kompas, Senin, 20 Mei 2013, halaman 14).
Berbeda apa yang dilakukan oleh pecinta lingkungan yang ada di Bandung tersebut dengan produk tas BaGoes, maka saya melihat dalam sebuah kunjungan kami di sebuah desa yang ada di wilayah Samigaluh, Kulon Progo, DI Yogyakarta pada Jumat, 17 Mei 2013 yang lalu. Semua aksi itu berangkat dari konsepsi tentang bagaimana mengurangi penggunaan plastik yang memang sulit untuk diurai di alam.
Para aktivis desa itu, yang karena akan bersentuhan dengan pembibitan bibit tanaman pertanian, maka plastik yang menjadi tren sebagai wahana tanam, diganti dengan sebuah karya hebat. Sebuah temuan yang menjadi bagian penting dari praktek keprihatinan untuk tidak menggunaan plastik. Itulah yang menjadi kekaguman saya dan teman-teman yang mendatangi lokasi dimana teman-teman desa itu mengejawantahkan keprihatinannya dalam praktek hidup.
Inilah bongkahan yang menggantikan plastik sebagai wahana tanam bibit. |
Inilah cetakan atau presser untuk membuat bongkahan media tanam. |
Inilah lahan pertanian organik di Samigaluh, DIY itu. |
No comments:
Post a Comment