Lima tahun setelah saya berhijrah di sekolah yang sekarang menjadi tanggungjawab saya itu, ada satu hal yang belum saya sampaikan kepada teman-teman guru untuk kita adopsi. Dan saya berpikir bahwa waktu lima tahun setelah kebersamaan saya, barangkali cocok waktunya untuk menambah beban baru kepada teman-teman. Ini menjadi penting karena saya berpikir bahwa melakukan adopsi terhadap sesuatu yang baru berarti juga adalah memberi ruang pembelajaran baru. Dan itu bagia sebagian kami juga adalah tambahan kewajiban. Dan sebagian yang lain adalah tantangan baru.
Dan melihat serta mempertimbangkan semua hal itu jugalah saya mencoba untuk menawarkan sesuatu yang dapat menjadi diferensiator bagi lembaga kami terhadap lembaga sejenis yang bertebaran di sekeliling kami. Dan sebagai tantangan, maka kami ingin menwarkan 'kelas baru' bagi teman-teman untuk menjadi tantangan.
Sesuatu yang saya ingin sampaikan pada catatan saya kali ini adalah model penerimaan rapot yang berbeda dari apa yang pernah kami lakukan selama ini, sesuatu yang kami anggap bagus bila menjadi menjadi dari kultur untuk sebuah sekolah. Utamanya untuk melatih anak-anak dalam mempertanggungjawabkan hasil belajarnya. Juga untuk merubah paradigma bahwa anak didik adalah fokus pembelajaran.
Dan melihat serta mempertimbangkan semua hal itu jugalah saya mencoba untuk menawarkan sesuatu yang dapat menjadi diferensiator bagi lembaga kami terhadap lembaga sejenis yang bertebaran di sekeliling kami. Dan sebagai tantangan, maka kami ingin menwarkan 'kelas baru' bagi teman-teman untuk menjadi tantangan.
Sesuatu yang saya ingin sampaikan pada catatan saya kali ini adalah model penerimaan rapot yang berbeda dari apa yang pernah kami lakukan selama ini, sesuatu yang kami anggap bagus bila menjadi menjadi dari kultur untuk sebuah sekolah. Utamanya untuk melatih anak-anak dalam mempertanggungjawabkan hasil belajarnya. Juga untuk merubah paradigma bahwa anak didik adalah fokus pembelajaran.
Model tersebut adalah adopsi dari cara penerimaan rapot yang ada di sekolah IB, yang mereka sebut sebagai student-led conference, atau sering pula teman-teman singkat sebagai SLC. Dan kami, atas hasil adopsi sesuai dengan karakter sekolah, tataran berpikir masyarakat serta guru, dan juga sesuai dengan kebutuhan kami, maka pembagian rapot itu kami namakan sebagai konferensi siswa.
Maka, dengan modal pengetahuan itu, saya mencoba untuk memaparkan kepada teman-teman akan adanya model penerimaan rapot hasil belajar itu . Saya mencoba untuk berangkat mulai dari paradigma berpikir tentang model penerimaan rapot tersebut. Setelah semua sepakat, baru saya sampaikan teknis pelaksanaannya. Tentu tidak semua teman saya optimis dengan model penerimaan rapot tersebut. Ini karena model tersebut benar-benar begitu asing. Sehingga, ada diantara teman yang berkomentar; "Apa bisa anak-anak menyampaikan apa yang diekspektasikan dalam model penerimaan rapot tersebut?"
Dan Sabtu, pada akhir Maret 2014 lalu, untuk tahun ke-4, saat kami mengaplikasikan pengetahuan kami itu, atau untuk ke-8 kalinya kami mempraktekkan metodologi tersebut, saya membuat kesimpulan atas apa yang saya lihat langsung di kelas-kelas sejak dari kelas TK B hingga kelas IX SMP, menemukan betapa jauh teman-teman sudah melakukan jawaban atas tantangan tersebut dalam bentuk peningkatan kualitas pelaksanaannya. Sungguh ini adalah realita yang patut membuat tonggak yang kebanggaan.
Di kelas-kelas itu, saya melihat begitu variatifnya kualitas pelaksanaan penerimaan rapot tengah semester dengan model konferensi siswa tersebut. Teman-teman guru tidak hanya mengajarkan kepada seluruh peserta didiknya untuk mempresentasikan hasil belajar mereka dalam kurun waktu satu triwulan tersebut sesuai dengan templete standar yang menjadi patokan kami, tetapi anak-anak itu telah begitu siap dalam mempresentasikan apa yang telah dilaluinya, dan apa yang yang menjadi harapan dan mimpinya di durasi triwulan beruikutnya. Sungguh hebat.
Maka jika kali pertama saya mendengar komentar keraguan sebagaimana yang saya ungkapkan di atas, pada saat kami pertama sekali menyampaikan ide untuk mengadopsi model penerimaan rapot tersebut, sungguh beda dan bertolak belakang terhadap apa yang saya lihat pada hari Sabtu di akhir Maret kemarin ini.
Peristiwa dan kualitas anak-anak dalam mempresentasikan pada saat konferensi siswa itu memberikan gambaran tegas kepada saya akan capaian pengetahuan dan skill teman-teman guru dalam memberikan panduan kepada para peserta didiknya dalam mempresentasikan porto folionya di hadapan ayah dan bundanya. Mengagumkan!
Maka tidak berlebihan jika saya mengucapkan terima kasih yag banyak atas ilmu yang saya dapatkan pada saat saya melihat berkeliling kelas yang ada sepanjang pelaksanaan konferensi siswa tersebut. Terima kasih.
Jakarta, 31 Maret 2014.
Di kelas-kelas itu, saya melihat begitu variatifnya kualitas pelaksanaan penerimaan rapot tengah semester dengan model konferensi siswa tersebut. Teman-teman guru tidak hanya mengajarkan kepada seluruh peserta didiknya untuk mempresentasikan hasil belajar mereka dalam kurun waktu satu triwulan tersebut sesuai dengan templete standar yang menjadi patokan kami, tetapi anak-anak itu telah begitu siap dalam mempresentasikan apa yang telah dilaluinya, dan apa yang yang menjadi harapan dan mimpinya di durasi triwulan beruikutnya. Sungguh hebat.
Maka jika kali pertama saya mendengar komentar keraguan sebagaimana yang saya ungkapkan di atas, pada saat kami pertama sekali menyampaikan ide untuk mengadopsi model penerimaan rapot tersebut, sungguh beda dan bertolak belakang terhadap apa yang saya lihat pada hari Sabtu di akhir Maret kemarin ini.
Peristiwa dan kualitas anak-anak dalam mempresentasikan pada saat konferensi siswa itu memberikan gambaran tegas kepada saya akan capaian pengetahuan dan skill teman-teman guru dalam memberikan panduan kepada para peserta didiknya dalam mempresentasikan porto folionya di hadapan ayah dan bundanya. Mengagumkan!
Maka tidak berlebihan jika saya mengucapkan terima kasih yag banyak atas ilmu yang saya dapatkan pada saat saya melihat berkeliling kelas yang ada sepanjang pelaksanaan konferensi siswa tersebut. Terima kasih.
Jakarta, 31 Maret 2014.