Ketika di sebuah kantor sedang sibuk memperbincangkan absensi keterlambatan para pegawainya, atau juga tentang keterlambatan atas kehadiran oleh beberapa staf saja namun dalam intensitas sering, maka keluarlah aturan baru sebagaimana antisipasi agar perilaku tersebut tidak berkelanjutan. Demikian juga dengan apa yang terjadi di sebuah lembaga yang kebetulan teman saya berada di bagian dari lembaga tersebut.
Apakah berhenti hingga disitu berkenaan dengan cerita absensi pegawai tersebut? Tentunya tidak. Karena, meski mesin absensi kehadiran talah memberikan catatan kepada akan waktu kedatangan di pagi hari dan waktu kepulangan di sore hari bagi seorang pegawai, bukankah itu belum memberikan jaminan akan keberadaan pegawai tersebut sepanjang jam datang dan jam pulangnya?
Apakah catatan saya ini menjadi sak wasangka akan komitmen seorang pegawai dengan kredibilitas absensinya yang dilaporkan oleh mesin absensi tersebut? Tidak juga. Namun dalam realitanya bahwa, sahabat saya itu masih mendapati area kerja yang benar-benar kosong dari para penanggungjawabnya. Pekerjaan tertinggal begitu saja tanpa ada pegawai yang seharusnya berada di tempat yang sudah ditentukan tersebut.
Dan setelah berputar di lokasi yang seharusnya keberadaan pegawai itu dapat ditemukan, kosong. Bahkan untuk mempercepat pencarian, dibantu stafnya, dihubungilah nomor-nomor kontak yang seharusnya menjadi bagian inheren dari identitasnya sebagai pegawai, kosong juga. Bahkan nomor selularnya berada pada posisi off!
Tentu belum berhenti di situ saja. Karena kondisi ini benar-benar memberikan implikasi pengaruh kepada lini yang berbeda di lokasi kerja tersebut. Beberapa rekan sejawat, memberikan masukan agar ada tindakan nyata atas apa yang terjadi.
"Apa yang harus saya lakukan Pak Agus?" Ucapnya kepada saya.
"Masukkan dalam anecdotal record Bu." Jawab saya."Kumpulkan catatan-catatan itu, dan carilah acuan untuk melakukan tahapan berikutnya."
Pertama, adalah Kehadiran!
Aneh memang kalau ada seseorang yang masih menyimpan ambisi untuk menjadi bagian dari manajemen di lembaganya sendiri, namun tidak menunjukkan kesungguhannya dalam membuat jenjang anak tangga menuju ke arah yang dijadikannya kiblat.
Aneh? Benar sekali anehnya. Karena ia hanya menggantungkan kiblat dan keinginannya sekedar sebagai panorama yang menghiasi seluruh potensi yang dimilikinya. Dan potensi itu tetap tidak menjadikan langkah nyata dalam bentuk pencapaian menuju. Aneh bukan?
Dan sesungguhnya ada yang lebih aneh menurut saya. Ini karena ia adalah seorang sarjana yang berpikiran cerdas dan penuh gagasan bagus. Juga bahkan, dalam lingkungannya, ialah motivator.
Namun hanya karena catatan di mesin absennya yang sungguh buruk, maka potensi yang dia miliki, baru menjadi bagian yang memberikan asesoris di lingkungan kerjanya sebagai pegawai. Karena kehadirannya di kantor menjadi bagian paling penting bagi apa yang dinamakan kompetensi!
Apakah berhenti hingga disitu berkenaan dengan cerita absensi pegawai tersebut? Tentunya tidak. Karena, meski mesin absensi kehadiran talah memberikan catatan kepada akan waktu kedatangan di pagi hari dan waktu kepulangan di sore hari bagi seorang pegawai, bukankah itu belum memberikan jaminan akan keberadaan pegawai tersebut sepanjang jam datang dan jam pulangnya?
Apakah catatan saya ini menjadi sak wasangka akan komitmen seorang pegawai dengan kredibilitas absensinya yang dilaporkan oleh mesin absensi tersebut? Tidak juga. Namun dalam realitanya bahwa, sahabat saya itu masih mendapati area kerja yang benar-benar kosong dari para penanggungjawabnya. Pekerjaan tertinggal begitu saja tanpa ada pegawai yang seharusnya berada di tempat yang sudah ditentukan tersebut.
Dan setelah berputar di lokasi yang seharusnya keberadaan pegawai itu dapat ditemukan, kosong. Bahkan untuk mempercepat pencarian, dibantu stafnya, dihubungilah nomor-nomor kontak yang seharusnya menjadi bagian inheren dari identitasnya sebagai pegawai, kosong juga. Bahkan nomor selularnya berada pada posisi off!
Tentu belum berhenti di situ saja. Karena kondisi ini benar-benar memberikan implikasi pengaruh kepada lini yang berbeda di lokasi kerja tersebut. Beberapa rekan sejawat, memberikan masukan agar ada tindakan nyata atas apa yang terjadi.
"Apa yang harus saya lakukan Pak Agus?" Ucapnya kepada saya.
"Masukkan dalam anecdotal record Bu." Jawab saya."Kumpulkan catatan-catatan itu, dan carilah acuan untuk melakukan tahapan berikutnya."
Pertama, adalah Kehadiran!
Aneh memang kalau ada seseorang yang masih menyimpan ambisi untuk menjadi bagian dari manajemen di lembaganya sendiri, namun tidak menunjukkan kesungguhannya dalam membuat jenjang anak tangga menuju ke arah yang dijadikannya kiblat.
Aneh? Benar sekali anehnya. Karena ia hanya menggantungkan kiblat dan keinginannya sekedar sebagai panorama yang menghiasi seluruh potensi yang dimilikinya. Dan potensi itu tetap tidak menjadikan langkah nyata dalam bentuk pencapaian menuju. Aneh bukan?
Dan sesungguhnya ada yang lebih aneh menurut saya. Ini karena ia adalah seorang sarjana yang berpikiran cerdas dan penuh gagasan bagus. Juga bahkan, dalam lingkungannya, ialah motivator.
Namun hanya karena catatan di mesin absennya yang sungguh buruk, maka potensi yang dia miliki, baru menjadi bagian yang memberikan asesoris di lingkungan kerjanya sebagai pegawai. Karena kehadirannya di kantor menjadi bagian paling penting bagi apa yang dinamakan kompetensi!
Jakarta, 15 Maret 2013.
No comments:
Post a Comment