Pagi hari itu, saya mendapat tugas bersama teman untuk melakukan interviu guru baru di sekolah. Semua tentu sarjana. Dua adalah Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari sebuah perguruan tinggi negeri yang ada di Banten dan satunya lagi adalah lulusan S1 Bahasa Inggris dari sebuah perguruan tinggi swasta di Sumatera. Sedang satunya adalah lulusan perguruan keagamaan. Ketiganya melamar untuk menggantikan guru Bahasa Inggris kami di sekolah yang mengajukan pengunduran diri di akhir bulan Juni nanti.
Dan tambahan data lagi, bahwa ketiganya adalah para lulusan dengan nilai Indeks Prestasi tidak kurang dari 3! Hebat bukan? Setidaknya ketiganya adalah para pelamar yang telah lolos dari sisi administrasi yang dilakukan di bagian SDM kami. Itu juga yang pertama saya lihat dari surat lamaran dan CV masing-masing mereka, sebelum proses interviu kami lakukan, terlebih dulu saya melihat profil para kandidat itu sebagai pendahuluan agar saya cukup mendapat gambaran.
Apakah Nilai Terlihat dari Cara Berpikir?
Biasanya, saya sendiri ketika mengadakan interviu, seluruh kandidat akan saya ajak untuk berdiskusi. Mungkin semacam panel. Dan dari kegiatan panel tersebut saya akan mencoba untuk menemukan bagaimana para kandidat tersebut bekomunikasi. Karena, menurut apa yang saya alami, dalam komnikasi yang mereka lakukan saat panel tersebut, saya dapat melihat bagaimana pola pikir dan tata krama, serta kedalaman pegetahuan dari masing kandidat. Tetapi pada sesi interviu pagi itu, saya mengikuti apa yang teman mau. Jadi kandidat tersebut kita panggil secara bergilir. Kita ajak diskusi tentang suatu hal dalam masalah pendidikan. Termasuk juga pertanyaan saya tentang bullying kepada mereka.
Dari beberapa kandidat tersebut, saya sendiri mengau kepada teman bahwa tidak ada yang dapat kita banggakan dari mereka. Ini fakta yang saya dapat dari penggalian kami selama bejalannya interviu. Kedalaman pengetahuan pendidikan tidak kami temukan, pengetahuan pedagogis juga masih dangkal, bahkan kompetensi berbahasa yang menjadi core subject mereka saat kuliah pun juga pas-pasan. Alhasil, saya tidak merekomendasian ketiganya. Dan yang lebih parah adalah pertanyaan baik mereka tentang apa yang kami minta pendapat mereka: Bullying itu apa ya Pak?
Dari kenyataan itu, saya bercerita kepada anak sulung di rumah tentang bagaimana nilai akademik yang tinggi, yang mungkin dapat kita masukkan dalam kategori pintar itu, ternyata tidak berimplikasi kepada cara pikir, keluasan pengetahuan serta kompetensi para kandidat guru yang sarjana itu. Tujuan saya bercerita kepada anak agar anak mengambil pelajaran dari kenyataan atau realitas yang saya temui itu.
Namun saya berharap bahwa apa yang saya temui dalam interviu di pagi itu hanyalah ketidakberuntungan kami dalam mendapatkan para pelamar yang mengajukan surat lamaran. Kami masih berpikir bahwa anekdot itu bukan merupakan realitas yang ada di masyarakat pendidikan kita. Semoga.
Dari beberapa kandidat tersebut, saya sendiri mengau kepada teman bahwa tidak ada yang dapat kita banggakan dari mereka. Ini fakta yang saya dapat dari penggalian kami selama bejalannya interviu. Kedalaman pengetahuan pendidikan tidak kami temukan, pengetahuan pedagogis juga masih dangkal, bahkan kompetensi berbahasa yang menjadi core subject mereka saat kuliah pun juga pas-pasan. Alhasil, saya tidak merekomendasian ketiganya. Dan yang lebih parah adalah pertanyaan baik mereka tentang apa yang kami minta pendapat mereka: Bullying itu apa ya Pak?
Dari kenyataan itu, saya bercerita kepada anak sulung di rumah tentang bagaimana nilai akademik yang tinggi, yang mungkin dapat kita masukkan dalam kategori pintar itu, ternyata tidak berimplikasi kepada cara pikir, keluasan pengetahuan serta kompetensi para kandidat guru yang sarjana itu. Tujuan saya bercerita kepada anak agar anak mengambil pelajaran dari kenyataan atau realitas yang saya temui itu.
Namun saya berharap bahwa apa yang saya temui dalam interviu di pagi itu hanyalah ketidakberuntungan kami dalam mendapatkan para pelamar yang mengajukan surat lamaran. Kami masih berpikir bahwa anekdot itu bukan merupakan realitas yang ada di masyarakat pendidikan kita. Semoga.
Jakarta, 07-08 Mei 2012.
No comments:
Post a Comment