Siang itu saya belajar banyak sekali dari seorang peserta didik saya yang sudah duduk di kelas tiga sekolah dasar tentang tipe seseorang. Saya juga mensyukuri bahwa saya pergi ke UKS siang itu untuk sekedar mampir ketika saya akan membuka koran hari itu di perustakaan, yang ruangannya berdampingan, di sekolah saya. Saya yang lebih dahulu datang ke ruang UKS itu. Dan ketika masuk seorang anak dengan keluhan sakit di bagian perutnya, maka suster UKS memintanya untuk naik ke divan periksa dan membalurinya dengan minyak gosok untuk supaya menjadi lebih hangat. Maka dari sinilah cerita saya ini berawal.
***
Saya yang berada di posisi yang berbeda, tetap dapat mengikuti seluruh proses penanganan suster UKS kami itu dengan seluruh dialog yang dilakukannya kepada sang anak tersebut. Dan diantara dialog itu adalah komunikasi akrab antara suster tersebut dengan sang anak yang memang telah memiliki hubungan saling kenal dianatar mereka. Dikatakannya kepada anak tersebut, untuk melakukan self therapy dengan cara memijit sesuai dengan kebutuhan badannya sendiri. Dan self therapy itu dilakukan oleh anak dengan baik dan benar.
Standar baik dan benar ini, dalam pandangan saya hanya dilihat dalam bentuk cara dan implikasi dari apa yang dilakukan anak tersebut terhadap perutnya. Dimana, anak tersebut dengan jemari kedua tangannya, meraba dan memijit permukaan perutnya yang menjadi keluhan. Suster sekolah kami, yang memang mengenal benar siapa anak tersebut, hanya memberikan masukan atas pijitan yang dilakukan sang anak.
Sedang implikasi dari pijitan lembut anak itu adalah sendawa yang tiada habisnya dari anak tersebut. Ketika saya bertanya:
Standar baik dan benar ini, dalam pandangan saya hanya dilihat dalam bentuk cara dan implikasi dari apa yang dilakukan anak tersebut terhadap perutnya. Dimana, anak tersebut dengan jemari kedua tangannya, meraba dan memijit permukaan perutnya yang menjadi keluhan. Suster sekolah kami, yang memang mengenal benar siapa anak tersebut, hanya memberikan masukan atas pijitan yang dilakukan sang anak.
Sedang implikasi dari pijitan lembut anak itu adalah sendawa yang tiada habisnya dari anak tersebut. Ketika saya bertanya:
- Mengapa ia bisa sampai sendawa seperti itu? Suster menjelaskan bahwa;
- Itu bentuk energi negatif tubuh akibat pijitan.
- Mengapa anak itu begitu sakti? Komentar saya pada suster.
- Tidak sakti Pak. Itu self therapy yang memang ia dapatkan dari bundanya yang therapies. Jelas suster.
Dan setelah anak itu menyelesaikan proses self therapy-nya, maka saya menyaksikan pertunjukkan berikutnya yang tidak kalah dahsyatnya. Dimana anak tersebut mempu memberikan penilaian kepada saya yang berkenaan dengan jenis karakter yang saya miliki.
- Bapak adalah orang yang memilik karakter melayani orang. Dengan selalu ingin untuk membuat orang yang Bapak layani senang. Bapak mudah tersenyum dan penggembira. Jelasnya. Saya tentu kaget dan sedikit meragukan apa yang menjadi penjelasan tentang klasifikasi dan sifat dasar yang saya miliki. Oleh karenanya, saya meminta hal yang sama terhadap Guru Kelasnya. Dan tanpa memakan waktu lama, ia dapat menjelaskan dengan pas. Mengapa pas? Karena saya dan suster UKS sama-sama mengenal dengan baik dengan Guru Kelasnya atau juga teman-teman lain yang kami akhirnya minta pendapat si anak itu.
- Dari mana anak itu belajar hal itu? Tanya saya kepada suster UKS saat anak itu telah kami ijinkan meninggalkan UKS untuk melanjutkan kegiatan sekolah berikutnya.
- Dari Bundanya, ketika selama ia belum masuk bangku sekolah dasar. Dan selama itu pula, ia menjadi pengawal bundanya selama bundanya memberikan seminar. Jelas suster.
***
Luar biasa. Saya terkaget dengan kecerdasan yang ditunjukkan anak itu kepada kami sepanjang keberadaannya di ruang UKS. Dari peristiwa itu, saya sungguh tergoncang atas ketidaksinkronan anatara nilai akademis yang dimiliki anak tersebut dengan pengetahuan yang maha luar tentang self therapy yang telah dikuasainya?
Perlu saya sampaikan disini bahwa, secara akademis, kemampuan anak itu berada di sekitar urutan 17an dari 25 siswa yang ada di dalam kelas kita. Tetapi pertemuan siang itu? Semua telah menjungkirbalikkan pemahaman saya tentang kecerdasan akademik. Tidak terlalu salah bila saya bangga atas pertemuan saya dengan Fulan di ruang UKS siang itu! Terima kasih Fulan, dan tentunya suster, atas kesempatan untuk bertemu dan belajar.
Jakarta, 12-15 April 2012.
2 comments:
Saya jadi terinspirasi menyampaikan cerita yang sejenis, karena banyak sekali su Fulan lainnya pak, yang secara akademis biasa-biasa saja, bahkan kurang tapi kecerdasan sosialnya luar biasa, dan saya butuh 'effort' yang keras juga meyakinkan guru, bahwa mereka tetap bagian dari anak-anak hebat kedepannya nanti,Insya Allah.Wass, Novi
Bu Sri: ƗƗɐ ƗƗɐ ƗƗɐ:) saya kenal si Fulan itu. Begitulah pak, kadang2 kita terjebak dengan nilai akademis semata padahal kemampuan non akademiknya luar biasa. Dan org tua yg akademik tidak bisa melihat itu secara holistik. Waktu yang akan membuktikan
Post a Comment