Blusukan, tiba-tiba menjadi kata yang begitu populer ketika DKI Jakarta ini di pimpin oleh mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah ini. Seolah-olah inilah kata baru yang baru saja masuk dalam bagian dari Bahasa Indonesia. Dan seperti juga bahasanya, demikian pula dengan aktifitasnya. Dan mumpung kata ini masih bebas untuk digunakan, karena saya menjadi kawatir kalau kata ini hanya boleh disandangkan pada seseorang saja nantinya, maka dalam catatan ini saya menggunakannya. Semoga tidak akan menjadi masalah.
Ketika pertama kali saya menjadi bagian di manajemen di lembaga sekolah, maka pada saat itu pulalah sesungguhnya saya tidak memiliki citarasa dalam melakukan pembelajaran di dalam kelas. Dan ini menjadi sebuah kehilangan buat saya. Mengingat ketika di awal-awal tahun 2000an, dimana keterampilan membelajarkan materi pelajaran di kelas, masih begitu menyenangkannya untuk terus digali dan dimiliki.
Dan di beberapa tempat serta lokasi, ketika bertemu dengan guru atau manajemen sekolah dalam berbagai ukuran dan latar beklakang sekolahnya, keterampilan membelajarkan yang menarik, inovatif, menantang peserta didiknya, adalah keterampilan yang wajib harus kami miliki. Karena itulah wujud nyata dari pa yang dahulu disebut sebagai pendekatan pembelajaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, atau juga sekarang, Kurikulum 2013.
Maka dengan posisi saya sebagai bagian dari manajemen sekolah, proses belajar saya dalam hal keterampilan berinteraksi dengan peserta didik di dalam pembelajaran di kelas tidak seakseleratif dengan teman-teman guru yang pada waktu itu masih ada di dalam kelas. Namun bagaimana dalam perjalanan selanjutnya? Inilah yang akan saya sampaikan dlam catatan ini.
Menjadi Pintar
Dimana ketika sebagai manajemen di sekolah, maka berkunjung ke kelas dalam rangka monitoring, observasi, atau bahkan anjangsana, memungkinkan saya untuk tetap berada di dalam kelas-kelas, termasuk ketika teman-teman guru sedang melakukan pembelajaran di kelas. Mungkin inilah yang saya analogikan istilahnya dengan kata blusukan.
Dan pada kesempatan itulah saya menemukan mutiara dan berlian keterampilan teman-teman saya sebagai guru tersebut. Termasuk misalnya bagaimana ketika saya masuk kelas lima sekolah dasar dan ternyata anak-anak sedang seru melakukan debat dengan tema makanan cepat saji?
"Bagaimana anak-anak bisa melakukan kegiatan debat yang relatif nyata terjadi sebagaimana saya lihat tadi?" tanya saya kepada guru kelas setelah kegiatan debat itu selesai. Tentunya saya menyampaikan rasa kagum saya tentang kegiatan debat yag dilakukan anak-anak tersebut.
Dan Ibu Guru itupun dengan semangat memberikan informasi kepada saya sejak dari memilih kelompok yang mewakili kelompok debat dengan topik debat yang dipilihnya. Dimana masing-masig kelompok tersebut diwajibkan untuk melihat makanan cepat saji dari sudut yang berbeda-beda antara kelompok satu dan lainnya.
"Berapa lama kegiatan tersebut berlangsung sebelum kegiatan debat dilaksanakan?"
"Pembelajaran ini sesungguhnya belajar tentang makanan sehat Pak. Waktunya ada tiga pekan untuk satu mata pelajaran. Jadi kami lakukan eksplorasi informasi berkenaan makanan sehat tersebut sejak tiga pekan lalu. Dan debat inilah yang menjadi puncak kegiatan kami." jelas guru itu.
Tak terasa, bahwa pengalaman yang saya dapatkan ketika saya berkeliling ke kelas-kelas yang ada di bangunan sekolah yang menjadi amanah saya itu, menajikan saya bertambah pintar.
Tentunya tidak itu saja yang saya dapatkan dari kegiatan saya senang berkunjung ke kelas-kelas atau bahkan lingkungan sekolah lainnya. Banyak sekali. Dan saya merasakan betapa banyak juga yang akan saya dapat jika waktu saya itu sering saya plotkan untuk melakukan blusukan...
Jakarta, 27 Maret 2014.
No comments:
Post a Comment